A.
Definisi dan Prefalensi
Kanker payudara adalah kanker yang relatif sering
dijumpai pada wanita di Amerika Serikat dan merupakan penyebab kematian utama
pada wanita berusia antara 45 dan 65 tahun. Kanker payudara mungkin ditemukan
sewaktu masih lokal (in situ) atau yang lebih sering adalah telah menyebar
(maligna). Kanker payudara hampir selalu merupakan adenokarsinoma dan biasanya
timbul di duktus. Risiko bahwa seseorang wanita di Amerika Serikat akan
mengidap kanker payudara pada suatu saat selama hidupnya adalah sekitar satu
per delapan. Insidens kanker payudara meningkat seiring usia, dan dipengaruhi
oleh faktor genetik, hormon dan lingkungan. Pria dapat terjangkit kanker payudara
walaupun angka kejadiannya rendah (Corwin, 2001).
Kanker Payudara ternyata juga merupakan salah satu kanker
yang terbanyak ditemukan di Indonesia. Biasanya kanker ini ditemukan pada umur
40-49 tahun dan letak terbanyak di kuadran lateral atas (Arif Mansjoer, dkk,
2000).
B.
Etiologi
Menurut Arif Mansjoer, dkk (2000) etiologi dari kanker
payudara belum diketahui secara pasti, namun beberapa faktor resiko pada pasien
diduga berhubungan dengan kejadian kanker payudara, yaitu:
1.
Umur > 30 tahun
2.
Melahirkan anak pertama pada usia > 35
tahun
3.
Tidak kawin dan nulipara
4.
Usia menars < 12 tahun
5.
Usia menopause > 55 tahun
6.
Pernah mengalami infeksi, trauma, atau
operasi tumor jinak payudara
7.
Terapi hormonal lama
8.
Mempunyai kanker payudara kontralateral
9.
Pernah menjalani operasi ginekologis misalnya
tumor ovarium
10. Pernah mengalami radiasi di daerah dada
11. Ada riwayat keluarga dengan kanker payudara pada ibu, saudara perempuan
ibu, saudara perempuan ayah, saudara perempuan, adik/kakak
12. Kontrasepsi oral pada pasien tumor payudara jinak seperti kelainan
fibrokistik yang ganas
Lebih lanjut Corwin (2001) menyatakan bahwa faktor resiko
kuat untuk kanker payudara adalah riwayat adanya penyakit ini pada keluarga
dekat (saudara perempuan atau ibu). Salah satu dari beberapa gen untuk kanker
payudara familial telah berhasil diidentifikasi dan tampaknya diwariskan
sebagai suatu sifat dominan-otosom. Wanita yang mewarisi sebuah gen untuk
kanker payudara biasanya mendapar penyakit tersebut pada usia yang lebih dini
daripada wanita yang keluarganya tidak memiliki riwayat penyakit tersebut.
Gen-gen untuk kanker payudara dapat dibawa dan diwariskan oleh kedua orang tua.
Pajanan estrogen seumur hidup berkaitan dengan pembentukan
kanker payudara. Wanita yang mengalami menarke dini dan menopause lanjut
memiliki resiko yang lebih besar. Usia menarke dan menopause dipengaruhi oleh
faktor genetik. Tidak atau terlambat memiliki anak juga meningkatkan resiko
kanker payudara, demikian juga terapi penggantian estrogen bagi sebagian
wanita. Penyakit fibrokistik payudara yang ditandai oleh hiperplasia epitel
juga meningkatkan resiko. Diet tinggi lemak dan konsumsi alkohol juga dikaitkan
dengan kanker payudara. Proteksi terhadap kanker payudara dapat diusahakan
dengan diet kaya buah-buahan dan sayuran berwarna, olah raga teratur dan
kontrol berat badan (Corwin, 2001).
C.
Gejala atau Tanda
Gejala atau tanda
adanya kanker payudara menurut Corwin (2001) antara lain:
1. Benjolan atau massa yang tidak nyeri di payudara. Sebagian besar kanker
timbul di kuadran atas lateral payudara (50 %) atau dibagian tengah (20 %).
Benjolan biasanya terfiksasi (tidak dapat digerakkan) dengan batas ireguler.
Benjolan bersifat unilateral dan biasanya tidak memperlihatkan variasi ukuran
dengan daur haid.
