A.
Masalah
Utama Klien
Klien
mengalami “halusinasi”
B.
Proses
Terjadinya Masalah
1.
Pengertian
Halusinasi
dapat didefinisikan sebagai terganggunya persepsi sensori seseorang, dimana
tidak terdapat stimulus (Varcarolis)
Tipe halusinasi
yang paling sering adalah halusinasi pendengaran (Auditoring-Hearing, Voices or
Sound), Penglihatan (Visual-Seeing, persons or things), Penciuman
(Olfactory-Smelling Odors), Pengecapan (Gustatory-experience taste)
2.
Factor Predisposisi
a.
Faktor
Perkembangan
Tugas
perkembangan klien yang tergangggu misalnya rendahnya control dan kehangatan
keluarga menyebabkan klien tidak mampu mandiri sejak kecil, mudah frustasi,
hilang percaya diri dan lebih rentan terhadap stress.
b.
Faktor
Sosiokultural
Seseorang
yang merasa tidak diterima lingkungannya sejak bayi (Unwanted Child) akan
merasa disingkirkan, kesepian, dan tidak percaya kepada lingkungannya.
c.
Faktor
Biokimia
Mempunyai
pengaruh terhadap terjadinya gangguan jiwa. Adanya stress yang berlebihan
dialami seseorang maka didalam tubuh akan dihasilkan suatu zat yang bersifat
halusinogenik neurokimia seperti Buffofenon dan Dimetytranferase (DMP). Akibat
stress berkepanjangan menyebabkan teraktivasinya neurotransmitter ota. Misalnya
terjadi ketidakseimbangan asetilkolin dan dopamine.
d.
Faktor
Psikologis
Tipe
kepribadian lemah dan tidak bertangguangjawab mudah terjerumus pada
penyalahgunaan zat adiktif. Hal ini berpengaruh pada ketidakmampuan
klien dalam mengambil keputusan yang tepat demi masa depannya. Klien lebih
memilih kesenangan sesaat dan lari dari alam nyata menuju alam hayal.
e.
Faktor
Genetik dan Pola Asuh
Penelitian
menunjukkan bahwa anak sehat yang diasuh oleh orangtua skizofrenia cenderung
mengalami skizofrenia. Hasil stuck menunjukkan bahwa factor keluarga
menunjukkan hubungan yang sangat berpengaruh terhadap penyakit ini.
3.
Faktor Presipitasi
a.
Perilaku
Respon
klien terhadap halusinasi dapat berupa curiga, ketakutan, perasaan tidak aman,
gelisah dan bingung, perilaku merusak diri, kurang perhatian, tidak mampu
mengambil keputusan serta tidak dapat membedakan keadaan nyata dan tidak nyata.
Menurut Rawlins dan Heacock, 1993 mencoba memecahkan masalah halusinasi
berdasarkan atas hakekat keberadaan seorang individu sebagai makhluk yang
dibangun atas dasar unsure-unsur bio-psiko-sosio-spiritual sehingga halusinasi
dapat dilihat dari lima dimensi, yaitu:
o
Dimensi
Fisik
Halusinasi
dapat ditimbulkan oleh beberapa kondisi fisik, seperti kelelahan yang luar
biasa, penggunaan obat-obatan, demam hingga delirium, intoksikasi alkohol dan
kesulitan tidur untuk waktu yang lama.
o
Dimensi
Emosional
Perasaan
cemas yang berlebihan atas dasar problem yang tidak dapat diatasi merupakan
penyebab halusinasi itu terjadi. Isi dari
halusinasi dapat beruap perintah memaksa dan menakutkan. Klien tidak sanggup
lagi menentang perintah tersebut., hingga kondisi tersebut klien berbuat
sesuatu terhadap ketakutan tersebut.
o
Dimensi
Intelektual
Dalam
dimensi intelektual ini menerangkan bahwa individu dengan halusinasi akan
memperlihatkan adanya penurunan fungsi ego. Pada awalnya halusinasi merupakan
usaha dari ego sendiri untuk melawan impuls-impuls yang menekan, namun
meruapakan suatu hal yang menimbulkan kewaspadaan yang dapat mengambil
seluruh perhatian klien dan tak jarang akan mengontrol semua perilaku klien.
