A. Definisi dan Prefalensi Stroke
Stroke
merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan yang utama di Indonesia.
Serangan otak ini merupakan kegawatdaruratan medis yang harus ditangani secara
cepat, tepat, dan cermat. Dimana stroke adalah sindroma klinis yang awal
timbulnya mendadak, progresi cepat, berupa defisit neurologis fokal dan atau
global, yang berlangsung 24 jam atau lebih atau langsung menimbulkan kematian,
dan semata-mata disebabkan oleh gangguan perdarahan darah otak non traumatik.
Bila gangguan peredaran darah otak ini berlangsung sementara, beberapa detik
hingga beberapa jam (kebanyakan 10-20 menit), tapi kurang dari 24 jam, disebut
sebagai serangan iskemia otak sepintas (transient
ischaemia attack = TIA) (Arif Mansjoer, dkk,200).
Lebih
lanjut Corwin (2001) menjelaskan bahwa stroke adalah cedera otak yang berkaitan
dengan obstruksi aliran darah otak. Stroke dapat terjadi akaibat pembentukan
trombus di suatu arteri serebrum, akibat embolus yang mengalir ke otak dari
tempat lain di tubuh, atau akibat perdarahan otak. Pada stroke, terjadi
hipoksia serebrum yang menyebabkan cedera dan kematian sel-sel neuron.
Kerusakan otak karena stroke, terjadi sebagai akibat pembengkakkan dan edema
yang timbul dalam 24-72 jam pertama setelah kematian sel neuron.
B. Etiologi Stroke
Menurut Arif Mansjoer, dkk (2000) etiologi
dari stroke antara lain :
1. Iskemia/ Infark otak (80%)
a.
Emboli
o
Emboli kardiogenik: fibrilasi atrium atau aritmia lain,
thrombus mural ventrikel kiri, penyakit katup mitral atau aorta, endokarditis
(infeksi atau non infeksi)
o
Emboli paradoksal (foramen darah sedang- besar)
o
Emboli arkus aorta
b.
Aterotrombotis (penyakit pembuluh darah sedang- besar)
o
Penyakit ekstrakranial: arteri karotis interna, arteri
vertebralis
o
Penyakit intracranial: arteri karotis interna, arteri
serebri media, arteri basilaris, lakuner (oklusi arteri perforans kecil)
2.
Perdarahan intraserebral (15%)
a.
Hipertensi
b. Malformasi aorta-vena
c.
Angiopati amiloid
3.
Perdarahan subaraknoid (5%)
4.
Penyebab lain (dapat menimbulkan infark atau perdarahan)
a.
Trombosis sinus dura
b. Diseksi arteri karotis atau vertebralis
c. Vaskulitis sistem saraf pusat
d. Penyakit moya- moya (oklusi arteri besar
intracranial yang progresif)
e. Migren
f.
Kondisi hiperkoagulasi
g. Penyalahgunaan obat (kokain atau amfetamin)
h. Kelainan hematologist (anemia sel sabit,
polisitemia, atau leukemia)
i.
Miksoma atrium
Serta beberapa faktor resiko yang tidak dapat
dirubah maupun yang dapat dirubah seperti (Arief Mansjoer, dkk, 2000) :
1. Tidak dapat diubah:usia, ras, riwayat keluarga, riwayat
TIA atau strok, penyakit jantung koroner, fibrilasi atrium, dan heterozigot
atatu homozigot untuk homosistinuria.
2. Dapat diubah: hipertensi, diabetes mellitus, merokok,
penyalahgunaan alkohol dan obat, kontrasepsi oral, hematokrit meningkat, bruit
karotis asimtomatis, hiperurisemia dan dislipidemia.
C. Klasifikasi dan Patofisiologi Stroke
Klasifikasi stroke berdasarkan
patofisiologinya menurut Corwin (2001) adalah sebagai berikut :
1. Stroke Trombotik
Stroke
trombotik terjadi akibat oklusi aliran darah, biasanya karena aterosklerosis
berat. Biasanya pasien mengalami satu atau beberapa kali serangan iskemik
transien (transient ischemic attack, TIA) sebelum stroke trombotik terjadi.
