A.
Pengertian Daya Terima Makanan
Daya terima makanan merupakan makanan yang habis dikonsumsi sedangkan sisa
makanan (waste) merupakan makanan
yang tidak habis termakan dan dibuang sebagai sampah (Azwar,1990) sedangkan
menurut Murwani (2001) yang dimaksud sisa makanan pasien adalah semua atau
sebagian makanan yang disajikan kepada pasien dan benar-benar dapat dimakan,
tetapi tidak habis dimakan atau tidak dimakan dan dibuang sebagai sampah.
B.
Cara Mengukur Daya terima Makanan
Daya
terima makanan dapat diukur dengan menggunakan beberapa cara :
1. Weighed Plate Waste
Metode ini
biasanya digunakan untuk mengukur sisa makanan setiap jenis hidangan atau untuk
mengukur total sisa makanan pada individual maupun kelompok. Metode ini
mempunyai kelebihan dapat memberikan informasi yang lebih akurat/teliti.
Kelemahan metode penimbangan ini yaitu memerlukan waktu, cukup mahal karena
perlu peralatan dan tenaga pengumpul data harus terlatih dan terampil.
2. Observasional Methode
Pada
metode ini sisa makanan diukur dengan cara menaksir secara visual banyaknya
sisa makanan untuk setiap jenis hidangan. Hasil taksiran bisa dalam bentuk
berat makanan yang dinyatakan dalam gram atau dalam bentuk skor bila
menggunakan skala pengukuran.
3. Self-Reported Consumption
Pengukuran
sisa makanan individu dengan cara menanyakan kepada responden tentang
banyaknya sisa makanan. Pada metode ini responden yang menaksir sisa makanan
menggunakan skala taksiran visual (Herni Astuti, 2002).
C.
Faktor-Faktor
Yang Mempengaruhi Daya Terima
Makanan
Banyak faktor yang dapat mempengaruhi daya terima makanan pasien di rumah
sakit. Lau dan Gregoire tahun 1998 dalam penelitiannya membuktikan bahwa
kualitas makanan perlu diperhatikan agar dapat meningkatkan kepuasan pasien.
Kualitas makanan merupakan indikator penting terhadap tingkat kepuasan pasien.
Makanan yang mempunyai cita rasa tinggi adalah makanan yang apabila disajikan
akan menyebarkan aroma yang lezat, penampilannya menarik dan mempunyai rasa
yang enak. Cita rasa makanan terdiri dari dua aspek yaitu penampilan makanan
pada saat dihidangkan dan rasa makanan pada waktu makanan itu dimakan (Syahmien
Moehyi, 1992).
1.
Penampilan Makanan
Penampilan
makanan adalah faktor mutu yang sangat mempengaruhi penampakan suatu produk
pangan (Basuki, 1997). Baik bagi makanan yang tidak diproses maupun bagi
makanan yang diproses (dimanufaktur). Makanan yang disajikan dengan menarik
akan dipengaruhi oleh beberapa faktor antar lain ukuran, bentuk, tingkat
kesukaan, warna, kekentalan dan sebagainya (Astutik Pudjirahayu, 2001).
a. Warna makanan
Warna makanan memegang peranan penting dalam penampilan
makanan, dari warna makanan tersebut dapat dilihat bahwa makanan tersebut masih
berkualitas baik atau sudah jelek. Warna juga dapat digunakan sebagai indikator
kematangan makanan. Apabila makanan yang dihidangkan tidak menarik maka
betapapun lezatnya rasa makanan tersebut, akan dapat menurunkan selera orang
yang memakannya (Soekresna, 2000).
b. Bersar porsi / ukuran makanan
Besar porsi makanan yang dihidangkan bukan hanya mempengaruhi penampilan
makanan waktu disajikan tetapi juga berkaitan dengan perencanaan dan
perhitungan pemakaian bahan yang digunakan.
c. Tekstur / konsistensi makanan
Faktor tekstur adalah rabaan oleh tangan, keempukan, mudahnya dikunyah dan
sebagainya. Tekstur makanan yang berkonsistensi keras akan memberikan
rangsangan yang lambat terhadap panca indera sedangkan yang bertekstur empuk
akan mempermudah dalam mengunyah. Tekstur suatu makanan juga ditentukan oleh
indera perasa yaitu mulut karena adanya rangsangan fisik yang ditimbulkan.
d. Bentuk makanan yang disajikan
Bentuk makanan terdiri dari berbagai macam tergantung dari
kebutuhannya. Bentuk makanan yang menarik dan serasi akan mempunyai daya tarik
tersendiri bagi orang yang memakannya (Syahmien Moehyi, 1992).
