Sabtu, 30 Juni 2012

Konsep Model Keperawatan Florence Nightingle


Inti konsep Florence Nightingale, pasien dipandang dalam kontek lingkungan secara keseluruhan, terdiri dari lingkungan fisik, lingkungan psikologis dan lingkungan sosial.
1.     Lingkungan fisik (physical enviroment)
Merupakan lingkungan dasar/alami yan gberhubungan dengan ventilasi dan udara. Faktor tersebut mempunyai efek terhadap lingkungan fisik yang bersih yang selalu akan mempengaruhi pasien dimanapun dia berada didalam ruangan harus bebas dari debu, asap, bau-bauan.

Tempat tidur pasien harus bersih, ruangan hangat, udara bersih, tidak lembab, bebas dari bau-bauan. Lingkungan dibuat sedemikian rupa sehingga memudahkan perawatan baik bagi orang lain maupun dirinya sendiri. Luas, tinggi penempatan tempat tidur harus memberikan memberikan keleluasaan pasien untuk beraktifitas. Tempat tidur harus mendapatkan penerangan yang cukup, jauh dari kebisingan dan bau limbah. Posiis pasien ditempat tidur harus diatur sedemikian rupa supaya mendapat ventilasi.
         
2.    Lingkungan psikologi (psychologi enviroment)
F. Nightingale melihat bahwa kondisi lingkungan yang negatif dapat menyebabkan stress fsiik dan berpengaruh buruk terhadap emosi pasien. Oleh karena itu ditekankan kepada pasien menjaga rangsangan fisiknya. Mendapatkan sinar matahari, makanan yang menarik dan aktivitas manual dapat merangsanag semua faktor untuk membantu pasien dalam mempertahankan emosinya.

Komunikasi dengan p[asien dipandang dalam suatu konteks lingkungan secara menyeluruh, komunikasi jangan dilakukan secara terburu-buru atau terputus-putus. Komunikasi tentang pasien yang dilakukan dokter dan keluarganya sebaiknya dilakukan dilingkungan pasien dan kurang baik bila dilakukan diluar lingkungan pasien atau jauh dari pendengaran pasien. Tidak boleh memberikan harapan yang terlalu muluk, menasehati yang berlebihan tentang kondisi penyakitnya.
Selain itu membicarkan kondisi-kondisi lingkungna dimana dia berada atau cerita hal-hal yang menyenangkan dan para pengunjung yang baik dapat memberikan rasa nyaman.

3.    Lingkungan sosial (social environment)
Observasi dari lingkungan sosial terutama huhbungan yang spesifik, kumpulan data-data yang spesifik dihubungkan dengan keadaan penyakit, sangat penting untuk pencegahan penyakit. Dengan demikian setiap perawat harus menggunakan kemampuan observasi dalam hubungan dengan kasus-kasus secara spesifik lebih dari sekedar data-data yang ditunjukkan pasien pada umumnya.

Seperti juga hubungan komuniti dengan lingkungan sosial dugaannya selalu dibicarakan dalam hubungna individu paien yaitu lingkungan pasien secara menyeluruh tidak hanya meliputi lingkungan rumah atau lingkungan rumah sakit tetapi juga keseluruhan komunitas yang berpengaruh terhadap lingkungan secara khusus.

Hubungan teori Florence Nightingale dengan beberapa konsep
1.     Hubungan teori Florence Nightingale dengan konsep keperawatan :
  1. Individu / manusia
Memiliki kemampuan besar untuk perbaikan kondisinya dalam menghadapi penyakit.
  1. Keperawatan
Berrtujuan membawa / mengantar individu pada kondisi terbaik untuk dapat melakukan kegiatan melalui upaya dasar untuk mempengaruhi lingkungan.
  1. Sehat / sakit
Fokus pada perbaikan untuk sehat.
  1. Masyarakaat / lingkungan
Melibatkan kondisi eksternal yang mempengaruhi kehidupan dan perkembangan individu, fokus pada ventilasi, suhuu, bau, suara dan cahaya.

2.    Hubungan teori Florence Nightingale dengan proses keperawatan
  1. Pengkajian / pengumpulan data
Data pengkajian Florence N  lebih menitik beratkan pada kondisi lingkungan (lingkungan fisik, psikhis dan sosial).
  1. Analisa data
Data dikelompokkan berdasarkan lingkungan fisik, sosial dan mental yang berkaitan dengan kondisi klien yang berhubungan dengan lingkungan keseluruhan.
  1. Masalah
Difokuskan pada hubungan individu dengan lingkungan misalnya :
§  Kurangnya informasi tentang kebersihan lingkungan
§  Ventilasi
§  Pembuangan sampah
§  Pencemaran lingkungan
§  Komunikasi sosial, dll
  1. Diagnosa keperawatan
Berrbagai maslah klien yang berhubungan dengan lingkungan antara lain :
§  Faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap efektivitas asuhan.
§  Penyesuaian terhadap lingkungan.
§  Pengaruh stressor lingkungan terhadap efektivitas asuhan.
  1. Inplementasi
Upaya dasar merubah / mempengaruhi lingkungan yang memungkinkan terciptanya kondisi lingkungan yang baik yang mempengaruhi kehidupan, perrtumbuhan dan perkembangan individu.
  1. Evaluasi
Mengobservasi dampak perubahan lingkungan terhadap kesehatan individu.

