A. Pengertian
Patricia D. Barry
(1998:140), menyatakan bahwa marah adalah suatu keadaan yang merupakan campuran
perasaan frustasi dan benci atau marah. Hal ini didasari karena emosi secara
mendalam dari setiap orang sebagai bagian penting dari keaadaan emosional kita
yang di proyeksikan ke lingkungan, kedalam diri atau secara destruktif.
Marah merupakan
perasaan jengkel yang timbul sebagai respon terhadap kecemasan / kebutuhan yang tidak terpenuhi yang
dirasakan sebagai ancaman (Stuart & Sundeen, 1995).
Perilaku kekerasan
adalah perilaku individu yang dapat membahayakan orang, diri sendiri baik secar
fisik, emosional, dan atau seksualitas (Nanda, 2005).
Perilaku kekerasan
atau agresif merupakan suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk melukai
seseorang secara fisik maupun psikologis (Berkowitz, 1993 dalam Depkes, 2000).
Kemarahan adalah
perasaan jengkel yang timbul sebagai respon terhadap kecemasan yang dirasakan
sebagai ancaman (Keliat, 1996).
Agresi berkaitan
dengan trauma pada masa anak pada saat merasa lapar, kedinginan, basah, atau
merasa tidak nyaman. Bila kebutuhan tersebut tidak terpenuhui secara terus
menerus, maka ia akan menampakkan reaksi berupa menangis, kejang, atau
kontraksi otot, perubahan ekspresi warna kulit, bahkan mencoba menhan napasnya.
Setelah anak
berkembang dewasa ia menampkan reaksi yang lebih keras pada saat
kebutuhan-kebutuhannya tidak terpenuhi. Seperti tempertantrum, melempar,
menjerit, menahan napas, mencakar, merusak atau bersikap agresif pada
bonekanya. Bila Reward and punishment tidak dilakukan maka ia cenderung
menganggap perbuatan tersebut benar.
Bila kontrol
lingkungan seputar anak tidak berfungsi, maka reaksi agresi tersebut bertambah
kuat sampai dewasa. Sehingga apabila ia merasa benci atau frustasi dalam
mencapai tujuan ia akan bertindak agresif. Hal ini bertambah apabila ia merasa
kehilangan orang-orang yang dicintai yang berarti. Tetapi pelan-pelan ia akan
belajar mengontrol dirinya dengan norma dan etika dari dalam dirinya yang
dia adopsi dari pendidikan dan lingkungan sekitarnya. Ia belajar mana yang baik
dan mana yang tidak baik. Sehingga pola asuh dan orang-orang terdekat sekitar
lingkungan akan sangat berarti. Perilaku kekerasan itu sendiri sering
dipandang sebagai suatui rentang, dimana agresif verbal di suatu sisi dan
perilaku kekerasan (violence) di sisi lain.
B. Rentang Respon Marah
Tindakan kekerasan
adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang dapat
membahayakan fisik, baik kepada diri sendiri maupun ornag lain. Sering disebut
juga gaduh gelisah atau amuk dimana seseorang marah berespon terhadap suatu
stressor dengan gerkan motorik yang tidak dikontrol.
1.
Asertif
Mampu menyatakan rasa marah tanpa menyakiti orang lain dan
merasa lega.
2.
Frustasi
Merasa gagal mencapai tujuan disebabkan karena tujuan
yang tidak realistis.
3.
Pasif
Diam saja karena merasa tidak mampu mengungkapkan
perasaan yang sedang dialami.
4.
Agresif
Tindakan destruktif terhadap lingkungan yang masih
terkontrol.
5.
Amuk
Tindakan destruktif dan bermusuhan yang kuat dan tidak
terkontrol.
C. Faktor Presdiposisi
1.
Faktor Psikologis
Psycoanalytical
Theory; Teori ini mendukung bahwa perilaku agresif merupakan akibat dari
instinctual drives. Freud berpendapat bahwa perilaku manusia di pengaruhi oleh
dua insting. Pertama insting hidup yang dapat di ekspresikan dengan seksualitas; dan kedua,
insting kematian yang diekspresikan dengan agresivitas.
Frustation
agression theory ; teori yang dikembangkan oleh pengikut Freud ini berawal dari
asumsi, bahwa bila usaha seseorang untuk mencapai suatu tujuan mengalami
hambatan maka akan timbul dorongan agresif yang pada gilirannya akan memotivasi
perilaku yang dirancang untuk melukai orang atau objek yang menyebabkan
frustasi. Jadi hampir semua orang melakukan tindakan agresif mempunyai riwayat
perilaku agresif.
