Senin, 07 Mei 2012

Osteoporosis


A.    DEFINISI
osteoporosis adalah penyakit yang ditandai dengan berkurangnya massa tulang dan adanya perubahan mikroarsitektur jaringan tulang. Osteoporosis bukan hanya berkurangnya kepadatan tulang tetapi juga penurunan kekuatan tulang. Pada osteoporosis kerusakan tulang lebih cepat daripada perbaikan yang dilakukan oleh tubuh. Osteoporosis sering disebut juga dengan keropos tulang. Tulang-tulang yang sering mengalami fraktur/patah yaitu : tulang ruas tulang belakang, tulang pinggul, tungkai dan pergelangan lengan bawah. (WHO)
Osteoporosis merupakan penyakit metabolisme tulang yang ditandaipengurangan massa tulang, kemunduran mikroarsitektur tulang dan fragilitastulang yang meningkat, sehingga resiko fraktur menjadi lebih besar. Insidenosteoporosis meningkat sejalan dengan meningkatnya populasi usia lanjut (Adam,2002; Kaniawati, 2003; Hammett, 2004; Sennang, 2006).
Osteoporosis merupakan penyakit tulang yang ditandai dengan berkurangnya massa tulang, sehingga tulang menjadi rapuh dan resiko terjadinya patah tulang meningkat. Dalam keadaan Fisiologis/normal, tulang kita juga mengalami pengeroposan yang diikuti dengan pembentukan sel-sel tulang baru di bagian tulang yang keropos, sedangkan pada penyakit tulang osteoporosis, pengeroposan tulang terjadi berlebihan dan tidak diikuti proses pembentukan yang cukup sehingga tulang jadi lebih tipis dan rapuh. (artikel kesehatan)
Osteoporosis adalah penyakit tulang yang mempunyai sifat-sifat khas berupa massa tulang yang rendah, disertai mikro arsitektur tulang dan penurunan kualitas jaringan tulang yang dapat akhirnya menimbulkan kerapuhan tulang. (Wikipedia)

Osteoporosis pada tulang belakang dapat menyebabkan masalah serius bagi perempuan. Sebuah fraktur di daerah ini terjadi dari hari-hari kegiatan seperti naik tangga, mengangkat benda, atau membungkuk ke depan
1.      Miring bahu
2.      Kurva di bagian belakang
3.      Tinggi badan
4.      Nyeri punggung
5.      Postur membungkuk
6.      Perut buncit
Osteoporosis dapat terjadi pada setiap tulang Anda, tetapi yang paling umum di pergelangan tangan, pinggul, dan tulang belakang, juga disebut tulang belakang Anda. Vertebra penting karena tulang menopang tubuh Anda untuk berdiri dan duduk tegak

B.     KLASIFIKASI
1.      Osteoporosis primer
Osteoporosis primer sering menyerang wanita paska menopause dan juga pada pria usia lanjut dengan penyebab yang belum diketahui.
Osteoporosis postmenopause merupakan osteoporosis tipe I pada wanita usia 51-65 tahun. Secara patogenesis terjadi ketidakseimbangan prosesremodeling tulang antara resorpsi yang meningkat dengan cepat dan formasitulang berjalan relatif lebih lambat. (Lindsay, 2001; Djokomoeljanto 2003; Raisz,2005; Adnan, 2008)
2.      Osteoporosis sekunder
osteoporosis sekunder disebabkan oleh penyakit yang berhubungan dengan :
a.      Cushing's disease
b.      Hyperthyroidism
c.       Hyperparathyroidism
d.     Hypogonadism
e.      Kelainan hepar
f.        Kegagalan ginjal kronis
g.      Kurang gerak
h.      Kebiasaan minum alcohol
i.        Pemakai obat-obatan/corticosteroid
j.        Kelebihan kafein
k.      Merokok
3.      Osteoporosis anak
Osteoporosis pada anak disebut juvenile idiopathic osteoporosis.

