A. Definisi
Tifus
abdominalis atau disebut juga demam tifoid / enteric fever adalah penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai
saluran cerna dengan gejala demam lebih dari 7 hari, gangguan pada saluran cerna
dan gangguan kesadaran (Arif Mansjoer, dkk, 2000). Berdasarkan Pusat Data dan
Informasi Depkes RI (2005) Tifus abdominalis atau Abdominal Typhoid didefinisikan
sebagai penyakit infeksi yang disebabkan oleh Salmonella typhi dan Salmonella
paratyphi.
B. Etiologi
Menurut
Arif Mansjoer, dkk (2000) etiologi terjadinya tifus abdominalis ialah
disebabkan oleh Salmonella Typhi,
basil Gram negatif, bergerak dengan rambut getar, tidak berspora. Mempunyai
sekurangnya 4 macam antigen, yaitu antigen O (somatik), H (flagela), Vi dan
protein membran hialin.
C. Patogenesis
Bakteri
masuk dalam saluran cerna, dibutuhkan jumlah bakteru 105-109
untuk dapat menimbulkan infeksi. Sebagian besar bakteri mati oleh asam lambung.
Bakteri yang tetap hidup akan masuk ke dalam ileum melalui mikrovili dan
mencapai plak Peyeri, selanjutnya masuk ke dalam pembuluh darah (disebut
bakteria primer). Pada tahap berikutnya, S.
Typhii menuju ke organ sistem retikuloendotelial yaitu hati, limpa, sum-sum
tulang dan organ lain (disebut bakteria sekunder). Kandumg empedu merupakan
organ yang sensitif terhadap infeksi S.
Typhii (Arif Mansjoer, dkk, 2000).
D. Gejala atau Tanda
Menurut
Arif Mansjoer, dkk (2000) gejala atau tanda klinik tifus abdominalis antara
lain:
1.
Masa tunas 7-14 hari (rata-rata 3-30 hari). Selama masa
inkubasi mungkin ditemukan gejala prodromal berupa rasa tidak enak badan.
2.
Pada kasus khas terdapat demam remiten pada minggu
pertama, biasanya menurun pada pagi hari dan meningkat pada sore dan malam
hari. Dalam minggu kedua, pasien terus berada dalam keadaan demam, yang turun
berangsur-angsur pada minggu ketiga.
E. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan
penunjang yang dilakukan untuk menegakkan diagnosa tifus abdominalis menurut
Arif Mansjoer, dkk (2000) diantaranya adalah:
1.
Pada pemeriksaan darah tepi dapat ditemukan leukopenia,
limfosit relatif, aneosinofilia. Mungkin terdapat anemia dan trombositopenia
ringan.
2. Dari pemeriksaan Widal, titer antibodi
terhadap antigen O yang bernilai > 1/200 atau
peningkatan > 4 kali antara masa akut dan konvalesens megarah kepada demam
tifoid, meskipun dapat terjadi positif maupun negatif palsu akibat adanya
reaksi silang antara spesies salmonela.
3.
Diagnosis pasti ditegakkan dengan menggunakan kuman S.Typhii pada biakan empede yang diambil
dari darah pasien.
F. Komplikasi
Komplikasi
yang dapat timbul tifus abdominalis menurut Arif Mansjoer, dkk (2000)
diantaranya adalah:
1.
Perdarahan usus,
2. Perforasi usus,
3. Peritonitis,
4. Meningitis,
5. Kolesistitis,
6. Ensefalopati,
7.
Bronkopnemonia, dan
8.
Hepatitis.
G. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan
yang dapat dilakukan pada penderita Tifus abdominalis menurut Arif Mansjoer,
dkk (2000) antara lain:
1.
Tirah baring total selam demam sampai dengan 2 minggu
normal kembali. Seminggu kemudian boleh duduk dab selanjutnya berdiri dan
berjalan.
2. Makanan harus mengandung cukup cairan, kalori
dan tinggi protein, tidak boleh mengandung banyak serat, tidak merangsang
dan tidak menimbulkan banyak gas.
3.
Obat terpilih adalah kloramfenikol 100 mg/kgBB/hari
dibagi dalam 4 dosis selama 10 hari. Dosis maksimal kloramfenikol 2 g/hari.
Kloramfenikol tidak boleh diberikan bila jumlah leukosit < 2000 U/L.
Bila pasien alergi dapat diberikan golongan penisilin atau kotrimoksazol.
Lihat Juga Tentang Terapi Diet untuk Tifus Abdominalis
Lihat Juga Tentang Terapi Diet untuk Tifus Abdominalis
0 komentar:
Posting Komentar