Indikator terhadap perilaku masyarakat dan
peran serta masyarakat dalam pembangunan kesehatan antara lain dapat diukur
atau tergambar dengan seberapa banyak kepesertaan masyarakat dalam jaminan
pemeliharaan kesehatannya misalnya melalui Askes, JPKM, Jamsostek dan
lain-lain. Berdasarkan Susenas dinyatakan bahwa pembiayaan kesehatan yang
berasal dari pemerintah hanya mencapai 30%, sedangkan pembiayaan yang berasal
dari masyarakat tercatat 70%. Rendahnya pembiayaan kesehatan bersumber
pemerintah ternyata memiliki korelasi yang kuat terhadap derajat kesehatan
masyarakat dan kinerja pembangunan kesehatan (Modul studi Pembiayaan
Pembangunan Kesehatan di Propinsi Lampung dan Propinsi DIY). Hanya saja cara pembiayaan kesehatan dari
masyarakat ini masih bersifat langsung. Masyarakat belum terbiasa menjadi
anggota dalam pembiayaan kesehatannya misalnya saja melalui asuransi kesehatan
(Askes).
Data mencatat total masyarakat di Kabupaten
Lampung Selatan yang telah menjadi anggota dalam pembiayaan kesehatan tahun
2004 sebanyak 36.028 , tahun 2005 menurun menjadi 33.026 peserta, dan kembali
menurun tahun 2007 sebanyak 11.937 orang (tabel 35). Untuk tahun 2007 Penduduk
yang menjadi anggota Askes sebanyak 5.022 orang, namun data ini belum
sepenuhnya, karena data laporan yang ada belum 100%. Untuk jaminan pemeliharaan
kesehatan masyarakat miskin sebanyak 639.432 jiwa menjadi peserta askeskin, JPK
Pra bayar 1.425 jiwa, Dana Sehat 5.367 jiwa dan JPK lainnnya 123 jiwa. Total
persentase kepersertaan anggota JPK Pra Bayar adalah 14,2%, masih jauh dari
target 45%.
Perilaku masyarakat dalam mencari
pengobatan atau pelayanan kesehatan diperoleh berdasarkan profil kesehatan
tahun 2007 yaitu sekitar 27,31% berkunjung ke puskesmas dan rumah sakit dan
sisanya sebanyak 72,69% cenderung berobat ke sarana-sarana kesehatan swasta,
bidan praktek, dan lain-lain. Dan untuk Pelayanan kesehatan gakin tercatat
telah mencapai 95,62% dari target 100% (tabel 37).
Indikator keberhasilan peran serta
masyarakat salah satunya dapat dilihat dari tingkat kemandirian posyandu.
Dengan jumlah posyandu 1.295 unit, 388 unit masuk kriteria posyandu purnama dan
sebanyak 29 unit adalah posyandu mandiri (lihat Tabel 48). Data terakhir
menunjukkan Upaya Kesehatan Bersumber Masyarakat (UKBM) di Kabupaten Lampung
Selatan adalah pembentukan posyandu sejumlah 1.295 buah, polindes 123 buah, POD
75 buah, kelompok PKM-PKMD 73 buah, PLP-PKMD 45 buah, Pos UKK 54 buah, Posyandu
kelompok usila 144 buah, SBH (Kwaran) 8 kelompok. Jumlah kader aktif 4.937
orang (82%) dari jumlah kader yang ada 6.018 orang, BKB 302 (0,11%), BKR 272
(0,10%), BKL 266 (0,09%). Di Tahun 2007 pembangunan Poskesdes di 30 desa
sasaran di wilayah 20 kecamatan di Kabupaten Lampung Selatan telah
dilaksanakan.
Sedangkan untuk perilaku masyarakat dalam
pemanfaatan posyandu cenderung meningkat, hal ini terlihat dari angka D/S tahun
2007 (66,11%). Pada tahun sebelumnya (2006) jumlah bayi dan balita yang
ditimbang sebesar 41,6%, dan tahun 2005 sebesar 40,7%; sedangkan balita yang
naik berat badannya 51,19%, sementara untuk balita dengan status BGM yang naik
berat badannya hanya 3,75% (target <15%).