o
Dimensi
Sosial
Klien
mengalami gangguan interaksi social dalam fase awal dan comforting, klien
menganggap bahwa hidup bersosialisasi di alam nyata sangat membahayakan. Klien
asyik dengan halusinasinya, seolah-olah ia merupakan tempat untuk memnuhi
kebutuhan akan interaksi social. Control diri dan harga diri yang tidak
didapatkan dalam dunia nyata. Isi halusinasi system control oleh individu
tersebut, sehingga jika perintah halusinasi berupa ancaman, dirinya atau orang
lain individu cenderung untuk itu. Oleh karena itu, aspek penting dalam
melaksanakan intervensi keperawatan klien dengan mengupayakan suatu proses
interaksi yang menimbulkan pengalaman interpersonal yang memuaskan, serta
mengusahakan klien tidak menyendiri sehingga klien selalu berinteraksi dengan
lingkungannya dan halusinasi tidak berlangsung.
o
Dimensi
Spiritual
Secara
spiritual klien halusinasi mulai dengan kehampaan hidup, rutinitas tidak
bermakna, hilangnya aktivitas ibadah dan jarang berupaya secara spiritual untuk
menyucikan diri. Irama sirkadiannya terganggu, karena ia sering tidur larut
malam dan bangun sangat siang. Saat terbangun terasa hampa dan tidak jelas
tujuan hidupnya. Ia sering memakai takdir tetapi lemah dalam upaya menjemput
rezeki, menyalahkan lingkungan dan orang lain yang menyebabkan takdirnya
terbunuh.
b.
Psikopatologi
Halusinasi
merupakan bentuk yang paling sering dari gangguan persepsi. Bentuk halusinasi
ini bisa berupa suara-suara bising atau mendengung, tapi yang paling penting
berupa kata-kata yang tersusun dalam bentuk kalimat yang agak sempurna.
Biasanya kalimat tadi membicarakan mengenai keadaan pasien sendiri atau yang
dialamatkan pada pasien itu, akibatnya pasien bisa bertengkar atau bicara
dengan suara halusinasi itu. Bisa pula pasien terlihat seperti bersikap
mendengar atau bicara-bicara sendiri atau bibirnya bergerak-gerak.
Psikopatologi dari halusinasi yang pasti belum diketahui. Banyak teori
yang diajukan yang menekankan pentingnya factor-faktor psikologik, fisiologik
dll. Ada yang mengatakan bahwa dalam keadaan terjaga yang normal otak
dibombardir oleh aliran stimulus yang dating dari dalam tubuh ataupun luar
tubuh. Input ini akan menginhibisi persepsi yang lebih dari munculnya ke alam
sadar. Bila input ini dilemahkan atau tidak ada sama sekali seperti kita jumpai
dalam keadaan normal atau psatologis maka materi-materi yang ada dalam
unconscious atau preconscious bisa dilepaskan dalam bentuk halusinasi. Pendapat
lain mengatakan bahwa halusinasi dimulai dengan adanya keinginan yang direpresi
ke unconscious dan kemudian karena sudah retaknya kepribadian dan rusaknya daya
menilai realitas maka keinginan tadi diproyeksikan keluar dalam bentuk stimulus
externa.
C.
Masalah
keperawatan dan Data Yang Perlu Dikaji
1.
Masalah Keperawatan
a. Resiko
tinggi perilaku kekerasan
b. Resiko
persepsi sensori: halusinasi
c. Gangguan
interaksi social: menarik diri
d. Gangguan
konsep diri: harga diri rendah
2.
Data Yang Perlu Dikaji
a.
Perubahan sensori persepsi: halusinasi
o
Data Subjektif
a) Klien
mengatakan mendengar bunyi yang tidak berhubungan dengan stimulus nyata
b) Klien
melihat gambaran tanpa ada stimulus yang nyata
c) Klien
mengatakan mencium bau tanpa ada stimulus
d) Klien
merasa ada sesuatu pada kulitnya
e) Klien
takut pada suara/bunyi/gambar yang dilihat dan didengar
f) Klien
ingin memukul/melempar barang-barang
o
Data Objektif
a) Klien
berbicara dan tertawa sendiri
b) Klien
bersikap seperti mendengar/melihat sesuatu
c) Klien
berhenti bicara di tengah kalimat untuk mendengarkan sesuatu
d) Disorientasi
D.
Diagnosa
Keperawatan
Perubahan
persepsi sensori: halusinasi
E.
Rencana
Tindakan Keperawatan
TUM :
Klien
dapat mengendalikan halusinasinya.