2. Retraksi puting payudara, pengeluaran rabas dari puting atau kerutan pada
jaringan payudara mungkin mengisyaratkan adanya kanker payudara.
3.
Pembesaran kalenjar getah bening.
Hal ini sejalan dengan pendapat Arif Mansjoer, dkk (2000)
dimana pasien dengan kanker payudara biasanya datang dengan keluhan
benjolan/massa di payudara, rasa sakit, keluar cairan dari puting susu,
timbulnya kelainan kulit (dumpling,
kemerahan, ulserasi, peau d’orange),
pembesaran kalenjar getah bening, atau tanda metastasis jauh. Setiap kelainan
pada payudara harus dipikirkan ganas sebelum dibuktikan tidak serta dalam
anamnesa juga ditanyakan adanya faktor-faktor resiko pada pasien dan pengaruh
siklus haid terhadap keluhan atau perubahan ukuran tumor. Untuk meminimalkan
pengaruh hormon estrogen dan progesteron, sebaiknya pemeriksaan dilakukan 1
minggu dihitung dari hari pertama haid. Teknik pemeriksaan fisik kanker
payudara adalah sbb:
1.
Posisi duduk:
Lakukan
inspeksi pada pasien dengan posisi tangan jatuh bebas ke samping dan pemeriksa
berdiri di depan dalam posisi sama tinggi. Perhatikan keadaan payudara
kanan dan kiri apakah simetris atau tidak.; adakah kelainan papila, letak dan
bentuknya, retraksi puting susu, kelainan kulit berupa dumpling, ulserasi, peau
d’orange atau tanda-tanda radang. Lakukan juga dalam keadaan kedua lengan
diangkat keatas untuk melihat apakah ada bayangan tumor dibawah kulit yang ikut
bergerak atau adakah bagian yang tertinggal, dimpling dan lain-lain.
2.
Posisi berbaring:
Sebaiknya
dengan punggung diganjal bantal, lakukan palpasi mulai dari kranial setinggi
iga ke-2 sampai distal setinggi iga ke-6, serta daerah subaerolar dan papila
atau dilakukan secara sentrifugal, terakhir dilakukan penekanan daerah papila
untuk melihat apakah ada cairan yang keluar. Tetapkan keadaan tumornya, yaitu
lokasi tumor berdasarkan kuadrannya; ukuran, konsistensi, batas tegak atau
tidak; dan mobilitas terhadap kulit, otot pektoralis atau dinding dada.
3. Pemeriksaan KGB regional di daerah:
a. Aksila, yang ditentukan kelompok kalenjar;
mamaria eksterna di anterior, dibawah tepi otot pektoralis; subskapular di
posterior aksila; sentral di pusat aksila; dan apikal di ujung atas fasia
aksilaris.
b. Supra dan infraklavikula, serta KGB leher
utama.
4. Organ lain yang diperiksa untuk melihat adanya metastasis yaitu hepar,
lien, tulang belakang dan paru. Metastasis jauh dapat bergejala sbb:
a. Otak: nyeri kepala, mual, muntah, epilepsi, ataksia,
paresis, paralisis.
b.
Paru: efusi, sesak napas.
c.
Hati: kadang tanpa gejala, massa ikterus
obstruksi.
d. Tulang: nyeri, patah tulang.
D.
Pemeriksaan Penunjang.
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan untuk menegakkan
diagnosa mioma uteri menurut Arif Mansjoer, dkk (2000) diantaranya adalah:
1) Ultrasonografi (USG) payudara
2) Mammografi
3)
Aspirasi jarum halus (FNAB)
Sedangkan untuk menentukan metastasis dapat dilakukan:
1)
foto toraks
2)
bone survey
3) USG abdomen/hepar.
Pemeriksaan USG hanya dapat membedakan lesi/tumor yang
solid dan kistik. Pemeriksaan mammografi terutama berperan pada payudara yang
mempunyai jaringan lemak yang dominan serta jaringan fibroglandular yang
relatif lebih sedikit. Pada mammografi, keganasan dapat memberikan tanda-tanda
primer atau sekunder. Tanda primer berupa fibrosis reaktif, comet sign (Stelata), adanya perbedaan
yang nyata antara ukuran klinis dan radiologis, adanya paipla dan aerola,
adanya bridge of tumor, keadaan
daerah tumor dan jaringan fibroglandular tidak teratur, infiltrasi dalam
jaringan lunak dibelakang mamma, dan adanya metastasis ke kalenjar. Pemeriksaan
gabungan USG dan mammografi memberikan ketepatan diagnostik yang lebih tinggi.
