Rabu, 09 Mei 2012

Alzheimer


A.    DEFINISI
Alzheimer  merupakan penyakit kronik, progresif, dan merupakan gangguan degeneratif otak dan diketahui mempengaruhi memori, kognitif dan kemampuan untuk merawat diri.( Suddart, & Brunner, 2002 ).
Alzheimer  merupakan penyakit degeneratif yang ditandai dengan penurunan daya ingat, intelektual, dan kepribadian. Tidak dapat disembuhkan, pengobatan ditujukan untuk menghentikan progresivitas penyakit dan meningkatkan kemandirian penderita.(Dr. Sofi Kumala Dewi, dkk, 2008)
Penyakit Alzheimer adalah penyakit yang merusak dan menimbulkan kelumpuhan, yang terutama menyerang orang berusia 65 tahun.
Alzheimer merupakan penyakit dengan gangguan degeneratif yang mengenai sel-sel otak dan menyebabkan gangguan fungsi intelektual, penyakit ini timbul pada pria dan wanita dan menurut dokumuen terjadi pada orang tertentu pada usia 40 tahun.
Penyakit Alzheimer adalah suatu penyakit degeneratif otak yang progresif, dimana sel-sel otak rusak dan mati sehingga mengakibatkan gangguan mental berupa kepikunan (demensia) yaitu terganggunya fungsi-fungsi memori (daya ingat), berbahasa, berpikir dan berperilaku.

B.     ETIOLOGI
Penyebab yang pasti belum diketahui. Beberapa alternative penyebab yang telah dihipotesa adalah intoksikasi logam, gangguan fungsi imunitas, infeksi flament, predisposisi heriditer. Dasar kelainan patologi penyakit Alzheimer terdiri dari degerasi neuronal, kematian daerah spesifik jaringan otak yang mengakibatkan gangguan fungsi kongnitif dengan penurunan daya ingat secara progresif. Adanya defisiensi faktor pertumbuhan atau asam amino dapat berperan dalam kematian selektif neuron. Kemungkinan sel-sel tersebut mengalami degenerasi yang diakibatkan oleh adanya peningkatan calcium intraseluler, kegagalan metabolism energy, adanya formasi radikal bebas atau terdapat produksi protein abnormal yang non spesifik.
Penyebab degenerasi neuron kolinergik pada penyakit Alzheimer tidak diketahui. Sampai sekarang belum satupun penyebab penyakit ini diketahui, tetapi ada tiga faktor utama mengenai penyebabnya, yaitu:
1.      Virus lambat
Merupakan teori yang paling populer (meskipun belum terbukti) adalah yang berkaitan dengan virus lambat. Virus-virus ini mempunyai masa inkubasi 2-30 tahun sehingga transmisinya sulit dibuktikan. Beberapa jenis tertentu dari  ensefalopati viral ditandai oleh perubahan patologis yang menyerupai plak senilis pada penyakit alzheimer.
2.      Proses autoimun
Teori autoimun berdasarkan pada adanya peningkatan kadar antibodi-antibodi reaktif terhadap otak  pada penderita penyakit alzheimer. Ada dua tipe amigaloid (suatu kempleks protein dengan ciri seperti pati yang diproduksi dan dideposit pada keadaan-keadaan patologis tertentu), yang satu kompos isinya terdiri atas rantai-rantai IgG dan lainnya tidak diketahui. Teori ini menyatakab bahwa kompleks antigen-antibodi dikatabolisir oleh fagosit dan fragmen-fragmen imunoglobulin dihancurkan didalam lisosom, sehingga terbentuk deposit amigaliod ekstraseluler.
3.      Keracunan aluminium
Teori keracunan aluminium menyatakan bahwa karena aluminium bersifat neurotoksik, maka dapat menyebabkan perubahan neurofibrilar pada otak. Deposit aluminium telah diidentifikasi pada beberapa klien dengan penyakit alzheimer, tetapi beberapa perubahan patologis yang meyerupai penyakit ini berbeda dengan yang terlihat pada keracunan aluminium. Kebanyakan penyelidik menyakini dengan alasan utama aluminium merupakan logam yang terbanyak dalam kerak bumi dan sistem pencernaan manusia tidak dapat mencernanya.