TUK 1 :
klien
dapat membina hubungan saling percaya
Intervensi :
1. Salam
teraupetik, perkenalan, jelaskan tujuan, ciptakan lingkungan yang tenang, buat
kontrak yang jelas (waktu, tempat, topik)
2. Beri
kesempatan mengungkapkan perasaan
3. Empati
4. Ajak
membicarakan hal – hal yang ada di lingkungan
TUK 2 :
Klien
dapat mengenal halusinasinya
Intervensi
:
1. Kontak
sering dan singkat
2. Observasi
tingkah laku yang terkait dengan halusinasi (verbal dan non verbal)
3. Bantu
mengenal halusinasinya dengan menggunakan apakah ada suara
yang didengar, dan apa yang dikatakan oleh suara itu. Katakana bahwa perawat
percaya klien mendengar suara itu, tetapi perawat tidak mendengarnya .
katakana bahwa perawat akan membantu.
4. Diskusi
tentang situasi yang menimbulkan halusinasi, waktu, frekuensi terjadinya
halusinasi serta apa yang dirasakan saat terjadi halusinasi.
5. Dorong
untuk mengungkapkan perasaan saat terjadi halusinasi
TUK 3 :
Klien
dapat mengontrol halusinasinya
Intervensi :
1. Identifikasi
bersama tentang cara tindakan jika terjadi halusinasi
2. Diskusikan
manfaat cara yang digunakan klien atau cara baru untuk mengontrol
halusinasinya.
3. Bantu
memilih dan melatih cara memutus halusinasi, bicara dengan orang lain bila
muncul halusinasi, melakukan kegiatan, mengatakan pada suara tersebut “ Saya
tidak mau dengar “.
4. Tanyakan
hasil upaya yang telah dipilih / dilakukan .
5. Beri
kesempatan melakukan cara yang telah dipilih dan diberi pujian jika
berhasil.
6. Libatkan
klien TAK : stimulasi persepsi
TUK 4 :
Klien
dapat dukungan dari keluarga
Intervensi :
1. Beri
pendidikan kesehatan pada pertemuan keluarga tentang gejala cara, memutus
halusinasi, cara merawat, informasi waktu flow up atau kapan perlu mendapat
bantuan.
2. Beri
reinforcement positif atas keterlibatan keluarga
TUK 5 :
Klien
dapat menggunakan obat dengan benar
Intervensi :
1. Diskusikan
tentang dosis, nama, frekuensi, dan efek samping minum obat.
2. Bantu
menggunakan obat dengan prinsip 5 benar (nama pasien, obat, dosis, cara, waktu)
3. Anjurkan
membicarakan efek dan efek samping obat yang dirasakan .
4. Beri
reinforcement positif minum obat dengan benar.
SP1 pasien :
Membantu pasien mengenal halusinasi, menjelaskan cara mengontrol
halusinasi, mengajarkan pasien mengontrol halusinasi dengan menghardik
halusinasi.
1.
Orientasi
“Selamat pagi!
Saya perawat yang akan merawat anda. Saya suster SS, senang dipanggil suster S.
Nama anda siapa? Senang di panggil apa?”
“ Bagaimana
perasaan D hari ini? Apa keluhan D saat ini?”
“Baiklah,
bagaimana kalau kita bercakap-cakap tentang suara yang selama ini D dengar,
tetapi tidak tampak wujudnya? Dimana kita duduk? Diruang tamu? Berapa lama?
Bagaimana kalau 30 menit?”
2.
Kerja
“Apakah D
mendengar suara tanpa ada wujudnya? Apa yang dikatakan suara itu?”
“Apakah terus
menerus terdengar atau sewaktu-waktu? Kapan D paling sering mendengar suara
itu? Berapa kali sehari D alami? Pada keadaan apa suara itu terdengar? Apakah
pada waktu sendiri?”
“Apa yang D
rasakan pada saat mendengar suara itu? Apa yang D lakukan saat mendengar suara
itu? Apakah dengan cara itu suara-suara itu hilang? Bagaimana kalau kita
belajar cara-cara untuk mencegah suara-suara itu muncul?”
“D, ada empat cara
untuk mencegah suara-suara itu muncul. Pertama, dengan menghardik suara
tersebut. Kedua, dengan cara bercakap-cakap dengan orang lain. Ketiga,
melakukan kegiatan yang sudah terjadwal, dan yang keempat minum obat dengan
teratur.”