Pandangan
psikologi lainnya mengenai perilkau agresif, mendukung pentingnya peran dari
perkembangan presdiposisi atau pengalaman hidup. Ini menggunakan pendekatan
bahwa manusia mampu memilih mekanisme koping yang sifatnya tidak merusak.
Beberapa contoh dari pengalaman tersebut :
a.
Kerusakan otak organik, retardasi mental, sehingga tidak mampu
menyelesaikan secara efektif.
b.
Severe Emotional deprivation atau rejeksi yang berlebihan pada masa
kanak-kanak, atau seduction parental, yang mengkin telah merusak hubungan
saling percaya (trust) dan harga diri.
c.
Terpapar kekerasan selama masa perkembangan, termasuk child abuse atau
mengobservasi kekerasan dalam keluarga, sehingga membentuk pola pertahanan atau
koping.
2.
Faktor Sosial Budaya
Social
Learning Theory; teori yang dikembangkan oleh Bandura (1977) ini
mengemukakan bahwa agresi tidak berbeda dengan respon-respon yang lain. Agresi
dapat di pelajari melalui observasi atau imitasi, dan semakin sering
mendapatkan penguatan makan semakin besar kemungkinan untuk terjadi. Jadi
seseorang akan merespon terhadap keterbangkitaan emosionalnya secara agresif
sesuai dengan respon yang di pelajarinya. Pembelajaran ini bisa internal atau
ekternal. Contoh internal; orang yang mengalami keterbangkitan seksual karena
menonton film erotis menjadi lebih agresif dibandingkan mereka yang tidak
menonton film tersebut; seseorang anak yang marah karena tidak boleh beli es
kemudian ibunya memberinya es agar si anak mendapatkan apa yang dia inginkan.
Contoh eksternal; seorang anak menunjukan perilaku agresif setelah melihat
seseorang dewasa mengekspresikan berbagai bentuk perilaku agresif terhadap
sebuah boneka.
Kultural dapat
pula mempengaruhi perilaku kekerasan. Adanya norma dapat membantu
mendefinisikan ekspresi agresif mana yang dapat diterima atau tidak
dapat diterima. Sehingga dapat membantu individu untuk
mengekspresikan marah dengan cara asertif.
3.
Faktor biologis
Ada beberapa
penelitian membuktikan bahwa dorongan agresif mempunyai dasar biologis.
Penelitian neurobiologi mendapatkan bahwa adanya pemberian stimulus elektris
ringan pada hipotalamus (yang berada di tengah sistem limbik binatang ternyata
menimbulkan perilaku agresif). Perangsangan yang diberikan terutama pada nukleus
periforniks hipotalamus dapat menyebabkan seekor kucing mengeluarkan cakarnya,
mengangkat ekornya, mendesis, bulunya berdiri, menggeram, matanya terbuka
lebar, pupil berdilatasi, dan hendak menerkan tikus atau objek yang ada di
sekitarnya. Jadi kerusakakan sistem limbic (untuk emosi dan perilaku), lobus
frontal (pemikiran rasional), dan lobus temporal (untuk interpretasi indera
penciuman dan memori).
Neurotransmitter
yang sering dikaitkan dengan perilaku agresif adalah serotonin, dopamin, norepinephrine, acetilkolin, dan asam
amino GABA.
Faktor-faktor yang mendukung :
a.
Masa kanak-kanak yang tidak menyenangkan.
b.
Sering mengalami kegagalan.
c.
Kehidupan yang penuh tindakan agresif.
d.
Lingkungan yang tidak kondusif (bising, padat).
4.
Faktor Presipitasi
Secara umum,
seseorang akan berespon dengan marah apabila merasa dirinya teramcam. Ancaman
tersebut dapat berupa injury secara psikis, atau lebih dikenal dengan adanya
ancaman terhadap konsep diri seseorang. Ketika seseorang merasa terancam,
mungkin dia tidak menyadari sama sekali apa yang menjadi sumber kemarahannya.
Oleh karena itu, baik perawat maupun klien harus bersama-sama
mengidentifikasikannya. Ancaman dapat berupa internal ataupun eksternal. Contoh
stressor eksternal yaitu serangan secara psikis, kehilangan hubungan yang di
anggap bermakna dan adanya kritikan dari orang lain. Sedangkan stressor dari
internal
yaitu merasa gagal dalam bekerja, merasa
kehilangan orang yang dicintainya, dan ketakutan terhadap penyakit yang
diderita.