Predisposisi genetik juga ikut berperan dalam perkembangan penyakit alzheimer. Diperkirakan 10-30% klien alzheimer mengalami tipe yang diwariskan dan dinyatakan sebagai penyakit alzheimer familiar(FAD).
Dipihak lain, benzodiazepin dibuktikan mengganggu fungsi kognitif selain memiliki efek anti-ansietas, mungkin melalui reseptor GABA yang menghambat pelepas muatan neuron-neuron kolinergik di nukleus basalis. Terdapat bukti-bukti awal bahwa obat yang menghambat reseptor GABA memperbaiki ingatan.

C.    PATOFISIOLOGI
Patologi anatomi dari Penyakit Alzheimer meliputi dijumpainya Neurofibrillary Tangles (NFTs), plak senilis dan atropi serebrokorteks yang sebagian besar mengenai daerah asosiasi korteks khususnya pada aspek medial dari lobus temporal.Meskipun adanya NFTs dan plak senilis merupakan karakteristik dari Alzheimer, mereka bukanlah suatu patognomonik. Sebab, dapat juga ditemukan pada berbagai penyakit neurodegeneratif lainnya yang berbeda dengan Alzheimer, seperti pada penyakit supranuklear palsy yang progresif dan demensia pugilistika dan pada proses penuaan normal.
Distribusi NFTs dan plak senilis harus dalam jumlah yang signifikan dan menempati topograpfik yang khas untuk Alzheimer. NFTs dengan berat molekul yang rendah dan terdapat hanya di hippokampus, merupakan tanda dari proses penuaan yang normal. Tapi bila terdapat di daerah medial lobus temporal, meski hanya dalam jumlah yang kecil sudah merupakan suatu keadaaan yang abnormal.Selain NFTs dan plak senilis, juga masih terdapat lesi lain yang dapat dijumpai pada Alzheimer yang diduga berperan dalam gangguan kognitif dan memori, meliputi :
(1) Degenerasi granulovakuolar Shimkowich
(2) Benang-benang neuropil Braak , serta
(3) Degenerasi neuronal dan sinaptik.
Berdasarkan formulasi di atas, tampak bahwa mekanisme patofisiologis yang mendasari penyakit Alzheimer adalah terputusnya hubungan antar bagian-bagian korteks akibat hilangnya neuron pyramidal berukuran medium yang berfungsi sebagai penghubung bagian-bagian tersebut, dan digantikan oleh lesi-lesi degeneratif yang bersifat toksik terhadap sel-sel neuron terutrama pada daerah hipokampus, korteks dan ganglia basalis. Hilangnya neuron-neuron yang bersifat kolinergik tersebut, meneyebabkan menurunnya kadar neurotransmitter asetilkolin di otak. Otak menjadi atropi dengan sulkus yang melebar dan terdapat peluasan ventrikel-ventrikel serebral.

D.    MANIFESTASI KLINIS
Gejala Alzheimer Berdasarkan National Alzheimer ‘s Association (2003), dibagi menjadi 3 tahap, yaitu:
1.      Gejala Ringan (lama penyakit 1-3 tahun)      
a.       Lebih sering binggung dan melupakan informasi yang baru dipelajari.
b.      Diorintasi : tersesat di daerah sekitar yang dikenalnya dengan baik.
c.       Bermasalah dalam melaksanakan tugas rutin.
d.      Mengalami perubahan dalam kepribadian dan penilaian misalnya mudah tersinggung,mudah menuduh ada yang mengambil barangnya bahkan menuduh pasangannya tidak setia lagi/selingkuh.