“Bagaimana kalau
kita belajar satu cara dulu, yaitu dengan menghardik. Caranya adalah saat
suara-suara itu muncul, langsung D bilang, pergi saya tidak mau dengar. Saya
tidak mau dengar, kamu suara palsu” begitu diulang-ulang sampai suara itu tidak
terdengar lagi. Coca D peragakan! Nah begitu… bagus! Coba lagi! Ya bagus D
sudah bisa.”
3.
Terminasi
“Bagaimana
perasaan D setelah memeragakan latihan tadi? Kalu suara-suara itu muncul lagi,
silahkan coba cara tersebut! Bagaimana kalu kita buat jadwal latihannya. Mau
jam berapa saja latihannya? (Anda masukkan kegiatan latihan menghardik
halusinasi dalam jadwal kegiatan harian pasien). Bagaimana kalau kita bertemu
lagi untuk belajar dan latihan mengendalikan suara-suara dengan cara yang ke
dua? Pukul berapa D? Bagaimana kalau dua jam lagi? Dimana tempatnya.”
“Baiklah, sampai
jumpa”.
SP 2 Pasien
:
Melatih pasien mengontrol halusinasi dengan bercakap-cakap bersama orang
lain.
1.
Orientasi
“Selama pagi, D!
Bagaimana perasaan D hari ini? Apakah suara-suaranya masih muncul?
Apakah sudah dipakai cara yang telah kita latih? Berkurangkah suara-suaranya?
Bagus! Sesuai janji kita tadi, saya akan latih cara kedua untuk mengontrol
halusinasi dengan bercakap-cakap dengan orang lain. Kita akan latihan selama 20
menit. Mau dimana? Disini saja?”
2.
Kerja
“Cara kedua untuk
mencegah/mengontrol halusinasi adalah dengan bercakap-cakap dengan orang lain.
Jadi kalu D mulai mendengar suara-suara, langsunga saja cari teman untuk diajak
ngobrol. Minta teman untuk ngobrol dengan D. Contohnya begini, “Tolong, saya mulai dengar suara-suara. Ayo
ngobrol dengan saya!” Atau kalau
ada orang dirumah, misalnya kakak D, katakan,”Kak, ayo ngobrol dengan D. D sedang dengar suara-suara.” Begitu D.
Coba D lakukan seperti saya tadi lakukan. Iya, begitu. Bagus! Coba sekali lagi!
Bagus! Nah, latih terus ya D!” Disini, D dapat mengajak perawat atau
pasien lain untuk bercakap-cakap.
3.
Terminasi
“Bagaimana
perasaan D setelah latihan ini? Jadi, sudah ada berapa cara yang D pelajari
untuk mencegah suara-suara itu? Bagus, coblah kedua cara ini kalau D mengalami
halusinasi lagi. Bagaiman kalau kita masukkan dalam jadwal kegiaan harian D.
mau jam berapa latihan bercakap-cakap? Nah, nanti kalau secara teratur
sewaktu-waktu suara itu muncul! Besol pagi saya akan kesini lagi. Bagimana
kalau kita latih cara yang ketiga, yaitu melakukan aktifitas terjadwal? Mau jam
berapa? Bagaimana kalau jam 10 pagi? Mau dimana? Disini lagi? Sampai besok ya.
Selamat pagi!”
SP 3 Pasien
:
Melatih pasien mengontrol halusinasi dengan melaksanakan aktifitas
terjadwal.
1.
Orientasi
“Slamat pagi D!
bagaimana perasaan D hari ini?”
“Apakah
suara-suaranya masih muncul? Apakah sudah dipakai dua cara yang telah kita
latih? Bagaimana hasilnya? Barus !”
“Sesuai janji
kita, hari ini kita akan belajar cara yang ketiaga untuk mencegah halusinasi
yaitu melakukan kegiatan terjadwal.”
“Mau dimana kita
bicara? Baik, kita duduk diruang tamu. Berapa lama kita bicara? Bagaimana kalau
30 menit? Baiklah.!
2.
Kerja
“Apa saja yang
biasa D lakukan? Pagi-pagi apa kegiatannya? Terus jam berikutnya apa?” (terus
dikaji hingga didapatkan kegiatannya sampai malam)”
“ Wah banyak
sekali kegiatannya! Mari kita latih dua kegiatan hari ini (latihn kegiatan
tersebut). Bagus sekali jika D bisa lakukan.”