TIA adalah gangguan fungsi otak singkat yang reversibel akibat hipoksia
serebrum. TIA mungkin terjadi akibat suatu pembuluh aterosklerotik yang mengalami
spasme, atau saat kebutuhan oksigen otak meningkat dan kebutuhan ini tidak
dapat dipenuhi karena aterosklerosis yang berat (Gambar 1-A). Berdasarkan
definisi, TIA Berlangsung kurang dari 24 jam. TIA yang berulang-ulang
mengisyaratkan akan terjadinya stroke trombotik sejati. Stroke trombotik
biasanya berkembang dalam periode 24 jam. Selama periode perkembangan
stroke, individu dikatakan menderita stroke lengkap (completed stroke)
2. Stroke Embolik
Stroke
embolik berkembang sebagai akibat adanya oksklusi oleh suatu embolus yang
terbentuk diluar otak (Gambar 1-B). Sumber-sumber embolus yang menyebabkan
penyakit ini adalah termasuk jantung setelah suatu infark miokardium atau
fibrilasi atrium, arteri karotis komunis atau aorta.
3. Stroke Hemoragik
Stroke
hemoragik terjadi apabila suatu pembuluh darah di otak pecah (Gambar 1-C)
sehingga timbul iskemia (pengurangan aliran) dan hipoksia di sebelah hilir.
Penyebab stroke hemoragik antara lain adalah hipertensi, pecahnya aneurisma
atau malformasi arterio-venosa (hubungan yang abnormal).
D. Gejala atau Tanda Stroke
Gejala atau tanda adanya stroke menurut
Corwin (2001) antara lain:
1. Daerah otak yang mengalami iskemia menentukan gejala atau
tanda yang muncul. Kemampuan mental, emosi, kemampuan bicara atau gerakan dapat
terpengaruh. Banyak kelainan yang bersifat irreversibel.
2. Stroke hemoragik sering disertai oleh nyeri kepala hebat
dan hilangnya kesadaran.
Lebih lanjut Arif Mansjoer, dkk (2000) menjelaskan
bahwa:
1. Pada stroke non hemoragik (iskemik) gejala utamanya
adalah timbulnya defisit neurologist secara mendadak/ subakut, didahului gejala
prodromal, terjadi pada waktu istirahat atau bangun pagi dan kesadaran biasanya
tidak menurun, kecuali bila embolus cukup besar, biasanya terjadi pada usia
>50 tahun. Menurut WHO, dalam International
Statistical Classification of Disease and related Health Problem 10th
revision, stroke hemorragik dibagi atas:
a.
Perdarahan intraserebral (PIS)
b.
Perdarahan subaraknoid (PSA)
2.
Stroke akibat PIS mempunyai gejala prodromal yang tidak
jelas, kecuali nyeri kepala karena hipertensi. Serangan seringkali siang hari,
saat aktivitas, atau emosi/ marah. Sifat nyeri kepalanya hebat sekali. Mual dan
muntah sering terdapat pada permulaan serangan . Hemiparesis/ hemiplagia biasa
terjadi sejak permulaan serangan. Kesadaran biasanya menurun dan cepat
masuk koma (655 terjadi kurang dari ½ jam, 23% antara ½ sampai 2 jam, dan 12%
trjadi setelah 2 jam sampai 19 hari).
3. Pada pasien dengan PSA didapatkan gejala prodromal berupa
nyeri kepala hebat dan akut, serta muntah. Kesadaran sering terganggu dan
sangat bervariasi.. ada gejala atau trend rangsangan aneurisma pada a.
komunikans anterior atau a. karotis interna.
4. Gejala neurologis yang timbul tergantung pada berat
ringannya gangguan pembuluh darahdan lokasinya. Manifestasi klinis stroke akut
dapat berupa:
a.