2.      Gejala sedang (lama penyakit 3-10 tahun)
a.       Kesulitan dalam mengerjakan aktifitas hidup sehari –hari seperti makan dan mandi.
b.      Perubahan tingkah laku misalnya : sedih dan emosi.
c.       Mengalami gangguan tidur.
d.      Keluyuran.
e.       Kesulitan mengenali keluarga dan teman(pertama-tama yang akan sulit untuk dikenali adalah orang-orang yang paling jarang ditemuinya, mulai dari nama, hingga tidak mengenali wajah sama sekali. Kemudian bertahap kepada orang-orang yang cukup jarang ditemui).
3.      Gejala berat (lama penyakit 8-12 tahun)
a.       Sulit / kehilangan kemampuan berbicara
b.      Kehilangan napsu makan, menurunya berat badan.
c.       Sangat tergantung pada caregiver/pengasuh.
d.      Perubahan perilaku misalnya : Mudah curiga, depresi, apatis atau mudah mengamuk

E.     PATOGENESIS
1.      Faktor Genetik
Beberapa penelitian mengungkapkan 50 prevalensi kasus alzheimer ini diturunkan melalui gen autosomal dominant. Individu keturunan garis pertama pada keluarga penderita Alzheimer mempunyai resiko menderita dimension 6 kali lebih besar dibandingkan kelompok control normal pemeriksaan genetika DNA pada penderitaan Alzheimer dengan familial earli onset terdapat kelainan lokus pada kromosom 21, diregio proksimal log arm, sedangkan pada familial late onset didapatkan kelainan lokus pada kromosom 19. Begitu pula pada penderita down sindrom mempunyai kelainan gen kromosom 21, setelah berumur 40 tahun terdapat neurofibrillary tangles (NFT), senile plague dan penurunan market kolinegik pada jaringan otaknya yang mengambarkan kelainan histopatologi pada penderita alzheimer .Hasil penelitian penyakit Alzheimer terdapat anak kembar menunjukan 40-50 adalah monozygote dan 50 adalah dizygote. Keadaan ini mendukung bahwa faktor genetic berperan dalam penyakit Alzheimer. Pada sporadic non familial (50-70), beberapa penderitanya ditemukan kelainan lokus kromosom 6, keadaan ini menunjukan bahwa kemungkunan faktor lingkungan menentukan ekspresi genetika pada Alzheimer.
2.      Faktor infeksi
Ada hipotesa menunjukan penyebab infeksi pada keluarga penderita Alzheimer yang dilakukan secara immune blot analisis, ternyata ditemukan adanya antibody reaktif. Infeksi virus tersebut menyebabkan infeksi pada susunan saraf pusat yang bersifat lambat, kronik dan remisi. Beberapa penyakit infeksi seperti creutzfeldt-jacub dan kuru, diduga berhubungan dengan penyakit Alzheimer. Hipotesa tersebut mempunyai beberapa persamaan antara lain:
1.      Manifestasi klinik yang sama.
2.      Tidak adanya respon imun yang spesifik.
3.      Adanya plak amyloid pada susunan saraf pusat.
4.      Timbulnya gejala mioklonus.
5.      Adanya gambaran spongioform.
3.      Faktor lingkungan
Ekmann (1988), mengatakan bahwa faktor lingkungan juga dapat berperan dalam patogenesa penyakit Alzheimer. Faktor lingkungan antara lain, aluminium, silicon, mercury, zinc. Aluminium merupakan neurotoksik potensial pada susunan saraf pusat yang ditemukan neurofibrilary tangles (NFT) dan senile plaque (SPINALIS). Hal tersebut diatas belum dapat dijelaskan secara pasti, apakah keberadaannya aluminium adalah penyebab degenerasi neurosal primer atau sesuatu hal yang tumpang tindih. Pada penderita Alzheimer, juga ditemukan keadaan ketidakseimbangan merkuri, nitrogen, fosfor,sodium, dengan patogenesa yang belum jelas.Ada dugaan bahwa asam amino glutamate akan menyebabkan depolarisasi melalui reseptor N-methy D-aspartat sehingga kalsium akan masuk ke intraseluler (cairan-influks) dan menyebabkan kerusakan metabolism energy seluler dengan akibat kerusakan dan kematian neuron.
