A. SISTEM MUTU
Menurut Hubeis
(1999), konsep mutu yang berlaku umum maupun khusus pada bidang pangan erat
kaitannya dengan era mutu, dimulai dengan inspeksi atau pengawasan pada tahun
1920-an yang menekankan pada pengukuran. Pada tahun 1960 mengarah
ke pengendalian mutu dengan pendekatan teknik statistika berupa grafik,
histogram, tabel, diagram pencar dan perancangan percobaan. Sedangkan
tahun 1980-an berorientasi pada jaminan mutu (quality assurance) dan
tahun 1990-an terfokus pada manajemen mutu total (Total Quality Management
atau TQM). Masih dalam Hubeis (1999), dikatakan pula bahwa permasalahan mutu bukan
sekedar masalah pengendalian mutu atas barang dan jasa atau standar mutu barang
(product quality), tetapi sudah bergerak ke penerapan dan penguasaan TQM
menuju world class performance yang dimanifestasikan dalam ISO (International
Standar’s Organization).
Sistem mutu menurut ISO 9000 dalam Kadarisman (1994)
mencakup:
1.
Mutu adalah
gambaran dan karakteristik menyeluruh produk atau jasa,
yang menunjukan kemampuannya dalam memenuhi
kebutuhan-kebutuhan yang ditentukan (tersurat) maupun yang tersirat;
2. Kebijakan Mutu adalah keseluruhan maksud dan tujuan organisasi (perusahaan) yang
berkaitan dengan mutu yang secara formal dinyatakan oleh pimpinan puncak;
3. Manajemen Mutu adalah seluruh aspek fungsi manajemen yang menetapkan dan melaksanakan
kebijakan mutu yang telah dinyatakan oleh pimpinan puncak;
4. Pengendalian Mutu, teknik-teknik dan kegiatan-kegiatan operasional yang digunakan untuk
memenuhi persyaratan mutu. Pengendalian mutu meliputi monitoring suatu proses,
melakukan tindakan koreksi bila ada ketidaksesuaian dan menghilangkan penyebab
timbulnya hasil yang kurang baik pada tahapan rangkaian mutu yang relevan untuk
mencapai efektivitas yang ekonomis;
5. Jaminan Mutu, adalah seluruh perencanaan dan kegiatan sistematis yang diperlukan
untuk memberikan suatu keyakinan (jaminan) yang memadai bahwa suatu produk atau
jasa akan memenuhi persyaratan tertentu.
Dalam kontek
mutu produk pangan, suatu produk pangan itu bermutu sesuai dengan tuntutan pasar
global, apabila produk pangan tersebut memenuhi standar ISO, yang dapat kita pahami sebagai pangan yang diproses secara higienis,
tidak mengandung/tercemar bahan kimia yang berbahaya, sesuai dengan selera
pasar lokal dan/atau global.
Banyak
perusahaan menginginkan adanya peningkatan mutu dan telah mencurahkan berbagai
upaya untuk mewujudkan keinginannya. Akan tetapi upaya-upaya ini sering lebih
mengarah kepada kegiatan-kegiatan inspeksi serta memperbaiki cacat dan
kegagalan selama proses produksi. Kegiatan inspeksi saja tidak dapat
membangun mutu kedalam suatu produk. Mutu harus dirancang dan dibentuk
kedalam produk. Kesadaran mutu harus dimulai pada tahap sangat awal yaitu
gagasan konsep produk, setelah persyaratan-persyaratan konsumen diidentifikasi.
Kesadaran upaya membangun mutu ini harus dilanjutkan melalui berbagai tahap
pengembangan dan produksi, sampai setelah pengiriman produk kepada konsumen
untuk memperoleh umpan balik.
Sistem mutu
dimaksudkan untuk mengidentifikasi seluruh tugas yang berkaitan dengan mutu,
mengalokasikan tanggung jawab dan membangun hubungan kerjasama dalam
perusahaan. Sistem mutu juga dimaksudkan untuk membangun mekanisme dalam rangka
memadukan semua fungsi menjadi suatu sistem yang menyeluruh. Suatu sistem
jaminan mutu harus bersifat transparan sehingga kedua belah pihak baik
perusahaan maupun para pelanggan secara jelas dapat mengetahui bagaimana
perusahaan berniat memastikan bahwa produknya akan memenuhi semua persyaratan
mutu.