3.    Hubungan teori Florencen Nightingale dengan teori-teori lain :
  1. Teori adaptasi
Adaptasi menunjukkan penyesuaian diri terhadap kekuatan yang melawannya. Kekuatan dipandang dalam konteks lingkungan menyeluruh yang ada pada dirinya sendiri. Berrhasil tidaknya respon adapatsi seseorang dapat dilihat dengan tinjauan lingkungan yang dijelaskan Florence N.
Kemampuan diri sendiri yang alami dapat bertindak sebagai pengaruh dari lingkungannya berperanpenting pada setiap individu dalam berespon adaptif atau mal adaptif.
  1. Teori kebutuhan
Menurut Maslow pada dasarnya mengakui pada penekanan teori Florence N, sebagai conoth kebuuthan oksigen dapat dipandang sebagai udara segar, ventilasi dan kebutuhanlingkungan yang aman berhubungan dengan saluran yang baik dan air yang bersih.
Teori kebutuhan menekankan bagaimana hubungan kebutuhan yang berhubungan dengan kemampuan manusia dalam mempertahankan hidupnya.
  1. Teori stress
Stress meliputi suatu ancaman atau suatu perubahan dalam lingkungan, yang harus ditangani. Stress dapat positip atau negatip tergantung pada hasil akhir. Stress dapat mendorong individu untuk mengambil tindakan positip dalam mencapai keinginan atau kebutuhan.
Stress juga dapat menyebabkan kelelahan jika stress begitu kuat sehingga individu tidak dapat mengatasi. Florence N, menekankan penempatan pasien dalamlingkungan yang optimum sehingga akan menimumkan efek stressor, misalnya tempat yang gaduh, membangunkan pasien dengan tiba-tiba, ,semuanya itu dipandang sebagai suatu stressor yang negatif. Jumlah dan lamanya stressor juga mempunyai pengaruh kuat pada kemampuan koping individu.

Kamis, 14 Juni 2012

Asuhan Keperawatan Ablasio Retina


Lihat Juga : Konsep Penyakit Ablasio Retina
Fokus pengkajian :
-          Klien mengeluh ada bayangan hitam bergerak
-          Gangguan lapangan pandang
-          Melihat bendan bergerak seperti tirai
-          Bila mengenai makula visus sentral  sangat menurun
-          Terjadi secar tiba-tiba/perlahan-lahan
-          Pemeriksaan funduskopi, blade, tear, hole
-          Diperlukan tindakan pembedahan/operasi.

Diagnosa perawatan Pre-operasi yang mungkin terjadi
Perubahan persepsi sensori melihat berhubungan dengan efek dari lepasnya saraf sensori dari retina.
Tujuan :
Tidak terjadi kehilangan penglihatan yang berlanjut.
Kriteria :
- Klien memahami pentingnya parawatan yang intensif/bedrest total.
- Klien mampu menjelaskan resiko yang akan terjadi sehubungan dengan penyakitnya.
Rencana Intervensi :
INTERVENSI
RASIONAL
Anjurkan klien untuk bedrest total
Agar lapisan saraf yang telepas tidak bertambah parah.
Berikan penjelasan tujuan bedrest total
Agar klien mematuhi dan mengerti maksud pemberian /perlakuan bedrest total.
Hindari pergerakan yang mendadak, meng-
hentakkan kepala,menyisir,batuk,bersin, muntah
Mencegah bertamabh parahnya lapisan saraf retina yang  terlepas  .
Jaga kebersihan mata
Mencegah terjadinya infeksi,agar mem permudah pemeriksaan dan tindakan operasi.
Berikan obat tetes mata midriatik-sikloplegik dan obat oral sesuai anjuran dokter.
Diharapkan dengan pembnerian obat-obat
Kondisi penglihatan dapat dipertahankan/
Dicegah agar tidak menjadi parah