E.
Diagnosis
Menurut Arif Mansjoer, dkk, (2000) diagnosis pasti hanya
ditegakkan dengan pemeriksaan histopatologis yang dilakukan dengan:
1) Biopsi eksisi, dengan mengangkat seluruh
jaringan tumor beserta sedikit jaringan sehat disekitarnya, bila tumor < 5
cm.
2) Biopsi insisi, dengan mengangkat sebagian jaringan tumor dan sedikit
jaringan sehat, dilakukan untuk tumor-tumor yang inoperabel atau
> 5 cm.
F.
Klasifikasi
Klasifikasi TNM Kanker Payudara berdasarkan AJCC tahun
1992 (Arif Mansjoer, dkk, 2000):
1)
Tx : Tumor primer tidak dapat ditentukan
2)
T0 : Tidak terbukti adanya tumor primer
3) Tis : Kanker insitu; Kanker intraduktal atau
lobular in situ; Penyakit paget pada papila tanpa teraba tumor.
4)
T1 : Tumor < 2 cm; T1a : tumor < 0,5
cm; T1b : tumor 0,5-1 cm;
T1c : tumor 1-2 cm.
5)
T2 : Tumor 2-5 cm.
6)
T3 : Tumor > 5 cm.
7) T4 : Berapapun ukuran tumor, dengan
penyebaran langsung ke dinding dada atau kulit. Dinding dada termasuk kosta,
otot interkostal, otot seratus anterior. Tidak termasuk otot pektoralis. T4a :
melekat pada dinding dada; T4b : edema, peau d’orange, ulserasi kulit, nodul
satelit pada daerah payudara yang sama; T4c : T4a dan
T4b; T4d : karsinoma inflamatoir = mastitis
karsinomatosis.
8)
Nx : Pembesaran kalenjar regional tak dapat
ditentukan.
9)
N0 : Tidak teraba kalenjar aksila.
10) N1 : Teraba pembesaran kalenjar aksila homolateral yang tidak melekat.
11) N2 : Teraba pembesaran kalenjar aksila homolateral yang melekat satu sama
lain atau melekat pada jaringan sekitarnya.
12) N3 : Terdapat pembesaran kalenjar mamaria interna homolateral.
13) Mx : Metastasis jauh tidak dapat ditentukan.
14) M0 : tidak ada metastasis jauh.
15) M1 : terdapat metastasis jauh, termasuk ke kalenjar supraklavikula.
G.
Stadium Kanker Payudara
Menurut Arif Mansjoer, dkk, (2000) stadium kanker
payudara antara lain:
1. Stadium I
Tumor terbatas pada payudara dengan ukuran < 2 cm, tidak terfiksasi pada
kulit atau otot pektoralis, tanpa dugaan metastasis aksila.
2. Stadium II
Tumor dengan diameter < 2 cm dengan metastasis aksila atau tumor dengan
diameter 2-5 cm dengan/tanpa metastasis aksila.
3. Stadium IIIa
Tumor dengan diameter < 5 cm tapi masih bebas dari jaringan sekitarnya
dengan/tanpa metastasis aksila yang masih bebas satu sama lain; atau tumor
dengan metastasis aksila yang melekat.
4. Stadium IIIb
Tumor dengan metastasis infra atau supraklavikula atau tumor yang telah
menginfiltrasi kulit atau dinding toraks.
5. Stadium IV
Tumor yang telah mengadakan metastasis jauh.
H.
Komplikasi
Menurut Corwin (2001) komplikasi dari penyakit kanker
payudara adalah dapat terjadi metastasis luas. Tempat-tempat metastasis antara
lain adalah otak, paru, tulang, hati dan ovarium. Angka bertahan hidup
bergantung pada stadium:
1)
Stadium I (tumor < 2 cm, tanpa metastasis)
= 80 %,
2)
Stadium II (tumor 2-5 cm, metastasis ke
kalenjar getah bening ketiak) = 65 %,
3)
Stadium III (tumor > 5 cm, metastasis ke
kalenjar getah bening ketiak dan menyebar ke kulit atau dinding dada) = 40 %,
4)
Stadium IV (metastasis luas) = 10%.
I.