Oleh karena
itu, didalam sistem standar jaminan mutu mempersyaratkan manajemen secara
formal, mendokumentasikan kebijakan mutunya, memastikan kebijakan tersebut
dimengerti oleh semua jajaran dan melakukan langkah-langkah tepat untuk
memperlihatkan kebijakan tersebut dilaksanakan secara penuh. Pada saat menentukan
kebijakan mutu, manajemen harus dengan jelas menyatakan bahwa salah satu tujuan
utama perusahaan adalah kepuasan penuh pelanggannya sebab eksistensinya sangat
tergantung kepada dukungan konsumen secara kontinyu.
Seluruh fungsi
yang berkaitan dengan mutu dalam suatu perusahaan dapat dikelompokkan menjadi dua kategori, yaitu: 1) Perencanaan dan rekayasa
mutu; 2) Pengendalian mutu,
1. Perencanaan dan Rekayasa Mutu
Perencanaan dan rekayasa mutu terdiri dari
fungsi-fungsi staf spesialis dan kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan
pengembangan. Definisi dan perencanaan mutu pada tahap sebelum produksi. Secara
rinci adalah sebagai berikut :
a. Saran terhadap manajemen mengenai kebijakan mutu perusahaan dan
penyusunan tujuan-tujuan mutu yang realistis
b. Analisis persyaratan mutu pelanggan dan
penyusunan spesifikasi rancangan
c. Tinjau ulang dan evaluasi rancangan
produk untuk memperbaiki mutu dan mengurangi biaya mutu
d. Mendefinisikan standar mutu dan
menyusun spesifikasi produk
e. Merencanakan pengendalian proses dan
menyusun prosedur-prosedur untuk menjamin kesesuaian mutu
f. Mengembangkan teknik-teknik
pengendalian mutu dan metoda inspeksi termasuk merancang peralatan uji khusus
g.
Melaksanakan studi kemampuan proses
h.
Analisis biaya mutu
i. Perencanaan pengendalian mutu untuk
bahan yang diterima, termasuk evaluasi para pemasok
j.
Audit mutu di tingkat perusahaan
k.
Mengorganisasi program pelatihan dan
peningkatan motivasi untuk perbaikan mutu
2. Pengendalian
Mutu Pangan
Kegiatan
Pengendalian
Mutu mencakup kegiatan menginterpretasikan dan mengimple-mentasikan rencana
mutu. Rangkaian kegiatan ini terdiri dari pengujian pada saat sebelum dan
sesudah proses produksi yang dimaksudkan untuk memastikan kesesuaian produk
terhadap persyaratan mutu. Mengacu Kadarisman (1994), sesuai dengan standar ISO 9000, maka kegiatan
Pengendalian memiliki fungsi antara lain:
a. Membantu dalam membangun pengendalian mutu pada berbagai titik dalam
proses produksi.
b. Memelihara dan mengkalibrasi peralatan pengendalian proses.
c. Meneliti cacat yang terjadi dan membantu memecahkan masalah mutu
selama produksi.
d. Melaksanakan pengendalian mutu terhadap
bahan yang diterima.
e. Mengoperasikan laboratorium uji untuk
melaksanakan uji dan analisa.
f. Mengorganisasikan inspeksi pada setiap
tahap proses dan spot checks bilamana diperlukan.
g. Melaksanakan inspeksi akhir untuk
menilai mutu produk akhir dan efektivitas pengukuran pengendalian mutu.
h. Memeriksa mutu kemasan untuk memastikan
produk mampu menahan dampak transportasi dan penyimpanan.
i. Melakukan uji untuk mengukur dan
menganalisa produk yang diterima akibat tuntutan konsumen.
j. Memberikan umpan balik data cacat dan
tuntutan konsumen kepada bagian rekayasa mutu.