Ansietas yang berhubungan dengan ancaman  kehilangan penglihatan
Tujuan :
Kecemasan berkurang
Kriteria :
- Klien mampu menggambarkan ansietas dan pola kopingnya.
- Klien mengerti tentang tujuan perawatan yang diberikan/dilakukan.
- Klien memahami tujuan operasi, pelaksanaan operasi, pasca operasi, prognosisnya (bila dilakukan operasi).
Rencana Intervensi :
INTERVENSI
RASIONAL
Kaji tingkat ansietas : ringan,sedang,berat,panik
Untuk mengetahui sampai sejauh mana tingkat kecemasan klien sehingga memu-dahkan penanganan/pemberian askep se-lanjutnya.
Berikan kenyaman dan ketentraman hati
Agar klien tidak terlalu memikirkan penyakitnya.
Berikan penjelasan mengenai prosedur perawatan,perjalanan penyakit & progno-sisnya.
Agar klien mengetahui/memahami bahwa ia benar sakit dan perlu dirawat.
Berikan/tempatkan alat pemanggil yang mudah dijangkau oleh klien
Agar klien merasa aman dan terlindungi saat memerlukan bantuan.
Gali intervensi yang dapat menurunkan ansietas.
Untuk mengetahui cara mana yang efektif untuk menurunkan/mengurangi ansietas.
Berikan aktivitas yang dapat menurunkan kecemasan/ketegangan.
Agar klien dengan senang hati melakukan aktivitas karena sesuai dengan keinginan-nya dan tidak bertentangan dengan prog-ram perawatan.

Resiko terhadap ketidak efektifan penatalaksanaan program teapeutik yang berhubung-an dengan ketidak cukupan pengetahuan tentang aktivitas yang diperbolehkan dan yang dibatasi, obat-obatan,komplikasi dan perawatan tindak lanjut.
Tujuan :
 Klien mampu berintegrasi dengan program terapeutik yang direncanakan/dilakukan untuk pengobatan, akibat dari penyakit dan penurunan situasi berisiko (tidak aman, polusi).
Kriteria :
-  Klien mengungkapkan ansietas berkurang tentang ketakutan karena ketidak tahuan, kehilangan kontrol atau kesaahan persepsi.
- Menggambarkan proses penyakit, penyebab dan faktor penunjang pada gejala dan aturan untuk penyakit atau kontrol gejala.
-    Mengungkapkan maksud/tujuan untuk melakukan perilaku kesehatan yang diperlukan dan keinginan untuk pulih dari penyakit dan pencegahan kekambuhan atau komplikasi.

Rencana Intervensi :
INTERVENSI
RASIONAL
Identifikasi faktor-faktor penyebab yang menghalangi penata laksanaan program terapeutik yg efektif.
Agar diketahui penyebab yg mengha-langi sehingga dpt segera diatasi sesuai prioritas.
Bangun rasa percaya diri.
Agar klien mampu melakukan aktifitas sendiri/dengan bantuan orang lain tanpa mengganggu program perawatan.
Tingkatkan rasa percaya diri dan kemampuan diri klien yang positif.
Agar klien mampu dan mau melakukan/ melaksanakan program perawatan yang dianjurkan tanpa mengurangi peran ser-tanya dalam pengobatan/ perawatan diri-nya.
Jelaskan dan bicarakan: proses penyakit, aturan pengobatan/perawatan,efek sam-ping prognosis penyakitnya.
Klien mengerti dan menyadari bahwa penyakitnya memerlukan suatu tindakan & perlakuan yang tidak menyenangkan.

Ablasio Retina


Merupakan penyakit mata gawat darurat, penderita mengeluh ada kabut dilapangan pandangnya secara mendadak seperti selubung  hitam. Kalau mengenai makula lutea maka visusnya mundur sekali, bila ditanya mungkin ditemukan gejala ada bintik hitam sebelumnya dan penderita miopia tinggi.
Ablasia retina adalah suatu penyakit dimana lapisan sensorik dari retina lepas. Lepasnya bagian sensorik retina ini biasanya hampir selalu didahului oleh terbentuknya robekan atau lubang didalam retina (P.N Oka, 1993), lepasnya lapisan saraf retina dari epitelium.  Penyakit ini  harus dioperasi, penderita tidak boleh terlalu banyak  bergerak  dan goyang supaya bagian retina yang sudah lepas, tidak bertambah lepas lagi.
Ada 2 tipe ablasio retina :
  1. Non rhemathogen retina detachmen :
a.       Malignancy hypertensi
b.      Choriodal tumor
c.       Chorioditis
d.      Retinopati
  1. Rhemathogen retina detachmen :
a.       Trauma
b.       Degenerasi
c.       Kelainan vitreus
Etiologi :
Ablasio retina dapat terjadi secara spontan  atau sekunder setelah trauma, akibat adanya robekan pada retina, cairan masuk kebelakang dan mendorong retina (rhematogen) atau terjadi penimbunan eksudat dibawah retina sehingga retina terangkat (non rhegmatogen), atau tarikan jaringan parut pada badan kaca (traksi).  Penimbunan eksudat terjadi akibat penyakit koroid, misalnya skleritis, koroiditis, tumor retrobulbar, uveitis dan toksemia gravidarum.  Jaringan parut pada badan kaca dapat disebabkan DM,  proliferatif, trauma, infeksi atau pasca bedah.