Kelumpuhan wajah atau anggota badan (biasanya
hemiparesis) yang timbul mendadak
b. Gangguan sensibilitas pada satu atau lebih
anggota badan (gangguan hemisensorik)
c. Perubahan mendadak status mental (konfusi,
delirium, letargi, strupor, atau koma)
d. Afasia (bicara tidak lancer, kurangnya
ucapan, atau kesulitan memahami ucapan)
e. Disartria (bicara pelo atau cedal)
f.
Gangguan penglihatan (hemianopia atau monokuler) atau
diplopia
g. Ataksia (trunkal atau anggita badan)
h.
Vertigo, mual dan muntah, atau nyeri kepala
E. Komplikasi Stroke
Individu yang menderita stroke berat pada
bagian otak yang mengontrol respons pernapasan atau kardiovaskular apat
meninggal (Corwin, 2001).
F. Penatalaksanaan Stroke
Penatalaksanaan stroke menurut Corwin (2001)
adalah sebagai berikut:
1.
Stroke embolik dapat diterapi dengan antikoagulan.
2. Stroke hemoragik dapat diobati dengan
penekanan dan penghentian perdarahan dan pencegahan kekambuhan. Mungkin
diperlukan tindakan bedah.
3. Semua stroke diterapi dengan tirah baring dan penurunan
rangsang eksternal untuk pengurangan kebutuhan oksigen serebrum. Dapat
dilakukan tindakan-tindakan untuk menurunkan tekanan dan edema intrakranium.
Lebih lanjut J. Misbach dan H. Kalim
(2007) menjabarkan penanganan stroke sebagai berikut:
1. Jika mengalami serangan stroke, segera dilakukan
pemeriksaan untuk menentukan apakah penyebabnya bekuan darah atau perdarahan
yang tidak bisa diatasi dengan obat penghancur bekuan darah.
2. Penelitian terakhir menunjukkan bahwa
kelumpuhan dan gejala lainnya bisa dicegah atau dipulihkan jika recombinant
tissue plasminogen activator (RTPA) atau streptokinase yang berfungsi
menghancurkan bekuan darah diberikan dalam waktu 3 jam setelah timbulnya
stroke.
3. Antikoagulan juga biasanya tidak diberikan
kepada penderita tekanan darah tinggi dan tidak pernah diberikan kepada
penderita dengan perdarahan otak karena akan menambah risiko terjadinya
perdarahan ke dalam otak.
4. Penderita stroke biasanya diberikan oksigen
dan dipasang infus untuk memasukkan cairan dan zat makanan. Pada stroke in
evolution diberikan antikoagulan (misalnya heparin), tetapi obat ini tidak
diberikan jika telah terjadi completed stroke.
5. Pada completed stroke, beberapa jaringan otak
telah mati. Memperbaiki aliran darah ke daerah tersebut tidak akan dapat
mengembalikan fungsinya. Karena itu biasanya tidak dilakukan pembedahan.
6. Pengangkatan sumbatan pembuluh darah yang
dilakukan setelah stroke ringan atau transient ischemic attack, ternyata bisa
mengurangi risiko terjadinya stroke di masa yang akan datang. Sekitar 24,5%
pasien mengalami stroke berulang.
7. Untuk mengurangi pembengkakan dan tekanan di
dalam otak pada penderita stroke akut, biasanya diberikan manitol atau kortikosteroid.
Penderita stroke yang sangat berat mungkin memerlukan respirator (alat bantu
bernapas) untuk mempertahankan pernafasan yang adekuat. Di samping itu, perlu
perhatian khusus kepada fungsi kandung kemih, saluran pencernaan dan kulit
(untuk mencegah timbulnya luka di kulit karena penekanan).
8. Stroke biasanya tidak berdiri sendiri, sehingga bila ada
kelainan fisiologis yang menyertai harus diobati misalnya gagal jantung, irama
jantung yang tidak teratur, tekanan darah tinggi dan infeksi paru-paru. Setelah
serangan stroke, biasanya terjadi perubahan suasana hati (terutama depresi),
yang bisa diatasi dengan obat-obatan atau terapi psikis
Lihat Juga Terapi Diet Pada Pasien Stroke
Lihat Juga Terapi Diet Pada Pasien Stroke
0 komentar:
Posting Komentar