Perilaku masyarakat terhadap kesehatan
lingkungan diantaranya adalah menggunakan sarana air bersih 67% dari total
jumlah KK yang ada di daerah ini. Akses penggunaan sarana air bersih mencapai
72.6% per KK. Adapun pengguna jamban keluarga tercatat 71% telah memiliki
jamban memenuhi syarat kesehatan. Jumlah rumah tangga ber PHBS masih sekitar
56,8% dan rumah bebas jentik masih sangat kecil yaitu baru mencapai 13% dari
rumah yang diperiksa (dibawah target 77%). Perilaku masyarakat terhadap
kesehatan lingkungan juga terukur dengan persentase Rumah Tangga Sehat yang
pada tahun 2007 telah mencapai 62,73% dari target 50% (tabel tambahan 5).
Penduduk di
Kabupaten Lampung Selatan sejumlah 1.282.176 jiwa (sasaran) yang menggunakan
sarana air bersih sejumlah 846.236 jiwa atau sebesar 66%. Bila dikaitkan dengan
target program penyehatan air sebesar 85%, maka penduduk yang menggunakan
sarana air bersih belum mencapai target sehingga yang dilakukan selanjutnya
adalah melakukan penyuluhan tentang air bersih pada kelompok masyarakat pemakai
maupun yang belum memiliki akses air bersih dan melakukan perbaikan kualitas
air dengan harapan dapat meningkatkan pengguna air bersih di masyarakat.
Dari aspek
bakteriologis air dapat dikatakan bahwa kualitas air bersih pada sarana air
yang digunakan oleh penduduk belum memenuhi syarat kualitas air karena target
kualitas bakteriologis sebesar 70% baru tercapai 18,36%. Demikian pula kualitas
sarana air bersih yang digunakan oleh penduduk dengan risiko pencemaran tinggi
dan amat tinggi sebesar 33,43% diperlukan kerja berat untuk mengurangi dan
mengendalikan pencemaran. Program penyehatan air secara kuantitas dapat
dikatakan berhasil tetapi dari aspek kualitas air belum tercapai, hal inipun
diperkuat dengan angka penyakit yang ditularkan melalui air masih tergolong
tinggi (bahkan terjadi KLB) untuk penyakit diare, typhus dan disentri. Untuk
itu perlu adanya upaya yang lebih lanjut dari Pemerintah, swasta maupun
masyarakat untuk memenuhi kebutuhan air bersih yang sehat dan aman bagi
kebutuhan masyarakat.
Perilaku masyarakat terhadap gizi dalam
hal ini diwakili oleh pemberian ASI ekslusif. Dari angka sebesar 8.371 (28,58%)
tahun 2006 meningkat menjadi 31,21% pada tahun 2007. Namun angka masih dibawah
target 55%. Selain itu dapat juga dilihat dari pola konsumsi makanan pada
masyarakat bagian pantai lebih didominasi oleh pola mengkonsumsi ikan laut
yaitu mencapai 25,56 kg ikan per kapita, sedangkan bagian daratan (pegunungan)
lebih besar mengkonsumsi tempe dan tahu. Penduduk yang mengkonsumsi protein
nabati sebesar (75%) kecukupan konsumsi kalori (86,09%) (data tahun 2006)
Perilaku masyarakat dalam kasus
penyalahgunaan obat berbahaya berdasarkan sumber dari Polres Lampung Selatan
kasus penyalahgunaan obat berbahaya oleh para remaja pada tahun 2001 tercatat
30 kasus, tahun 2002 10 kasus dan tahun 2003 tercatat sebanyak 3 (tiga) kasus,
yang terlibat dalam peredaran dan pejualan obat berbahaya. Untuk data tahun
2007, data ini belum tersedia.
Perilaku hidup sehat lainnya misalnya tidak
merokok. Perilaku ini ternyata cukup memprihatinkan terutama dikalangan
penduduk yang berpenghasilan rendah. Hasil penelitian tentang adanya
kemungkinan hubungan antara tingkat pendidikan dan inkam yang rendah pada
penduduk daerah ini perlu diteliti kembali, dimana disebutkan adanya korelasi
yang signifikan antara pendidikan dan inkam terhadap perilaku merokok yang
artinya makin tinggi pendidikan dan inkam seseorang, maka kecenderungan untuk
merokok makin rendah dan demikian sebaliknya. Untuk halnya Lampung Selatan yang
memiliki banyak penduduk miskin (47,67%) dan tingkat pendidikannya relatif
rendah, namun perilaku merokok terlihat lebih dominan terutama untuk kalangan
laki-laki.
0 komentar:
Posting Komentar