“Kegiatan ini
dapat D lakukan untuk mencegah suara tersebut muncul. Kegiatan yang lain akan
kita latih lagi agar dari pagi sampai malam ada kegiatan.”
3.
Terminasi
“Bagaimana
perasaan D setelah kita bercakap-cakap cara yang ketiga untuk mencegah suara-suara?
Bagus sekali! Mari kita masukkan dalam jadwal kegiatan D. coba lakukan sesuai
jadwal ya!”(perawat dapat melatih aktifitas yang lain pada pertemuan berikut
sampai terpenuhi seluruh aktifitas dari pagi sampai malam).
“Bagaimana kalau
menjelang malan siang nanti, kita membahas cara minum obat yang baik serta guna
obat. Mau jam berapa? Bagaimana kalau jam 12? Diruang makan ya! Sapai jumpa!”
SP 4 Pasien
:
Melatih pasien minum obat secara teratur.
1.
Orientasi
“Selamat siang D!
Bagaimana perasaan D siang ini? Apakah suara-suaranya masih muncul? Apakah
sudah digunakan tiga cara yang sudah kita latih? Apakan jadwal kegiatannya
sudah dilaksanakan? Apakah pagi tadi sudah minum obat? Baik. Hari ini kita akan
mendiskusikan tentang obat-obatan yang D minum. Kita akan diskusi selama 20
menit sambil menunggu makan siang. Disini saja ya D.”
2.
Kerja
“D, adakah bedanya
setelah minum obat secara teratur? Apakah suara-suara berkurang atau
menghilang? Minum obat sangat penting agar suara-suara yang D dengar dan
mengganggu selama ini tidak muncul lagi. Berapa macam obat yang D minum?.
(perawat menyiapkan obat pasien) ini yang warna orange (chlorpromazine, CPZ)
gunanya untuk menghilangkan suara-suara. Obat yang warna putih
(tpyhexilpendil,THP) gunanya agar D merasa rilex dan tidak kaku, sedangkan yang
merah jambu (haloperidol,HIP) berfungsi untuk menenangkan pikiran dan
menghilangkan suara-suara. Semua obat ini diminum 3 kali sehari, tiap pukul 7
pagi, 1 siang, dan 7 malam. Kalau suara-suara sudah hilang obatnya tidak boleh
dihentikan. Nanti konsultasikan dengan dokter, sebab kalau putus obat, D akan
kambuh dan sulit sembuh seperti keadaan semula. Kalau obat habis, D bisa minta
ke dokter untuk mendapatkan obat lagi. D juga harus teliti saat minum
obat-obatan ini. Pastikan obatnya benar, artinya D harus memastikan bahwa itu
benar-benar obat punya D. jangan keliru dengan obat milik orang lain. Baca nama
kenasannya. Pastikan obat diminum pada waktunya, dengan cara yang benar, yaitu
diminum sesudah makan da tepat jamnya. D juga harus memperhatikan berapa jumlah
obat sekali minum, dan D juga harus cukup minum 10 gelas per hari.”
3.
Terminasi
“Bagaimana
perasaan D setalah kita bercakap-cakap mengenai obat? Sudah berapa cara yang
kita latih untuk mencegah suara-suara, coba sebutkan! Bagus! (jika
jawaban benar). Mari kita masukkan jadwan minum obatnya pada jadwal
kegiatan D! jangan lupa pada waktunya minum obat pada perawat atau pada
keluarga kalau dirumah. Nah, makanan sudah datang!”
“Besok kita
ketemu lagi untuk melihat manfaat 4 cara mencegah suara yang telah kita
bicarakan. Mau pukul berapa? Bagaiman kalau pikul 10 pagi? Sampai jumpa.
Selamat pagi!”
SP 1 keluarga :
memberikan pendidikan kesehatan tentang pengertian halusinasi, jenis
halusinasi yang dialami pasien, tanda dan gejala halusinasi, dan cara-cara
merawat pasien halusinasi.
1.
Orientasi
“selamat pagi
Bapak/Ibu! Saya SS, perawat yang merawat anak Bapak/Ibu. Bagaimana perasaan
Bapak hari ini? Apa pendapat Bapak tentang anak Bapak/Ibu?”
“Hari ini kita
akan berdiskusi tentang apa maslah yang anak Bapak/Ibu alami dan bantuan apa
yang Bapak dapat berikan.”