C.    ETIOLOGI
1.      Osteoporosis postmenopausal
terjadi karena kekurangan estrogen (hormon utama pada wanita), yang membantu mengatur pengangkutan kalsium ke dalam tulang pada wanita. Biasanya gejala timbul pada wanita yang berusia di antara 51-75 tahun, tetapi bisa mulai muncul lebih cepat ataupun lebih lambat. Tidak semua wanita memiliki risiko yang sama untuk menderita osteoporosis postmenopausal, wanita kulit putih dan daerah timur lebih mudah menderita penyakit ini daripada wanita kulit hitam.
2.      Osteoporosis senilis
terjadi karena kekurangan kalsium yang berhubungan dengan usia dan ketidakseimbangan di antara kecepatan hancurnya tulang dan pembentukan tulang yang baru. Senilis berarti bahwa keadaan ini hanya terjadi pada usia lanjut. Penyakit ini biasanya terjadi pada usia di atas 70 tahun dan 2 kali lebih sering menyerang wanita. Wanita seringkali menderita osteoporosis senilis dan postmenopausal.
Kurang dari 5% penderita osteoporosis juga mengalami osteoporosis sekunder, yang disebabkan oleh keadaan medis lainnya atau oleh obat-obatan.Penyakit ini bisa disebabkan oleh gagal ginjal kronis dan kelainan hormonal (terutama tiroid, paratiroid dan adrenal) dan obat-obatan (misalnya kortikosteroid, barbiturat, anti-kejang dan hormon tiroid yang berlebihan). Pemakaian alkohol yang berlebihan dan merokok bisa memperburuk keadaan ini.
3.      Osteoporosis juvenil idiopatik
merupakan jenis osteoporosis yang penyebabnya tidak diketahui. Hal ini terjadi pada anak-anak dan dewasa muda yang memiliki kadar dan fungsi hormon yang normal, kadar vitamin yang normal dan tidak memiliki penyebab yang jelas dari rapuhnya tulang.

D.    FAKTOR RESIKO
Menurut WHO, Faktor resiko yang memudahkan Osteoporosis:
1.      Asupan zat gizi yang tidak seimbang khususnya kurang kalsium dan vitamin D
2.      Proses penuaan
3.      Faktor keturunan
Menurut artikel kesehatan, factor resiko osteoporosis,yaitu:
a.      Wanita. Resiko osteoporosis pada wanita lebih tinggi daripada pria karena, umumnya massa tulangnya lebih kecil dan proses menopause pada Wanita.
b.      Usia. Resiko osteoporosis meningkat 1-2 kali setiap bertambah usia 10 tahun
c.       Kebiasaan merokok dan konsumsi minuman beralkohol
d.     Ras Asia dan Kaukasia beresiko tinggi untuk mengalami osteoporosis daripada ras Afrika.
e.      Genetik. Riwayat osteoporosis atau patah tulang di usia lebih dari;50 tahun pada keluarga juga merupakan faktor resiko osteoporosis.
f.        Penyakit kronis seperti diabetes, penyakit hati, ginjal,dapat meningkatkan resiko osteoporosis.
g.      Asupan kalsium dan vitamin D yang kurang adalah faktor resiko penting dalam osteoporosis
h.      Penggunaan obat-obatan seperti steroid, obat anti kejang (Phenobarbital dan; Phenytoin), antasida yang mengandung aluminium, metotreksat, siklosporin A merupakan faktor resiko osteoporosis karena menyebabkan pengeluaran kalsium dari tulang dalam jumlah banyak.