Pengendalian mutu produk pangan menurut Hubeis (1999), erat
kaitannya dengan sistem pengolahan yang melibatkan bahan baku, proses,
pengolahan, penyimpangan yang terjadi dan hasil akhir. Sebagai ilustrasi,
secara internal (citra mutu pangan) dapat dinilai atas ciri fisik (penampilan: warna, ukuran,bentuk dan
cacat; kinestika: tekstur, kekentalan dan konsistensi; citarasa: sensasi,
kombinasi bau dan cicip) serta atribut tersembunyi (nilai gizi dan keamanan
mikroba). Sedangkan secara eksternal (citra perusahaan) ditunjukkan oleh
kemampuan untuk mencapai kekonsistenan mutu (syarat dan standar) yang
ditentukan oleh pembeli, baik di dalam maupun di luar negeri.
Pengendalian mutu pangan juga bisa memberikan makna upaya pengembangan mutu
produk pangan yang dihasilkan oleh perusahaan atau produsen untuk memenuhi
kesesuaian mutu yang dibutuhkan konsumen. Untuk ilustrasi sederhana, suatu
kegiatan pengendalian mutu yang dilakukan suatu pasar swalayan, yaitu melakukan
sortasi berulang-ulang terhadap sayur dan buah-buahan yang diperoleh dari
pemasok sebelum siap dijual. Misalnya penerimaan diidentifikasikan oleh kondisi
daun hijau segar dan tidak kekuningan atau coklat, daun tidak berlubang,
batang/tangkai daun tidak lecet/luka atau patah, tidak berbau yang tidak enak,
warna cerah dan mengkilap, tidak layu dan tidak berserangga/berulat; dan untuk
buah-buahan dicirikan oleh tingkat kematangan optimum, ukuran dan bentuk
relatif seragam, tidak berlubang, tidak cacat fisik dan permukaan menarik.
B.
MANAJEMEN MUTU TOTAL
(TOTAL
QUALITY MANAGEMENT)
Pada tahun 1980-an beberapa perusahaan besar Amerika Serikat
memperkenalkan konsep perbaikan yang terus menerus (quality thinking) yang
dikenal Total Quality Management (TQM) atau Integrated Quality Control
(IQT). TQM merupakan suatu pendekatan dalam menjalankan usaha yang
mencoba untuk memaksimumkan daya saing organisasi/perusahaan melalui perbaikan
terus menerus atas produk, jasa, manusia, proses dan lingkungannya, (Tjiptono
dan Diana, 1995).
Oleh karena itu pendekatan mutu total ini hanya akan
dapat dicapai dengan memperhatikan karakteristik TQM (Tjiptono dan Diana,
1995), sebagai berikut:
a.
Fokus pada pelanggan, baik pelanggan
internal maupun eksternal.
b.
Memiliki obsesi yang tinggi terhadap
kualitas
c.
Menggunakan pendekatan ilmiah dalam
pengambilan keputusan dan pemecahan masalah
d.
Memiliki komitmen jangka panjang
e.
Membutuhkan kerjasama tim
f.
Memperbaiki proses secara berkesinambungan
g.
Menyelenggarakan pendidikan dan
pelatihan
h.
Memberikan kebebasan yang terkendali
i.
Memiliki kesatuan tujuan
j.
Adanya keterlibatan dan pemberdayaan
TQM juga dapat dikatakan sebagai perkembangan atau proses
lanjutan dari pengendalian mutu (sistem) yang berorientasi ke standar jaminan
mutu (keunggulan kompetitif) untuk meningkatkan kualitas produksi dan efisiensi
kerja di segala bidang (mengurangi kegagalan), terutama pada sektor yang
menghasilkan produksi dan peningkatan kualitas sumber daya manusia untuk
memuaskan konsumen secara menyeluruh, (Hubies,1999). Pendekatan ini
dinilai memberikan alternatif kepada perusahaan untuk tumbuh secara bertahap,
meningkatkan mutu dan meningkatkan pangsa pasar dan keuntungan diukur dari
kinerja yang terdiri atas tujuan, mutu, biaya, pelayanan, keandalan dan
hubungan konsumen.
Dengan penjelasan yang sederhana dapat dikatakan bahwa TQM
menekankan mutu sebagai hal yang didefinikan oleh pelanggan (kepuasan), mutu
sebagai hal yang dicapai oleh manajemen (standarisasi) dan mutu itu sendiri
merupakan tanggung jawab dari perusahaaan (kepemimpinan dan pengelolaan sumber
daya manusia). Oleh karena itu diperlukan adanya critical mass (perencanaan
strategik), yaitu kondisi dimana 90 persen karyawan perusahaan mengerti dan
menyadari arti penting TQM bagi mereka (arah) serta mengenal konsep-konsep
dasarnya (pengetahuan dan kerjasama tim) bagi pengembangan mutu dan
produktivitas dari produk yang dihasilkannya.