“Kita mau diskusi
di mana? Bagaimana kalau di ruang wawancara? Berapa lama waktu Bapak?Ibu?
bagaimana kalau 30 menit?”
2.
Kerja
“Masalah apa yang
Bapak alami dalam merawat D? Apa yang Bapak/Ibu lakukan?”
“Ya, gejala yang
dialami oleh anak Bapak/Ibu itu disebut halusinasi, yitu mendengan atau melihat
sesuatu yang sebenarnya tidak ada bendanya. Tanda-tandanya bicara dan tertawa
sendiri, atau marah-marah tanpa sebab. Jadi, jika anak Bapak/Ibu mengatakan
mendenganr suara-suara, sebenarnya suara itu tidak ada. Kalau anak Bapak/Ibu
mengatakan melihat bayangan-bayangan, sebenarnya bayangan itu tidak ada. Oleh
karena itu, kita diharapkan dapat membantunya dengan beberapa cara. Terdapat
beberapa cara untuk membantu anak Bapak/Ibu agar bisa mengendalikan halusinasi.
Cara-cara tersebut adalah: pertama, dihadapan anak Bapak/Ibu, jangan membantah
atau mendukung halusinasi. Katakana saja bapak atau ibu percaya bahwa D memang
mendengar suara atau melihat bayangan, tetapi Bapak/Ibu sendiri tidak mendengar
atau melihatnya. Kedua, jangan biarkan anak Bapak/Ibu melamun dan sendiri,
karena kalu melamun halusinasi akan muncul lagi. Upayakan ada orang mau
bercakap-cakap dengannya. Buat kegiatan keluarga seperti makan bersama dan
ibadah bersama. Terkait dengan kegiatan, saya telah melatih anak Bapak/Ibu
untuk membbuat jadwal kegiatan sehari-hari. Tolong Bapak/Ibu pantau pelaksanaannya
dan berikan pujian jika D berhasil melakukannya! Ketiga, banatu anak Bapak/Ibu
minum obat secara teratur. Jangan menghentikan obat tanpa konsultasi. Terkait
dengan obat ini, saya juga sudah melatih anak Bapak/Ibu untuk minum obat secara
teratur. Jadi, Bapak/Ibu dapat mengingatkan kembali. Obatnya ada tiga macam
yang berwarna orange namanya CPZ, gunanya untuk menghilangkan suara-suara atau
bayangan. Yang berwarna putih namanya THP, berfungsi untuk membuat D tenang dan
tidak kaku. Yang berwarna biru namanya HLP gunanya menenangkan pikiran. Semua
obat ini harus D minum 3 kali sehari pukul 7 pagi, 1 siang, dan 7 malam. Obat
harus selalu diminum untuk mencegah kkekambuhan. Teakhir, jika ada tanda-tanda
halusinasi mulai muncul, putus halusinasi dengan cara menepuk punggung D.
kemudian suruh D menghardik suara tersebut. D sudah saya ajarkan cara untuk
menghardik halusinasi. Sekarang mari kita latihan memutus halusinasi D. sambil
menepuk punggung anak Bapak/Ibu, katakana: D, sedang apa kamu? Kamu ingatkan
apa yang diajarkan perawat jika suara-suara itu dating? Ya, usir suara itu, D!
tutup telanga kamu dan katakana pada suara itu saya tidak mau dengar! Ucapkan
berulang-ulang, D. sekarang coba Bapak/Ibu praktikkan cara yang baru saya
ajarkan. Bagus Pak/Bu!”
3.
Terminasi
“Bagaimana
perasaan Bapak/Ibu setelah kita berdiskusi dan latihan memutus halusinasi D?”
“sekarang coba
Bapak/Ibu sebutkan kembali empat cara merawat D!”
“Bagus sekali
Pak/Bu! Bagaimana kalau dua hari lagi kita bertemu untuk mempraktikkan cara
memutus halusinasi langsung di hadapan D?”
“Jam berapa kita
bertemu? Baik, sampai jumpa!”
SP 2 keluarga
:
melatih keluarga praktik merwat pasien langsung dihadapan pasien. Memberi
kesempatan pada keluarga untuk memperagakan cara merawat pasien dengan halusinasi
langsung di hadapan pasien.
1.
Orientasi
“Selamat pagi!
Bagaimana perasaan Bapak/Ibu pagi ini?”