E.     MENIFESTASI KLINIS
Adapun gejala-gejala dari osteoporosis (WHO),yaitu:
1.      Sakit punggung (semakin parah jika telah terjadi patah tulang)
2.      Nyeri tulang (atau biasa orang awam kenal dengan sensasi ngilu)
3.      Fraktur
4.      Fraktur umumnya terjadi ketika penyakit ini sudah dalam tahap lanjut, di mana penipisan tulang yang parah dan kerusakan sudah terjadi.
5.      Tinggi berkurang (akibat pembungkukan tulang), Postur bungkuk (kifosis)
6.      Sakit leher (semakin parah jika terjadi patah tulang belakang)          
Gejala-gejala osteoporosis menurut para tim medis lain,yaitu:
a.      Nyeri tulang akut.. Nyeri terutama terasa pada tulang belakang, nyeri dapat dengan atau tanpa fraktur yang nyata dan nyeri timbul mendadak.
b.      Nyeri berkurang pada saat beristirahat di tempat tidur
c.       Nyeri ringan pada saat bangun tidur dan akan bertambah bila melakukan aktivitas
d.     Deformitas tulang. Dapat terjadi fraktur traumatic pada vertebra dan menyebabkan kifosis angular yang menyebabkan medulla spinalis tertekan sehingga dapat terjadi paraparesis.
e.      Gambaran klinis sebelum patah tulang, klien (terutama wanita tua) biasanya datang dengan nyeri tulang belakang, bungkuk dan sudah menopause sedangkan gambaran klinis setelah terjadi patah tulang, klien biasanya datang dengan keluhan punggung terasa sangat nyeri (nyeri punggung akut), sakit pada pangkal paha, atau bengkak pada pergelangan tangan setelah jatuh.
f.        Kecenderungan penurunan tinggi badan
g.      Postur tubuh kelihatan memendek
F.      PATOFISIOLIGI
Osteoforosis terjadi karena adanya interaksi yang menahun antara factor genetic dan factor lingkungan.
1.      Factor genetic meliputi:
usia jenis kelamin, ras keluarga, bentuk tubuh, tidak pernah melahirkan.
2.      Factor lingkungan meliputi:
merokok, Alcohol, Kopi, Defisiensi vitamin dan gizi, Gaya hidup, Mobilitas, anoreksia nervosa dan pemakaian obat-obatan.
Kedua factor diatas akan menyebabkan melemahnya daya serap sel terhadap kalsium dari darah ke tulang, peningkatan pengeluaran kalsium bersama urin, tidak tercapainya masa tulang yang maksimal dengan resobsi tulang menjadi lebih cepat yang selanjutnya menimbulkan penyerapan tulang lebih banyak dari pada pembentukan tulang baru sehingga terjadi penurunan massa tulang total yang disebut osteoporosis.
Di samping penuaan dan menopause, penipisan tulang diakibatkan oleh pemberian steroid sehingga mengakibatkan penurunan pembentukan tulang (bone formation) dan peningkatan resorpsi tulang (bone resorption). Steroid menghambat sintesis kolagen tulang oleh osteoblast yang telah ada, dan mencegah transformasi sel-sel prekursor menjadi osteoblast yang dapat berfungsi dengan baik. Di samping itu, steroid juga sangat mereduksi sintesis protein. Gambaran histomorfometrik menunjukkan penurunan tingkat aposisi mineral, dan penipisan dinding tulang, yang diduga karena umur osteoblast yang semakin pendek. Efek steroid terhadap osteoblast juga melalui gangguan atas respons osteoblast terhadap hormon paratiroid, prostaglandin, sitokin, faktor pertumbuhan, dan 1,25-dihydrozy vitamin D. Sintesis dan aktivitas faktor-faktor parakrin lokal mungkin juga terganggu. Dibandingkan proses penuaan, penipisan tulang dalam osteoporosis akibat steroid lebih luas, karena permukaan-permukaan yang mengalami resorpsi dan hambatan formasi tulang juga lebih luas.