Bila dilihat dari
sudut perawat-klien, maka faktor yang mencetuskan terjadinya perilaku kekerasan
terbagi dua, yaitu :
a.
Klien
:
Kelemahan fisik, keputusasaan, ketidakberdayaan, kurang
percaya diri.
b.
Lingkungan :
Ribut, kehilangan orang / objek yang berharga, konflik
interaksi sosial.
D. Etiologi
Menurut Stearen
kemarahan adalah kombinasi dari segala sesuatu yang tidak enak, cemas, tegang,
dendam, sakit hati, dan frustasi. Beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya
kemarahan yaitu frustasi, hilangnya harga diri, kebutuhan akan status dan
prestise yang tidak terpenuhi.
Frustasi, sesorang
yang mengalami hambatan dalam mencapai tujuan / keinginan yang diharapkannya
menyebabkan ia menjadi frustasi. Ia merasa terancam dan cemas. Jika ia tidak
mampu menghadapi rasa frustasi itu dengan cara lain tanpa mengendalikan orang
lain dan keadaan sekitarnya misalnya dengan kekerasan.
Hilangnya harga
diri, pada dasarnya manusia itu mempunyai kebutuhan yang sama untuk dihargai.
Jika kebutuhan ini tidak terpenuhi akibatnya individu tersebut mungkin akan
merasa rendah diri, tidak berani bertindak, lekas tersinggung, lekas marah, dan
sebagainya.
Kebutuhan akan
status dan prestise, manusia pada umumnya mempunyai keinginan untuk mengaktualisasikan
dirinya, ingin dihargai dan diakui statusnya.
E. Tanda dan Gejala
Kemarahan
dinyatakan dalam berbagai bentuk, ada yang menimbulkan pengrusakan, tetapi ada
juga yang hanya diam seribu bahasa. Gejala-gejala atau perubahan-perubahan yang
timbul pada klien dalam keadaan marah diantaranya adalah
:
1.
Perubahan fisiologi
Tekanan darah meningkat, denyut nadi dan pernapasan
meningkat, pupil dilatasi, tonus otot meningkat, mual, frekuensi buang air
besar meningkat, kadang-kadang konstipasi, refleks tendon tinggi.
2.
Perubahan Emosional
Mudah tersinggung , tidak sabar, frustasi, ekspresi wajah
nampak tegang, bila mengamuk kehilangan kontrol diri.
3.
Perubahan Perilaku
Agresif pasif, menarik diri, bermusuhan, sinis, curiga,
mengamuk, nada suara keras dan kasar.
4.
Menyerang atau menghindar (Fight of Flight)
Pada keadaan ini respon fisiologis timbul karena kegiatan
sistem saraf otonom beraksi terhadap sekresi epinephrin yang menyebabkan
tekanan darah meningkat, takikardi, wajah merah, pupil melebar, sekresi HCl
meningkat, peristaltik gaster menurun, pengeluaran urine dan saliva meningkat,
konstipasi, kewaspadaan juga meningkat diserta ketegangan otot, seperti rahang
terkatup, tangan dikepal, tubuh menjadi kaku dan disertai reflek yang cepat.
5.
Menyatakan Secara Asertif (Assertiveness)
Perilaku yang sering ditampilkan individu dalam
mengekspresikan kemarahannya yaitu dengan perilaku pasif, agresif dan asertif.
Perilaku asertif adalah cara yang terbaik untuk mengekspresikan marah karena
individu dapat mengekspresikan rasa marahnya tanpa menyakiti orang lain secara
fisik maupun psikolgis. Di samping itu perilaku ini dapat juga untuk
pengembangan diri klien.
6.
Memberontak (Acting Out)
Perilaku yang muncul biasanya disertai akibat konflik
perilaku “acting out” untuk menarik perhatian orang lain.
7.
Perilaku Kekerasan
Tindakan kekerasan atau amuk yang ditujukan kepada diri
sendiri, orang lain maupun lingkungan
F. Mekanisme Koping
Mekanisme koping
adalah tiap upaya yang diarahkan pada penatalaksanaan stress, termasuk upaya
penyelesaian masalah langsung dan mekanisme pertahanan yang digunakan untuk
melindungi diri (Stuart dan Sundeen, 1998 hal 33).
Kemarahan
merupakan ekspresi dari rasa cemas yang timbul karena adanya ancaman. Beberapa
mekanisme koping yang dipakai pada klien marah untuk melindungi diri antara
lain (Maramis, 1998, hal 83) :
1.