4.      Faktor imunologis
Behan dan Felman (1970) melaporkan 60% pasien yang menderita Alzheimer didapatkan kelainan serum protein seperti penurunan albumin dan peningkatan alphan protein, anti typsin alphamarcoglobuli dan haptoglobuli. Heyman (1984), melaporkan terdapat hubungan bermakna dan meningkat dari penderita alzhaimer dengan penderita tiroid. Tiroid Hashimoto merupakan penyakit inflamasi kronik yang sering didapatkan pada wanita muda karena peranan faktor immunitas.
5.      Faktor trauma
Beberapa penelitian menunjukan adanya hubungan pemyakit Alzheimer dengan trauma kepala. Hal ini dihubungan dengan petinju yang menderita demensia pugilistic, dimana pada otopsinya ditemukan banyak neurofibrillary tangles.
6.      Faktor neurotransmiter
Perubahan neurotransmiter pada jaringan otak penderita Alzheimer mempunyai peranan yang sangat penting seperti :
a.         Asetikolin
Barties et al (1982) mengadakan penelitian terhadap aktivitas spesifik neurotransmitter dengan cara biopsy sterotaktik dan otopsi jaringan otak pada penderita Alzheimer didapatkan penurunan aktivitas kolinasetil transferase, asetikolinesterase dan transport kolin serta penurunan biosintesa asetilkolin. Adanya deficit presinaptik kolinergik ini bersifat simetris pada korteks frontalis, temporalis superior, nucleus basalis, hipokampus. Kelainan neurotransmitter asetilkolin merupakan kelainan yang selalu ada dibandingkan jenis neurotransmitter lainnya pada penyakit Alzheimer, dimana pada jaringan otak/biopsy selalu didapatkan kehilangan cholinergic marker. Pada penelitian dengan pemberian scopolamine pada orang normal, akan menyebabkan berkurang atau hilangnya daya ingat. Hal ini sangat mendukung hipotesa kolinergik sebagai patogenesa penyakit Alzheimer.
b.        Noradrenalin
Kadar metabolism norepinefrin dan dopamine didapatkan menurun pada jaringan otak penderita Alzheimer. Hilangnya neuron bagian dorsal lokus seruleus yang merupakan tempat yang utama noradrenalin pada korteks serebri, berkolerasi dengan deficit kortikal noradrenergik. Bowen et al (1988), melaporkan hasil biopsi dan otopsi jaringan otak penderita Alzheimer menunjukan adanya defesit noradrenalin pada presinaptik neokorteks. Palmer et al (1987),Reinikanen (1988), melaporkan konsentrasi noradrenalin menurun baik pada post dan ante-mortem penderita Alzheimer.
c.         Dopamine
Sparks etal (1988), melakukan pengukuran terhadap aktivitas neurotransmitter region hypothalamus, dimana tidak adanya gangguan perubahan akivitas dopamine pada penderita Alzheimer. Hasil ini masih controversial, kemungkinan disebabkan karena histopatologi region hypothalamus setia penelitian bebeda-beda.
d.        Serotonin
Didapatkan penurunan kadar serotonin dan hasil metabolisme 5 hidroxi-indolacetil acil pada biopsy korteks serebri penderita Alzheimer. Penurunan juga didapat pada subregio hipotalamus sangat bervariasi, pengurangan maksimal pada anterior hipotalamus sedangkan pada posterior peraventrikuler hipotalamus berkurang sangat minimal. Perubahan kortikal serotonergik ini beghubungan dengan hilangnya neuron-neuron dan diisi oleh formasi NFT pada nucleus rephe dorsalis
.
e.         MAO (manoamin oksidase)
Enzim mitokondria MAO akan mengoksidasi transmitter monoamine. Akivitas normal MAO A untuk deaminasi serotonin, norepinefrin, dan sebagian kecil dopamine, sedangakan MAO-B untuk deaminasi terutama dopamine. Pada penderita Alzheimer, didapatkan peningkatan MAO A pada hipotalamus dan frontalis sedangakan MAO-B pada daerah temporal dan menurun pada nucleus basalis dari meynert.