Hubeis (1999) memberikan ilustrasi dari penerapan TQM, pada
kasus industri daging ayam potong yang dimulai dari pembiak bibit, peternak,
perusahaan pakan, peternakan ayam, transportasi, rumah potong ayam, pengolahan,
distribusi dan sampai ke konsumen dilakukan pengendalian tidak hanya pada
produk akhir (daging), tetapi juga pengawasan terhadap proses lain yang terkait
dengan mata rantai pemasaran, produk antara dan jasa. Masalah tersebut dapat
dipecahkan dengan perbaikan mutu yang terus menerus dan kepuasan konsumen.
Dalam hal ini pengetahuan (sanitasi dan teknologi mutu produk pada akhir
siklus) dan pengendalian proses produksi (misal sistem produksi intensif dengan
90 % produksi ayam potong berasal dari ayam hibrida) serta koordinasi seluruh
hal terkait (kemitraan dan penerapan pengendalian mutu) adalah penting untuk
menghasilkan mutu yang baik.
Dari keseluruhan uraian, baik konsep maupun ilustrasi,
terlihat bahwa TQM berhubungan dengan seluruh proses pada organisasi (komitmen
dan fokus kinerja) yang memberikan kontribusi langsung (barang dan jasa)
ataupun perilaku terhadap mutu yang didefinisikan oleh konsumen.
C.
UPAYA MEMPERTAHANKAN MUTU PRODUK
PANGAN
Untuk mempertahankan mutu produk pangan sesuai dengan yang
diharapkan konsumen dan mampu bersaing secara global, maka mengacu Kadarisman
(1994) secara umum dapat ditempuh upaya-upaya sebagai berikut:
1.
Pengadaan
bahan baku.
Baik
bahan penolong maupun bahan tambahan industri harus direncanakan dan
dikendalikan dengan baik. Aspek-aspek penting yang perlu diperhatikan,
yaitu 1) Persyaratan-persyaratan dan kontrak pembelian, 2) Pemilihan pemasok
mampu, 3) Kesepakatan tentang jaminan mutu, 4) Kesepakatan tentang
metoda-metoda verifikasi, 5) Penyelesaian perselisihan mutu, 6) Perencanaan dan
pengendalian pemeriksaan, dan 7) Catatan-catatan mutu penerimaan bahan.
2. Pengendalian
Produksi.
Pengendalian
produksi dilakukan secara terus menerus meliputi kegiatan antara lain: 1)
Pengendalian bahan dan kemampuan telusur, dengan inti kegiatan adalah inventory
system, dengan tujuan pengendalian kerusakan bahan, 2) Pengendalian dan
pemeliharaan alat, 3) Proses khusus, yaitu proses produksi yang kegiatan
pengendaliannya merupakan hal yang sangat penting terhadap mutu produk, dan 4)
pengendalian dan perubahan proses.
3. Pengemasan.
Pengemasan
dilakukan dengan benar dan memenuhi persyaratan teknis untuk kepentingan
distribusi dan promosi. Dalam industri pangan, pengemasan merupakan tahap
terakhir produksi sebelum didistribusikan. Pengemasan berfungsi sebagai:
1) Wadah untuk memuat produk, 2) Memelihara kesegaran dan kemantapan
produk selama penyimpanan dan distribusi, 3) Melindungi pangan dari kontaminasi
lingkungan dan manusia, 4) Mencegah kehilangan selama pengangkutan dan distribusi,
dan 5) Media komunikasi atau promosi.
4. Penyimpanan dan
Penanganan Produk Jadi.
Penyimpanan
dan penanganan produk jadi bertujuan untuk mencegah kerusakan akibat vibrasi,
shock, abrasi, korosi, pengaruh suhu, Rh, sinar dan sebagainya selama penanganan,
pengangkutan, dan penyimpanan.
5. Pemeriksaan dan
Pengujian Selama Proses dan Produk Akhir.