Sublimasi
Menerima suatu sasaran pengganti yang mulia artinya di
mata masyarakat untuk suatu dorongan yang mengalami hambatan penyalurannya
secara normal. Misalnya seseorang yang sedang marah melampiaskan kemarahannya
pada obyek lain seperti meremas adonan kue, meninju tembok dan sebagainya,
tujuannya adalah untuk mengurangi ketegangan akibat rasa marah.
2.
Proyeksi
Menyalahkan orang lain mengenai kesukarannya atau
keinginannya yang tidak baik. Misalnya seseorang wanita muda yang menyangkal
bahwa ia mempunyai perasaan seksual terhadap rekan sekerjanya, berbalik menuduh
bahwa temannya tersebut mencoba merayu, mencumbunya.
3.
Represi
Mencegah pikiran yang menyakitkan atau membahayakan masuk
ke alam sadar. Misalnya seseorang anak yang sangat benci pada orang tuanya yang
tidak disukainya. Akan tetapi menurut ajaran atau didikan yang diterimanya
sejak kecil bahwa membenci orang tua merupakan hal yang tidak baik dan dikutuk
oleh Tuhan, sehingga perasaan benci itu ditekannya dan akhirnya ia dapat
melupakannya.
4.
Reaksi Formasi
Mencegah keinginan yang berbahaya bila diekspresikan,
dengan melebih-lebihkan sikap dan perilaku yang berlawanan dan menggunakannya
sebagai rintangan. Misalnya seorang yang tertarik pada teman suaminya, akan
memperlakukan orang tersebut dengan kasar.
5.
Displacement
Melepaskan perasaan yang tertekan biasanya bermusuhan,
pada obyek yang tidak begitu berbahaya seperti yang pada mulanya yang
membangkitkan emosi itu. Misalnya Timmy berusia 4 tahun marah karena ia baru
saja mendapat hukuman dari ibunya karena menggambar di dinding kamarnya. Dia
mulai bermain perang-perangan dengan temannya.
G. Psikopatologi
Depkes (2000)
mengemukakan bahwa stress, cemas dan marah merupakan bagian kehidupan
sehari-hari yang harus dihadapi oleh setiap individu. Stress dapat menyebabkan
kecemasan yang menimbulkan perasaan tidak menyenangkan dan terancam. Kecemasan
dapat menimbulkan kemarahan yang mengarah pada perilaku kekerasan. Respon
terhadap marah dapat diekspresikan secara eksternal maupun internal. Secara
eksternal dapat berupa perilaku kekerasan sedangkan secara internal dapat
berupa perilaku depresi dan penyakit fisik.
Mengekspresikan
marah dengan perilaku konstruktif dengan menggunakan kata-kata yang dapat
dimengerti dan diterima tanpa menyakiti orang lain, akan memberikan perasaan
lega, menurunkan ketegangan, sehingga
perasaan marah dapat diatasi (Depkes, 2000). Apabila perasaan marah diekspresikan dengan perilaku kekerasan, biasanya dilakukan individu karena ia merasa kuat. Cara demikian tentunya tidak akan menyelesaikan masalah bahkan dapat menimbulkan kemarahan yang berkepanjangan dan dapat menimbulkan tingkah laku destruktif, seperti tindakan kekerasan yang ditujukan kepada orang lain maupun lingkungan.
perasaan marah dapat diatasi (Depkes, 2000). Apabila perasaan marah diekspresikan dengan perilaku kekerasan, biasanya dilakukan individu karena ia merasa kuat. Cara demikian tentunya tidak akan menyelesaikan masalah bahkan dapat menimbulkan kemarahan yang berkepanjangan dan dapat menimbulkan tingkah laku destruktif, seperti tindakan kekerasan yang ditujukan kepada orang lain maupun lingkungan.
Perilaku yang
tidak asertif seperti perasaan marah dilakukan individu karena merasa tidak
kuat. Individu akan pura-pura tidak marah atau melarikan diri dari rasa
marahnya sehingga rasa marah tidak terungkap. Kemarahan demikian akan menimbulkan
rasa bermusuhan yang lama dan pada suatu saat dapat menimbulkan kemarahan
destruktif yang ditujukan kepada diri sendiri (Depkes, 2000).
Lihat Juga Asuhan Keperawatan Jiwa Marah/Amuk Mengamuk
Lihat Juga Asuhan Keperawatan Jiwa Marah/Amuk Mengamuk
0 komentar:
Posting Komentar