F.     PEMERIKSAAN PENUNJANG
1.      Neuropatologi
    Diagnosa definitive tidak dapat ditegakkan tanpa adanya konfirmasi neuropatologi. Secara umum didapatkan atropi yang bilateral, simetris sering kali berat otaknya berkisar 1000 gr (850-1250gr).Beverapa penelitian mengungkapkan atropi lebih menonjol pada lobus temporoparietal, anterior frontal sedangkan korteks oksipital, korteks motorik primer, system somatosensorik tetap utuh (jerins 1937) kelainan-kelainan neuropatologi pada penyakit Alzheimer terdiri dari :
a.      Neurofibrillary tangles (NFT)
Merupakan sitoplasma neuronal yang terbentuk dari filament-filamen abnormal yang berisi protein neurofilamen, hipokampus, amigdala, substansia alba, lokus seruleus, dorsal raphe dari inti batang otak. NFT selain didapatkan pada penyakit Alzheimer, juga ditemukan pada otak manula,down sindromeparkinson, SSPE, sindroma ekstrapiramidal, supranuklear palsy. Densitas NFT berkolerasi dengan beratnya demensia.
b.      Senile plague (SP)
Merupakan struktur kompleks yang terjadi akibat degenerasi nerve ending yang berisi filament-filamen abnormal, serat amiloid ekstraseluler, astrosit, microglia. Amloid prekusor protein yang terdapat pada neokorteks, amygdale, hipokampus, korteks somatosensorik, korteks piriformis, dan sedikit didapatkan pada korteks motorik primer, korteks somatosensorik, korteks visual dan auditorik. Senile plague ini juga terdapat pada jaringan perifer. Perry (1987) mengatakan densitas senile plague berhubungan dengan penurunan kolinergi. Kedua gambaran histopatologi (NFT dan senile plague) merupakan gambaran karakteristik untuk penderita penyakit Alzheimer.
c.       Degenerasi neuron  
Pada pemeriksaan mikroskopik perubahan dan kematian neuron pada penyakit Alzheimer sangat selektif. Kematian neuron pada neokorteks terutama didapatkan pada neuron pyramidal lobus temporal dan frontalis. Juga ditemukan pada hipokampus, amigdala, nucleus batang otak termasuk lokus seruleus, raphe nucleus dan substanasia nigra. Kematian sel noradrenergic terutama pada nucleus basalis dari meynert, dan sel noradrenergic terutama pada lokus seruleus serta sel serotogenik pada pertumbuhan saraf pada neuron kolinergik yang berdegenerasi pada lesi eksperimen binatang dan ini merupakan harapan dalam pengobatan penyakit Alzheimer.
d.      Perubahan vakuoler
Merupakan suatu neuronal sitoplasma yang berbentuk oval dan dapat menggeser nucleus. Jumlah vakuoler ini berhubungan secara bermakna dengan jumlah NFT dan SP, perubahan ini sering didapatkan pada korteks temporomedial, amygdale dan insula. Tidak pernah ditemukan pada korteks frontalis, parietal, oksipital, hipokampus, serebelum dan batang otak.
e.       Lewy body
Merupakan bagian sitoplasma intraneuronal yang banyak terdapat pada anterhinal, gyrus cingulated, korteks insula, dan amydala. Sejumlah kecil pada korteks frontalis, temporal, parietalis, oksipitalis. Lewy body kortikal ini sama dengan immunoreaktivitas yang terjadi pada lewy body batang otak pada gambaran histopatologi penyakit Parkinson. Hansen et al menyatakan lewy body merupakan variasi dari penyakit Alzheimer.