Faktor predisposisi :
Mata dengan miopia tinggi, pasca retinitis,ekstraksi katarak dan retina yang memperlihatkan degenerasi diperifer.
Manifestasi klinis :
Tabir yang menutupi penglihatan dan seperti melihat pijaran api, penglihatan menurun secara bertahap sesuai dengan daerah yang terkena, bila makula yang terkena maka daerah sentral yang terganggu.
Pemeriksaan penunjang :
Pada pemeriksaan Funduskopi terlihat retina yang terangkat berwarna pucat dan adanya retina yang berwarna merah, sering ditemukan pada daerah temporal superior. Bila bola mata bergerak terlihat robekan retina bergoyang, terdapat defek aferen pupil tekanan bola mata rendah. Bila tekanan bila mata meningkat maka terjadi glaukoma neomuskular pada Ablasi yang lama.
Penatalaksanaan :
Menghindari robekan lebih lanjut dengan memperhatikan penyebabnya, seperti :Foto koagulasi laser, krioterapi,retinopexy pneumatic, bila terjadi akibat jaringan parut dilaku kan vitrektomi, scleral buckling atau injeksi gas intraokuler.
Usaha Pre-operatif :
Sedikitnya 5 – 7 hari sebelum operasi, penderita sudah harus masuk rumah sakit, harus tirah baring sempurna (Bedrest total).  Kepala dan mata tidak boleh digerakan, mata harus di tutup segera, segala keperluan pen-derita dibantu. Kedua mata ditetesi midriatik sikloplegik seperti: Atropin tetes 1 % jangan menggunakan obat-obat mata dalam bentuk salep mata karena akan menghalangi jalannya operasi (kornea akan keruh akibat salep).  Persiapan lainnya sama dengan persiapan operasi katarak, operasi ablasio retina mengguna kan anestesi umum tetapi bila menggunakan anestesi lokal maka 1 jam sebelum operasi diberikan luminal (100 mg) atau largactil (100 mg) IM, kemudian ½ jam sesudahnya diberi pethidine (50 mg) dan phenergan (25 mg) IM.
Usaha Post-operatif :
            Faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam perawatan adalah posisi kepala, per-gerakan mata, obat-obat, lamanya mobilisasi dan pemeriksaan lanjutan (follow –up). Posisi kepala dan badan, arah miringnya kepala, tergantung posisi/keadaan sewaktu operasi yaitu kearah mana punksi cairan subretina dilakukan. Pada robekan yang sangat besar, posisi kepala dan badan  dipertahankan sedikitnya 12 hari.  Pergerakan mata, bila operasi dilakukan dengan kombinasi cryo atau diathermi koagulasi dengan suatu implant atau scleral buckling, maka kedua mata ditutup selama 48 – 72 jam sedang badan boleh bergerak untuk mencegah pergerakan matanya. Bila hanya menggunakan cryo atau diathermi saja mata ditutup selama 48 jam samapai cairan subretina diabsobsi. Bila robekan belum semua tertutup, maka kedua mata harus ditutup selama 12 – 14 hari, retina menempel kembali dengan kuat pada akhir minggu ketiga setelah operasi, karena itu selama periode 3 minggu itu diberikan instruksi sebagai berikut :
-          Jangan membaca.
-          Melihat televisi hanya boleh dari jarak 3 meter.
-          Mata diusahakan untuk melihat lurus kedepan, bila berkendaran hendaknya mata di tutup.
Obat – obat :
Selama 24 jam post-operasi diberikan obat anti nyeri (analgesik) 3 X 500 mg, bila mual muntah berikan obat anti muntah.  Sesudah 24 jam tidak perlu diberikan obat-obat, kecuali bila merasa sakit.  Penggantian balut dilakukan setelah 24 jam, saat itu mata ditetesi dengan Atropin tetes steril 1 %.  Bila kelopak mata bengkak, diberikan Kortikosteroid lokal disertai babat tindih (druk verban) dan kompres dingin. 
Follow Up:
Setelah pulang, penderita kontrol tiap 1 minggu, 3 minggu, 6 minggu kemudian tiap 3, 6 dan 12 bulan.  Refraksi stabil setelah 3 bulan pasca bedah.  Visus terlihat kemajuannya setelah 1 tahun pasca bedah.
Prognosis :
90 % detachmen retina setelah enam bulan melekat baik tidak akan lepas lagi.

Lihat Juga Asuhan Keperawatan Ablasio Retina