2.
Rasa Makanan
Cita
rasa makanan ditentukan oleh indera pengecap dan indera penciuman.
Komponen-komponen yang berperan dalam penentuan rasa makanan adalah aroma
makanan, bumbu makanan, kerenyahan / tingkat kematangan makanan dan
temperatur makanan.
a. Aroma makanan
Aroma makanan terbentuk karena senyawa yang menguap sebagai akibat dari
reaksi enzim. Aroma merupakan rasa dan bau yang sangat subjektif dan sangat
sulit untuk di ukur. Aroma yang disebarkan tersebut dapat menarik selera karena
merangsang indera penciuman. Faktor aroma dapat berupa bau dan rasa, misalnya
rasa manis, asam, pahit, asin, harum dan sebagainya (Astutik Pudjirahayu,
2001).
b. Bumbu makanan
Bumbu masakan akan memberikan cita rasa yang khas sehingga dapat
membangkitkan selera yang memakannya. Rasa yang diberikan oleh setiap
jenis bumbu itu akan berinteraksi dengan bahan lain sehingga timbul rasa baru
yang lebih nikmat. Bumbu masakan yang digunakan berupa rempah-rempah (cabe,
bawang merah, bawang putih, ketumbar, jintan) dan lain-lain sebagainya.
c. Kerenyahan makanan
Kerenyahan makanan adalah makanan yang setelah di masak akan enak dimakan,
kering tetapi tidak keras. Makanan yang renyah akan sangat berfungsi terhadap
cita rasa makanan. Tingkat kematangan merupakan faktor yang berpengaruh
terhadap cita rasa makanan (Syahmien Moehyi, 1992).
d. Suhu makanan
Makanan yang dihidangkan harus sesuai dengan suhunya karena akan
mempengaruhi cita rasa. Makanan yang dihidangkan terlalu panas maupun terlalu
dingin akan mempengaruhi sensitifitas syaraf pengecap terhadap cita rasa
(Syahmien Moehyi, 1992).
Hasil penelitian Annis Catur Adi dan Hermin Waskitorini di RSUD Kertosono
Kabupaten Nganjuk terhadap menunjukkan hasil bahwa rasa (bumbu, aroma, tekstur,
suhu), penampilan (warna, bentuk, besar porsi) dan variasi makanan termasuk
kategori cukup. Sisa makanan responden rata-rata sebesar 19,12% dari porsi
awal. Pada umumnya sisa makanan pokok, lauk nabati, sayur dan snack berada
dalam kategori cukup (10,1% - 50,0%), sedangkan sisa lauk pauk hewani dan buah
sudah berada dalam kategori sangat baik (<1,0%).
3.
Pelayanan Makanan
Pelayanan
makanan berarti mengantarkan atau menyajikan makanan dan minuman kepada pasien selama
pasien tersebut dirawat di rumah sakit. Pelayanan yang baik adalah menyediakan
dan mengantarkan makanan dengan cara yang efisien dan dikombinasikan dengan
teknik pelayanan yang cepat, penuh perhatian, dan sopan. Pelayanan yang cepat
dan menyenangkan akan mempengaruhi kepuasan pasien yang dilayani. Pelayanan
berkaitan erat dengan hubungan antar manusia. Oleh karena itu pelayanan harus
ramah dan memuaskan (Nursiah A Mukri, 1990)
Dube
tahun 1994 menyatakan, perasaan kepuasan pasien terhadap pelayanan gizi dapat
diidentifikasi menjadi tujuh dimensi yang mempengaruhi yaitu : kualitas
makanan, ketepatan waktu penyajian, reliabilitas pelayanan, temperatur makanan,
sikap petugas yang melayani pasien makan, sikap petugas distribusi makanan, dan
perlakuan lain terhadap pasien.
4.
Kebersihan Makanan
Makanan
yang baik harus memperhatikan aspek-aspek kesehatan. Makanan tersebut harus
aman bila dikonsumsi oleh pasien. Untuk mendapatkan makanan yang higiene maka
peralatan yang digunakan untuk memasak, tenaga pengolah dan cara pengolahan
yang benar harus diperhatikan (Soekresno, 2000).