2.      Pemeriksaan neuropsikologis
Penyakit Alzheimer selalu menimbulkan gejala demensia. Fungsi pemeriksaan neuropsikologik ini untuk menentukan ada atau tidak adanya gangguan fungis konginitif umum dan mengetahui secara rinci pola deficit yang terjadi. Test psikologis ini juga bertujuan untuk menilai fungsi yang ditampilkan oleh beberapa bagian otak yang berbeda-beda seperti gangguan memori, kehilangan ekspresi, kalkulasi, perhatian dan pengertian berbahasa.
Evaluasi neuropsikologis yang sistematik mempunyai fungsi diagnostic yang penting karena :
a.       Adanya deficit konginitif yang berhubungan dengan demensia awal yang dapat diketahui bila terjadi perubahan ringan yang terjadi akibat penuaan yang normal.
b.      Pemeriksaan neuropsikologi secara kompherensif memungkinkan untuk membedakan kelainan kongnitif pada global demensia dengan defisit selektif yang diakibatkan oleh disfungsi fokal, faktor metabolic, dan gangguan psikiatrik.
c.       Mengidentifikasi gambaran kelainan neuropsikologik yang diakibatkan oleh demensia karena berbagai penyebab. (CERALD) menyajikan suatu prosedur penilaian neuropsikologis denagn mempergunakan alat baterai yang bermanifestasi gangguan fungsi kongnitif, dimana pemeriksaan terdiri dari :
o   Verbal fluency animal category.
o   Modifikasi boston naming test.
o   Mini mental state.
o   Word list recall.
o   Construction praxis.
o   Word list memory.
o   Word list recognition.
Test ini memakan waktu 30-40 menit dan <20-30 menit pada control.
3.      CT Scan dan MRI
Merupakan metode non invasif yang berevolusi tinggi untuk melihat kwantifikasi perubahan volume jaringan otak pada penderita Alzheimer antemortem. Pemeriksaan ini berperan dalam menyingkirkan kemungkinan adanya penyebab demensia lainnya selain Alzheimer seperti multiinfark dan tumor serebri. Atropi kortikal menyeluruh dan pembesaran vertikel keduannya merupakan gambaran marker dominan yang sangat spesifik pada penyakit ini. Tetapi gambaran ini juga didapatkan pada demensia lainnya seperti multiinfark, Parkinson, binswanger sehingga kita sukar untuk membedakan denagn penyakit Alzheimer. Penipisan substansia alba serebri dan pembesaran vertikel berkorelasi dengan beratnya gejala klinik dan hasil pemeriksaan status mini mental. Pada MRI ditemukan peningkatan intensitas pada daerah kortikal dan periventrikuler (capping anterior home pada ventrikel lateral). Capping ini merupakan predileksi untuk demensia awal. Selain didapatkan kelainan dikortikal, gambaran atropi juga terlihat pada daerah subkortikal seperti adanya atropi hipokampus, amigdala, serta pembesaran sisterna basalis dan fissure sylvii. Seab et al, menyatakan MRI lebih sensitive untuk membedakan demensia dari penyakit Alzheimer dengan penyebab lain, dengan memperhatikan usuran (atropi) dari hipokampus.
4.      EEG
Berguna untuk mengidentifikasi aktifitas bangkitan yang suklinis. Sedang pada penyakit Alzheimer didapatkan perubahan gelombang lambat pada lobus frontalis yang non spesifik.
5.      PET (Positron Emission Tomography)
Pada penderita Alzheimer, hasil PET ditemukan penurunan aliran darah, metabolisme 02, dan glukosa didaerah serebral. Up take I.123 sangat menurun pada regional parietal, hasil ini sangat berkorelasi dengan kelainan fungsi kognisi dan selalu dan sesuai dengan hasil observasi penelitian neuropatologi.