Berbeda dengan efek steroid atas pembentukan tulang, penelitian mengenai gangguan resorpsi tulang masih terbatas. Diduga, pengaruh steroid terhadap resorpsi tulang berlangsung melalui hormon paratiroid. Penelitian pada hewan percobaan menunjukkan bahwa setelah pengangkatan kelenjar paratiroid, respons osteoklastik terhadap steroid sepenuhnya hilang, sehingga disimpulkan bahwa resorpsi tulang terutama dikendalikan oleh hormon paratiroid. Namun, kebanyakan penelitian pada manusia tidak menemukan peningkatan kadar hormon paratiroid setelah pemberian terapi steroid. Penelitian lain menemukan peningkatan fragmen-fragmen hormon paratiroid, tetapi kadar hormon yang utuh tidak terpengaruh.
Efek steroid terhadap absorpsi kalsium dalam usus tidak sama di setiap segmen-segmen usus tidak sama. Absorpsi di duodenum lebih kecil, tetapi absorpsi di kolon meningkat. Di samping penurunan absorpsi kalsium, steroid dapat meningkatkan ekskresi kalsium dalam urine. Pada pasien dengan pemberian steroid jangka panjang, hiperkalsiuria kemungkinan besar akibat mobilisasi kalsium di tulang-tulang dan penurunan reabsorpsi kalsium di tubuli renal. Steroid mungkin mengganggu metabolisme vitamin D, walaupun dugaan ini belum didasari bukti kuat. Kadar 1,25 dihydroxyvitamin D dalam serum menurun akibat pemberian steroid, tetapi perubahan dari 25-hydroxyvitamin D menjadi 1,25 dihydroxyvitamin D tidak mengalami perubahan.
Steroid eksogen akan menghambat sekresi gonadotropin dari hipofisis, sehingga fungsi gonad terganggu. Akibatnya, produksi estrogen dan testosteron menurun. Steroid menghambat sekresi LH, dan menurunkan produksi estrogen yang difasilitasi oleh FSH. Efek steroid yang lain adalah menurunkan sekresi hormon seks adrenal. Defisiensi estrogen dan pemakaian steroid saling memperkuat efek terhadap laju penipisan tulang. Ketika bone thinning terjadi, bagian trabekular lebih dulu terpengaruh dibandingkan bagian kortikal. Dengan demikian fraktur lebih sering terjadi di tulang-tulang pipih.
Hiperkalsiuria dan bone thinning terjaadi dalam 6 bulan sampai 12 bulan seterlah pemakaian steroid eksogen. Setelah itu, laju penipisan tulang melambat hingga 2 sampai 3 kali dibandingkan keadaan normal. Risiko osteoporosis akibat steroid juga meningkat ketika dosis yang diberikan lebih tinggi. Belum jelas, apakah risiko timbul akibat pemberian dosis steroid yang lebih tinggi (prednison > 7,5 mg/d) dalam jangka waktu pendek (< 6 bulan), atau dosis yang rendah (prednison < 7,5 mg/d) tetapi dalam waktu lebih lama (> 6 bulan). Yang jelas, risiko osteoporosis meningkat dengan dosis kumulatif steroid lebih tinggi. Secara umum, dosis yang rendah lebih aman dibandingkan dosis tinggi, namun tidak jelas berapa dosis yang benar-benar aman. Laju penipisan tulang bisa meningkat hanya dengan pemberian 5-10 mg prednison setiap hari dan juga dengan steroid melalui inhalasi. Pemberian steroid dalam dosis berapapun perlu disertai dengan penilaian risiko osteoporosis dan pemantauan secara terus-menerus untuk mencegah fraktur.
Secara skematis, patofisiologi osteoporosis akibat pemberian steroid dapat digambarkan sebagai 2 proses utama. Proses yang pertama adalah penurunan pembentukan tulang dan kenaikan resorpsi tulang. Terapi steroid secara kronik menurunkan umur osteoblast dan meningkatkan apoptosis. Pemberian steroid juga meningkatkan maturasi dan kegiatan osteoclast dan mengakibatkan antiapoptotik secara langsung. Dengan menurunkan absorpsi kalsium dari usus dan meningkatkan ekskresi kalsium urine, steroid mengakibatkan resoprsi tulang dan hiperparatiroidisme sekunder. Steroid menghambat produksi hormon steroid seksual dan sekresi dari adrenal, ovarium dan testis yang juga mengakibatkan resorpsi tulang. 