Kebersihan
hidangan yang disajikan pada hakekatnya mencakup kebersihan makanan dan
minuman, yang merupakan hygiene makanan serta kebersihan dari lingkungan, yang
biasa disebut dengan sanitasi makanan. Sanitasi makanan tidak dapat dipisahkan
dengan sanitasi lingkungan karena sanitasi makanan merupakan usaha untuk
mengamankan dan menyelamatkan makanan agar tetap bersih, sehat dan aman (Retno
W dan Yuliansyah, 2002).
5.
Lama Perawatan
Perawatan
di rumah sakit akan berpengaruh terhadapap faktor internal penyebab stres
karena pasien harus menjalani kehidupan yang berbeda dengan apa yang dialaminya
sewaktu berada di rumahnya, seperti apa yang di makan, bagaimana makanan yang
disajikan, dengan siapa ia makan, ditambah lagi dengan hadirnya orang-orang
yang masih asing baginya yang mengelilingi setiap waktu seperti dokter,
perawat, dan petugas medis lainnya.
Semakin
lama pasien dirawat di rumah sakit kemampuan untuk beradabtasi dengan
lingkungan tempatnya dirawat semakin baik karena pasien sudah memahami dan
mengetahui situasi dan kondisi di rumah sakit dan juga penyakit pasien dari
hari ke hari akan mengalami perkembangan yang lebih baik.
Hasil
penelitian yang dilakukan Sumirah (1996) mengungkapkan bahwa responden
menunjukkan perilaku makan baik pada hari ke III dibandingkan dengan hari I dan
ke II, untuk makanan pokok sebesar 88,8%, lauk hewani 82,8% lauk nabati
76,3% dan sayur 80,0%. Perilaku makan adalah kegiatan dalam memenuhi kebutuhan
makanan untuk kebutuhan fisiologis, emosional dan sosial. Pola makan seseorang
secara budaya ditentukan oleh kegiatan makan sejak kecil yang dikenalkan
berulang-ulang dan diajarkan oleh keluarga, sehingga menjadi kebiasaan (Birch,
1998 ; Clark, 1998).
6.
Kondisi
Anoreksia
Anoreksia
adalah suatu keadaan adanya gangguan selera untuk mengkonsumsi makanan tertentu
yang lebih sering ditandai dengan adanya gejala mual dan muntah. Roger tahun
1999 menyatakan, ada beberapa faktor yang mempengaruhi macam dan jumlah makanan
itu dikonsumsi orang, antara lain rasa lapar, nafsu makan, rasa kenyang,
anoreksia, reaksi sensori berupa respon terhadap rasa, aroma, warna, bentuk dan
tekstur makanan, status sosial ekonomi yang akan mempengaruhi ketersediaan
pangan dan penilaian seseorang terhadap satu jenis makanan, pendidikan dan
pembelajaran tentang makanan yang diperaktekkan dalam kehidupan sehari-hari.
Menurut Kumaidi tahun 1994 pada
dasarnya ada dua faktor yang mempengaruhi kebiasan makan, yaitu pertama faktor
ektrinsik (lingkungan alam, lingkungan sosial, lingkungan budaya dan agama
serta ekonomi) dan yang ke dua faktor intrinsik (asosiasi emosional,
keadaan jasmani dan kejiwaan yang sedang sakit serta penilaian yang lebih
terhadap mutu makanan. Darmojo (1999) mengatakan bahwa nafsu makan dipengaruhi
oleh berbagai sebab seperti masalah fisik dan psikologis. Gangguan fungsi makan
dapat terjadi sebagai akibat penurunan fungsi alat pencernaan dan panca indera
yang disebabkan oleh penyakit, kekakuan dinding perut akibat sensitifitas yang
meningkat terhadap bahan makanan tertentu sehingga daya terima makanan pasien
berkurang.
1 komentar:
boleh gak saya dapatkan informasi siapa azwar (1990) dan muwarni )2004) tentang penilaian daya terima terhadap makanan.
saya butuh info judul buku atau apa ini..sebagai bahan skripsi saya..karna sampai saat ini saya belum mendapatkan literatur yang jelas tentang penilaian daya terima jika dilihat dari sisa makanan..mohon bantuannya..thanks a lot
Posting Komentar