Tujuan
utama adalah untuk mengetahui apakah item atau lot yang dihasilkan memenuhi
persyarakatan sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan.
6. Keamananan dan
Tanggung Jawab Produk.
Karakteristik
mutu keamanan dalam industri pangan semakin hari semakin penting karena banyak
kasus yang terjadi baik di dalam maupun di luar negeri. Oleh karena itu perlu
dikembangkan metode atau peraturan tentang praktek pengolahan pangan yang baik.
Sedangkan secara teknis dalam rangka upaya mempertahankan
kualitas produk pangan, dilakukan upaya-upaya sebagai berikut:
1.
Dokumentasi
Sistem Mutu
Perusahaan harus membangun dan
mempertahankan suatu sistem mutu tertulis (terdokumentasi), dengan pengertian
hal ini akan menjamin produk-produknya sesuai dengan persyaratan tertentu.
Sistem mutu tertulis ini membuat jaminan mutu bersifat lebih melembaga sebab
dokumentasi ini dilakukan menyeluruh terhadap pedoman, prosedur dan instruksi
kerja.
Sistem mutu tertulis bukan sekedar merupakan sesuatu yang
diinginkan saja tetapi harus dikerjakan di lapangan. Sistem mutu terdiri dari manual,
prosedur, instruksi kerja, format-format dan record . Penulisan sistem
mutu sebaiknya melibatkan semua karyawan karena mereka nantinya yang akan
mengerjakan dan hasil kerjanya mempengaruhi mutu produk yang dihasilkan
perusahaan.
2.
Pengendalian Rancangan
Mutu produk
sejak awal tergantung kepada rancangan produk tersebut. Tanpa
merancang mutu kedalam suatu produk, akan sulit mencapai mutu tersebut selama
produksi. Tujuan utama seorang perancang adalah menciptakan suatu produk yang
dapat memuaskan kebutuhan pelanggan secara penuh yang dapat diproduksi pada
tingkat harga yang bersaing. Dengan demikian, proses perancangan yang meliputi
perencanaan, verifikasi, kaji ulang, perubahan dan dokumentasi menjadi sangat
penting, terutama untuk produk-produk yang mempunyai rancangan rumit dan memerlukan
ketelitian.
3.
Pengendalian Dokumen
Dalam penerapan sistem standar jaminan mutu, perusahaan
dituntut untuk menyusun dan memelihara prosedur pengendalian semua dokumen
dan data yang berkaitan dengan sistem mutu. Tujuan pengendalian dokumen adalah
untuk memastikan bahwa para pelaksana tugas sadar akan adanya dokumen-dokumen
yang mengatur tugas mereka. Perusahaan harus menjamin seluruh dokumen tersedia
pada titik-titik dimana mereka dibutuhkan.
4.
Pengendalian Pembelian
Pembelian bahan hampir seluruhnya berdampak kepada mutu
produk akhir sehingga harus dikendalikan dengan baik. Perusahaan harus
memastikan bahwa semua bahan dan jasa yang diperoleh dari sumber-sumber di luar
perusahaan memenuhi persyaratan yang ditentukan.
5.
Pengendalian
Produk yang Dipasok Pembeli
Adakalanya pembeli produk kita, mensyaratkan penggunaan
produknya untuk diguna-kan dalam rangka memenuhi persyaratan kontrak.
Perusahaan bertanggung jawab terhadap pencegahan kerusakan pemeliharaan,
penyimpangan, penanganan dan penggunaannya selama barang tersebut dalam
tanggung jawabnya.
6.
ldentifikasi
Produk dan Kemampuan
Telusur
Identifikasi suatu produk dan prosedur penelusuran produk
merupakan persyaratan penting sistem mutu untuk keperluan identifikasi produk
dan mencegah tercampur selama proses, menjamin hanya bahan yang memenuhi syarat
yang digunakan, membantu analisis kegagalan dan melakukan tindakan koreksi,
memungkinkan penarikan produk cacat/rusak dari pasar serta untuk memungkinkan
penggunaan bahan yang tidak tahan lama digunakan dengan prinsip FIFO (First In
First Out).
7.
Pengendalian
Proses
Pengendalian proses dalam sistem standar jaminan mutu
mencakup seluruh faktor yang berdampak terhadap proses seperti parameter
proses, peralatan, bahan, personil dan kondisi lingkungan proses.