“Apakah Bapak/Ibu
masih ingat bagaimana cara memutus halusinasi anak Bapak/Ibu yang sedang
mengalami halusinasi? Bagus!”
“Sesuai dengan
perjanjian kita, selama 30 menit ini kita akan mempraktikkan cara memutus
halusinasi langsung di hadapan anak Bapak/Ibu. Mari kita datangi anak
Bapak/Ibu!”
2.
Kerja
“Selamat pagi D,
Bapak/Ibu D sangat ingin membantu D mengendalikan suara-suara yang sering D
dengar. Untuk itu, pagi ini Bapak/Ibu D dating untuk mempraktikkan cara untuk
memutus suara-suara yang D dengar. D, nanti kalau sedang dengar suara-suara dan
D bicara atau tersenyum-senyum sendiri, Bapak/Ibu akan mengingatkan ya?
Sekarang, coba Bapak/Ibu peragakan cara memutus halusinasi yang sedang D alami
seperti yang sudah kita pelajari sebelumnya. Tepuk punggung D lalu suruh D
mengusir suara dengan menutup telinga dan menghardik suara tersebut. (perawat
mengobservasi apa yang dilakukan keluarga terhadap pasien).
“Bagus sekali!
Bagaimana D? senang dibantu Bapak?ibyu? nah, Bapak/Ibu ingin melihat jadwal
harian D. (pasien memeragakan dan perawat mendorong orang tua memberikan
pujian) Baiklah, sekarang saya dan orang tua Dke ruang perawat dulu. (perawat
dan keluarga meninggalkan pasien untuk melakukan terminasi dengan keluarga).
3.
Terminasi
“Bagaimana
perasaan Bapak/Ibu setelah mempraktikkan cara memutus halusinasi langsung
dihadapan anak Bapak/Ibu.”
“Diingat-ingat
pelajaran kita hari ini ya Pak/Bu. Bapak/Ibu dapat melakukan cara itu jika anak
Bapak/Ibu mengalami halusinasi.”
“Bagaimana kalau
kita bertemu dua hari lagi untuk membicarakan tentang jadwal kegiatan harian D
di rumah. Pukul berapa Bapak/Ibu bisa dating? Kita bertemu di tempat ini lagi
ya?sampai jumpa!”
SP 3 keluarga :
membuat perencanaan pulang bersama keluarga
1.
Orientasi
“Selamat pagi Pak/Bu, karena besok D sudah
boleh pulang maka sesuai janji kita sekarang kita ketemu untuk membicarakan
jadwal D selama di rumah.”
“Bagaimana
Pak/Bu, selama Bapak/Ibu membesuk apakah sudah mempraktikkan cara merawat D?”
“Nah,
sekarang kita bicarakan jadwal D di rumah? Mari kita duduk di ruang perawat.”
“Berapa
lama Bapak/Ibu ada waktu?
Bagaimana kalau 30 menit?”
2.
Kerja
“Ini jadwal
kegiatan D di rumah sakit. Jadwal ini dapat dilanjutkan di Rumah. Coba
Bapak/Ibu lihat mungkinkah dilakukan di rumah. Siapa yang kira-kira akan
memotivasi dan mengingatkan? Pak/Bu, jadwal yang telah dibuat selama D di rumah sakit tolong di
lanjutkan di rumah, baik jadwal aktivitas maupun minum obatnya.”
“Hal-hal
yang harus diperhatikan lebih lanjut adalah prilaku yang ditampilkan oleh anak
Ibu dan Bapak selama di rumah,
misalnya kalau D terus mendengar suara-suara yang mengganggu dan tidak
memperlihatkan perbaikan, menolak minum obat atau memperlihatkan prilaku
membahayakan orang lain. Jika hal ini terjadi, segera hubungi suster B di
puskesmasnya: (0651)554xxx. Selanjutnya suste B yang akan membantu memantau
perkembangan D selama di rumah.
3.
Terminasi
“Bagaimana Bapak/Ibu?
Ada yang ingin ditanyakan?”
“Coba Bapak/Ibu
sebutkan cara-cara merawat D di rumah!”
“Bagus! (jika ada
yang lupa segera diingatkan oleh perawat). Ini jadwalnya untuk dibawa pulang.
Selanjutnya, silakan Ibu menyelesaikan administrasi yang dibutuhkan. Kami akan
siapkan D untuk pulang.”
0 komentar:
Posting Komentar