Minggu, 29 April 2012

Tifus Abdominalis


A.    Definisi
Tifus abdominalis atau disebut juga demam tifoid / enteric fever adalah penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai saluran cerna dengan gejala demam lebih dari 7 hari, gangguan pada saluran cerna dan gangguan kesadaran (Arif Mansjoer, dkk, 2000). Berdasarkan Pusat Data dan Informasi Depkes RI (2005) Tifus abdominalis atau Abdominal Typhoid didefinisikan sebagai penyakit infeksi yang disebabkan oleh Salmonella typhi dan Salmonella paratyphi.

B.     Etiologi
Menurut Arif Mansjoer, dkk (2000) etiologi terjadinya tifus abdominalis ialah disebabkan oleh Salmonella Typhi, basil Gram negatif, bergerak dengan rambut getar, tidak berspora. Mempunyai sekurangnya 4 macam antigen, yaitu antigen O (somatik), H (flagela), Vi dan protein membran hialin.

C.    Patogenesis
Bakteri masuk dalam saluran cerna, dibutuhkan jumlah bakteru 105-109 untuk dapat menimbulkan infeksi. Sebagian besar bakteri mati oleh asam lambung. Bakteri yang tetap hidup akan masuk ke dalam ileum melalui mikrovili dan mencapai plak Peyeri, selanjutnya masuk ke dalam pembuluh darah (disebut bakteria primer). Pada tahap berikutnya, S. Typhii menuju ke organ sistem retikuloendotelial yaitu hati, limpa, sum-sum tulang dan organ lain (disebut bakteria sekunder). Kandumg empedu merupakan organ yang sensitif terhadap infeksi S. Typhii  (Arif Mansjoer, dkk, 2000).

D.    Gejala atau Tanda
Menurut Arif Mansjoer, dkk (2000) gejala atau tanda klinik tifus abdominalis antara lain:
1.      Masa tunas 7-14 hari (rata-rata 3-30 hari). Selama masa inkubasi mungkin ditemukan gejala prodromal berupa rasa tidak enak badan.
2.      Pada kasus khas terdapat demam remiten pada minggu pertama, biasanya menurun pada pagi hari dan meningkat pada sore dan malam hari. Dalam minggu kedua, pasien terus berada dalam keadaan demam, yang turun berangsur-angsur pada minggu ketiga.

E.     Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan untuk menegakkan diagnosa tifus abdominalis menurut Arif Mansjoer, dkk (2000) diantaranya adalah:
1.      Pada pemeriksaan darah tepi dapat ditemukan leukopenia, limfosit relatif, aneosinofilia. Mungkin terdapat anemia dan trombositopenia ringan.
2.      Dari pemeriksaan Widal, titer antibodi terhadap antigen O yang bernilai      > 1/200 atau peningkatan > 4 kali antara masa akut dan konvalesens megarah kepada demam tifoid, meskipun dapat terjadi positif maupun negatif palsu akibat adanya reaksi silang antara spesies salmonela.
3.      Diagnosis pasti ditegakkan dengan menggunakan kuman S.Typhii pada biakan empede yang diambil dari darah pasien.
F.      Komplikasi
Komplikasi yang dapat timbul tifus abdominalis menurut Arif Mansjoer, dkk (2000) diantaranya adalah:
1.      Perdarahan usus,
2.      Perforasi usus,
3.      Peritonitis,
4.      Meningitis,
5.      Kolesistitis,
6.      Ensefalopati,
7.      Bronkopnemonia, dan
8.      Hepatitis.
G.    Penatalaksanaan
Penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada penderita Tifus abdominalis menurut Arif Mansjoer, dkk (2000) antara lain:
1.   Tirah baring total selam demam sampai dengan 2 minggu normal kembali. Seminggu kemudian boleh duduk dab selanjutnya berdiri dan berjalan.
2.   Makanan harus mengandung cukup cairan, kalori dan tinggi protein, tidak  boleh mengandung banyak serat, tidak merangsang dan tidak menimbulkan banyak gas.
3.   Obat terpilih adalah kloramfenikol 100 mg/kgBB/hari dibagi dalam 4 dosis selama 10 hari. Dosis maksimal kloramfenikol 2 g/hari. Kloramfenikol tidak boleh diberikan bila jumlah leukosit < 2000 U/L. Bila pasien alergi dapat diberikan golongan penisilin atau kotrimoksazol.

Lihat Juga Tentang Terapi Diet untuk Tifus Abdominalis

0 komentar:

Posting Komentar