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan mioma
uteri menurut Arif Mansjoer, dkk (2000) adalah sbb:
Batasan stadium yang
masih operabel/kurabel adalah stadium IIIa, sedangkan terapi pada stadium IIIb
dan IV tidak lagi mastektomi, melainkan pengobatan paliatif.
Tindakan operatif tergantung pada stadium kanker, yaitu:
1. Pada stadium I dan II lakukan masektomi
radikal atau modifikasi masektomi radikal. Setelah itu periksa KGB, bila ada
metastasis dilanjutkan dengan radiasi regional dan kemoterapi ajuvan. Dapat
pula dilakukan masektomi simpleks yang harus diikuti radiasi tumor bed dan daerah KGB regonal. Pada
T2N1 dilakukan masektomi radikal dan radiasi lokasi didaerah tumor bed dan KGB regional. Untuk setiap
tumor yang terletak pada kuadran sentral atu medial payudara harus dilakukan
radiasi pada rantai KGB regional.
Alternatif lain pada tumor yang kecil dapat dilakukan teknik Breast Conserving Therapy, berupa satu
paket yang terdiri dari pengangkatan tumor saja (tumorektomi), ditambah diseksi
aksila dan radiasi kuratif (ukuran tumor < 3 cm) dengan syarat tertentu.
Metode ini dilakukan dengan eksesisi baji, reseksi segmental, resksi parsial,
kwadranektomi, atau lumpektomi biasa, diikuti dengan diseksi KGB aksila secara
total. Syarat teknik ini adalah:
a.
Tumor primer < 2 cm
b.
N1b < 2 cm
c.
Belum ada metastasis jauh
d.
Tidak ada tumor primer lainnya
e.
Payudara kontralateral bebas kanker
f. Payudara bersangkutan belum pernah mendapat
pengobatan sebelumnya (kecuali lumpektomi)
g. Tidak dilakukan pada payudara yang kecil
karena hasil kosmetiknya tidak terlalu menonjol
h.
Tumor primer tidak terlokasi dibelakang
puting susu
2. Pada stadium IIIa lakukan mastektomi radikal
ditambah kemoterapi ajuvan, atau mastektomi simpleks ditambah radioterapi pada tumor bed dan daerah KGB regonal.
Pada stadium yang lebih lanjut, dilakukan tindakan paliatif dengan tujuan:
a.
Mempertahankan kualitas hidup pasien agar
tetap baik/tinggi dan menganggap bahwa kematian adalah proses yang normal.
b.
Tidak mempercepat atau menunda kematian.
c. Menghilangkan rasa nyeri dan keluhan lain yang mengganggu.
Perawatan paliatif juga dilakukan berdasarkan stadium,
yaitu:
1) Pada stadium IIIb dilakukan biopsi insisi, dilanjutkan radiasi. Bila residu
tidak ada maka dtunggu, bila relaps tambahkan dengan pengobatan hormonal dan
kemoterapi. Namun, bila residu setelah radiasi tetap ada, langsung diberikan
pengobatan hormonal sbb:
a.
Pada pasien premenopause dilakukan
ooforektomi bilateral.
b.
Pada pasien sudah 1-5 tahun menopause periksa
efek estrogen. Bila positif, lakukan seperti (a) dan bila negatif lakukan
seperti (c). Observasi selama 6-8 minggu, bila respons baik maka teruskan
terapi, tetapi bila respons negatif dilakukan kemoterapi dengan CMF (CAF) minimal
12 siklus selama 6 minggu.
c. Pada pasien pasca menopause lakukan terapi
hormonal inhibitif/aditif.
2) Pada stadium IV
a. Pada pasien premenopause dilakukan
ooforektomi bilateral. Bila respons positif maka berikan aminoglutetimid atau
tamofen. Bila relaps/respon negatif maka berikan kemoterapi CMF
(Cyclophospamide Methotrexate 5-Fluourasil)/CAF.
b. Pada pasien sudah 1-5 tahun menopause periksa
efek estrogen. Efek estrogen dapat diperiksa dengan estrogen/progesteron
reseptor (ER/PR). Bila positif, lakukan seperti (a) dan bila negatif lakukan
seperti (c).
c. Pada pasien pasca menopause berikan
obat-obatan hormonal seperti tamoksifen, estrogen, progesteron atau
kortikosteroid.
0 komentar:
Posting Komentar