8.
Inspeksi
dan Pengujian
Meskipun penekanan pengendalian mutu telah beralih pada
kegiatan-kegiatan pencegahan dalam tahap sebelum produksi (perancangan, rekayasa
proses dan pembelian) inspeksi dengan intensitas tertentu tidak dapat dihindari
dalam sistem mutu.
9.
Inspeksi,
Pengukuran
dan Peralatan Uji
Pengukuran atau kegiatan pengujian bermanfaat jika hasil
pengukuran dapat diandalkan. Untuk itu alat pengukur atau alat uji harus
memenuhi kecermatan dan konsistensi jika dioperasikan pada kondisi yang biasa
digunakan.
10. lnspeksi dan Status Pengujian
Tujuan utama sistem mutu adalah untuk memastikan hanya
produk-produk yang memenuhi spesifikasi sesuai kesepakatan yang dikirim ke
pelanggan. Sering dalam suatu pabrik yang besar, produk yang memenuhi
spesifikasi, yang belum diperiksa dan yang tidak memenuhi spesifikasi berada
pada tempat yang berdekatan sehingga mungkin bercampur. Dengan demikian status
inspeksi suatu produk harus jelas yaitu :
o
produk belum diperiksa
o
produk sudah diperiksa dan diterima
o
produk sudah diperiksa tetapi ditolak
11. Pengendalian Produk yang Tidak Sesuai
Dalam sistem produksi harus dapat disingkirkan produk-produk
yang tidak sesuai. Sistem standar jaminan mutu mempersyaratkan perusahaan
mempunyai prosedur tertulis untuk mencegah terkirimnya produk-produk yang tidak
sesuai kepada konsumen. Jika produk yang tidak sesuai terdeteksi pada tahap
produksi, prosedur yang ada harus tidak membiarkan produk tersebut diproses
lebih lanjut.
12. Tindakan Koreksi
Setiap kegiatan atau sistem operasi dapat saja menyimpang
dari kondisi operasi standar (prosedur) karena berbagai alasan sehingga
menghasilkan produk yang tidak sesuai. Sistem standar jaminan mutu
mempersyaratkan perusahaan mempunyai sistem institusional untuk memonitor
kegiatan produksi atau proses. Jika ketidaksesuaian diketahui, tindakan koreksi
harus dilakukan segera agar sistem operasi kembali kepada standar.
13. Penanganan, Penyimpanan, Pengemasan dan Pengiriman
Perusahaan manufaktur terlibat dengan berbagai bahan dan
produk, baik dalam bentuk bahan mentah, produk antara untuk di proses lagi
maupun produk jadi. Adalah sangat penting menjamin bahwa mutu dari semua bahan
dan produk tersebut tidak .terpengaruh oleh penyimpanan yang kondisinya kurang
baik, penanganan yang tidak tepat, pengemasan yang tidak memadai dan prosedur
pengiriman yang salah.
14. Catatan-Catatan Mutu
Perusahaan harus menyusun dan memelihara prosedur untuk
identifikasi pengumpulan. pembuatan indeks, pengarsipan, penyimpanan dan
disposisi catatan mutu. Catatan mutu memberikan bukti obyektif bahwa mutu
produk yang disyaratkan telah dicapai dan berbagai unsur sistem mutu telah dilaksanakan
dengan efektif.
15. Audit Mutu Internal
Sistem standar jaminan mutu mempersyaratkan suatu perusahaan
untuk melembagakan suatu audit sistematis terhadap semua kegiatan yang
berkaitan dengan mutu, untuk mengetahui apakah prosedur dan instruksi memenuhi
persyaratan standar .Perusahaan juga harus bisa mendemonstrasikan bahwa semua
operasi dan kegiatan dilaksanakan sesuai prosedur tertulis dan semua tujuan
sistem mutu telah dicapai.
16. Pelatihan dan Motivasi
Sistem standar jaminan mutu mempersyaratkan kebutuhan
pelatihan harus diidentifikasi dengan cermat dan menyiapkan prosedur untuk
melaksanakan pelatihan semua personil yang kegiatannya berkaitan dengan mutu.
0 komentar:
Posting Komentar