G.    KOMPLIKASI
Osteoporosis mengakibatkan tulang secara progresif menjadi panas, rapuh dan mudah patah. Osteoporosis sering mengakibatkan fraktur. Bisa terjadi fraktur kompresi vertebra torakalis dan lumbalis, fraktur daerah kolum femoris dan daerah trokhanter, dan fraktur colles pada pergelangan tangan.

H.    PENATALAKSAAN
1.      Diet kaya kalsium dan vitamin D yang mencukupi sepanjang hidup, dengan peningkatan asupan kalsium pada permulaan umur pertengahan dapat melindungi terhadap demineralisasi tulang
2.      Pada menopause dapat diberikan terapi pengganti hormone dengan estrogen dan progesterone untuk memperlambat kehilangan tulang dan mencegah terjadinya patah tulang yang diakibatkan.
3.      Medical treatment, oabt-obatan dapat diresepkan untuk menangani osteoporosis termasuk kalsitonin, natrium fluoride, dan natrium etridonat
4.      Pemasangan penyangga tulang belakang (spinal brace) untuk mengurangi nyeri punggung

I.       PEMERIKSAAN PENUNJANG
1.      Pemeriksaan laboratorium (misalnya : kalsium serum, fosfat serum, fosfatase alkali, eksresi kalsium urine,eksresi hidroksi prolin urine, LED).
Pemeriksaan ini untuk menilai kecepatan bone turnover.
Penilaian bone turnover rate dilakukan dengan membandingkan aktivitas formasi tulang dengan aktivitas resorpsi tulang. Apabila aktivitas pembentukan/formasi tulang lebih kecil dibandingkan dengan aktivitas resorpsi tulang maka pasien ini memiliki risiko tinggi terhadap osteoporosis. Evaluasi biokimia ini dilakukan  melalui pemeriksaan darah dan urine pagi hari.
a.      Petanda untuk menilai aktivitas pembentukan tulang (bone formation)
o   Osteocalcin yaitu protein yang dihasilkan oleh osteoblas dyang berfungsi membantu proses mineralisasi tulang.
o   Alkali fosfatase tulang yaitu enzim yang dihasilkan osteoblas yang berfungsi sebagai katalisator proses mineralisasi tulang.
b.     Petanda untuk menilai aktivitas resorpsi tulang (bone resorption)
o   Deoxypyridinolin/ β-Crosslink yaitu protein penguat mekanik tulang yang dilepaskan ke dalam peredaran darah dan dikeluarkan melalui urin jika terjadi proses resorpsi/ penyerapan tulang.
o   CTx (C-Telopeptide) yaitu hasil pemecahan protein kolagen tipe 1 yang spesifik untuk tulang. Selain itu, pemeriksaan kadar CTx dan deoxypyridinolin dapat digunakan untuk menilai/pemantauan keberhasilan terapi (sebelum pemeriksaan densitas mineral tulang berikutnya).
2.      Radiologi
Pemeriksaan radiologi vertebra torakalis dan lumbalis AP dan lateral dilakukan untuk mencari adanya fraktur. Nilai diagnostik pemeriksaan radiologi biasa untuk mendeteksi osteoporosis secara dini kurang memuaskan karena pemeriksaan ini baru dapat mendeteksi osteoporosis setelah terjadi penurunan densitas massa tulang lebih dari 30%.
3.      Pemeriksaan bone densitometri (DEXA)
Pemeriksaan densitometri tulang dilakukan menggunakan alat DEXA. Biasanya digunakan untuk mengukur densitas massa tulang pada daerah lumbal, femur proksimal, lengan bawah distal dan seluruh tubuh.  Secara rutin, untuk diagnosis osteoporosis cukup diperiksa densitometri pada vertebra lumbal dan pangkal paha (femur proksimal). Bila terdapat keterbatasan biaya, dapat dipertimbangkan pemeriksaan hanya pada 1 daerah, yaitu pada daerah lumbal untuk wanita yang berumur kurang dari 60 tahun, atau daerah pangkal paha (femur proksimal) pada wanita yang berumur lebih dari 60 tahun dan pada pria.
Alat pemeriksaan Densitometri
mendiagnosis osteoporosis, digunakan T-score. T score yang kurang dari 1 SD dibawah nilai rata-rata BMD normal memiliki risiko fraktur dua kali lipat. Untuk osteoporosis sekunder, nilai Z-score < [-] 2 sangat penting dalam penegakkan diagnosis.

Lihat Juga Asuhan Keperawatan Osteoporosis

0 komentar:

Posting Komentar