6.      SPECT (Single Photon Emission Computet Tomography)
Aktivitas I.123 terendah pada refio parieral penderita Alzheimer. Kelainan ini berkorelasi dengan tingkat kerusakan fungsional dan defisit kogitif. Kedua pemeriksaan ini (SPECT dan PET) tidak digunakan secara rutin.
7.      Laboratorium darah
Tidak ada pemeriksaan laboratorium yang spesifik pada penderita Alzheimer. Pemeriksaan laboratorium ini hanya untuk menyingkirkan penyebab penyakit demensia lainnya seperti pemeriksaan darah rutin, B12, Calcium, Posfort, BSE, fungsi renal dan hepar, tiroid, asam folat, serologi sifilis, screening antibody yang dilakukan secara selektif.

G.    PENATALAKSANAAN MEDIS
Pengobatan penyakit Alzheimer masih sangat terbatas oleh karena penyebab dan patofisiologis masih belum jelas. Pengobatan simptomatik dan suportif seakan hanya memberikan rasa puas pada penderita dan keluarga. Pemberian obat stimulan, vitamin B, C, dan E belum mempunyai efek yang menguntungkan.
1.      Inhibitor kolinesterase
Beberapa tahun terakhir ini, banyak peneliti menggunakan inhibitor untuk pengobatan simptomatik penyakit Alzheimer, dimana penderita Alzheimer didapatkan penurunan kadar asetilkolin. Untuk mencegah penurunan kadar asetilkolin dapat digunakan anti kolinesterase yang bekerja secara sentral seperti fisostigmin, THA (tetrahydroaminoacridine). Pemberian obat ini dikatakan dapat memperbaiki memori dan apraksia selama pemberian berlangsung. Beberapa peneliti mengatakan bahwa obat-obatan anti kolinergik akan memperburuk penampilan intelektual pada organ normal dan penderita Alzheimer.
2.      Thiamin
 Penelitian telah membuktikan bahwa pada penderita Alzheimer didapatkan penurunan thiamin pyrophosphatase dependent enzyme yaitu 2 ketoglutarate (75%) dan transketolase (45%), hal ini disebabkan kerusakan neuronal pada nucleus basalis. Pemberian thiamin hidrochloryda dengan dosis 3gr/hari selama tiga bulan peroral, menunjukan perbaikan bermakna terhadap fungsi kognisi dibandingkan placebo selama periode yang sama.
3.      Nootropik
Nootropik merupakan obat psikotropik, telah dibuktikan dapat memperbaiki fungsi kognisi dan proses belajar pada percobaan binatang. Tetapi pemberian 4000mg pada penderita Alzheimer tidak menunjukan perbaikan klinis yang bermakna.
4.      Klonidin
 Gangguan fungsi intelektual pada penderita Alzheimer dapat disebabkan kerusakan noradrenergik kortikal. Pemberian klonidin (catapres) yang merupakan noradrenergik alpha 2 reseptor agonis dengan dosis maksimal 1,2 mg peroral selama 4 mgg, didapatkan hasil yang kurang memuaskan untuk memperbaiki fungsi kognitif.
5.      Haloperiodol
Pada penderita Alzheimer, sering kali terjadi gangguan psikosis (delusi, halusinasi) dan tingkah laku. Pemberian oral haloperiodol 1-5 mg/hari selama 4 mgg akan memperbaiki gejala tersebut. Bila penderita Alzheimer menderita depresi sebaiknya diberikan tricyclic anti depressant (aminitryptiline25-100 mg/hari).
6.      Acetyl L-Carnitine (ALC)
Merupakan suatu substrate endogen yang disintesa didalam mitokondria dengan bantuan enzim ALC transferace. Penelitian ini menunjukan bahwa ALC dapat meningkatkan aktivitas asetil kolinesterase, kolin asetiltransferase. Pada pemberiaan dosis 1-2 gr /hari/oral selama 1 tahun dalam pengobatan, disimpulakan bahwa dapat memperbaiki atau menghambat progresifitas kerusakan fungsi kognitif.

0 komentar:

Posting Komentar