Mioma
Uteri adalah neoplasma jinak yang berasal dari otot uterus dan jaringan ikat
sehingga dalam kepustakaan disebut juga leiomioma, fibromioma atau fibroid.
Penyebab pembesaran uterus tersering disamping kehamilan adalah mioma uteri.
Mioma uteri adalah tumor jinak yang terutama terdiri dari sel-sel otot polos,
tetapi juga jaringan ikat. Sel-sel ini tersusun dalam bentuk gulungan, yang
bila membesar akan menekan otot uterus normal (Arif Mansjoer, dkk, 2000).
Di
Indonesia, Mioma Uteri ditemukan 2,30–11,7% pada semua penderita ginekologi
yang dirawat. Mioma Uteri merupakan tumor pada pelvis
yang paling sering dijumpai. Diperkirakan 1 dibanding 4 atau 5 wanita yang
berumur lebih dari 35 tahun terdapat mioma uteri. Meskipun umumnya mioma tidak
menunjukkan gejala, diperkirakan 60% dari laparotomi pelvis pada wanita
dikerjakan dengan alasan Mioma Uteri. Lesi ini sering ditemukan pada dekade 4
atau 5. Umumnya Mioma Uteri tidak akan terdeteksi sebelum masa pubertas dan tumbuh selama masa reproduksi. Jarang
sekali Mioma Uteri ditemukan pada wanita berumur 20 tahun atau kurang, paling
banyak pada umur 35 – 45 tahun yaitu kurang dari 25 %. Dan setelah menopause
banyak mioma menjadi lisut, hanya 10% saja yang masih dapat tumbuh lebih
lanjut. Mioma uteri lebih sering dijumpai pada wanita nullipara atau yang
kurang subur (Sutoto,
1994).
B. Etiologi Mioma Uteri
Menurut
Arif Mansjoer, dkk (2000), Nada (2007) etiologi dari mioma uteri belum
diketahui secara pasti, namun diduga hormon estrogen yang berperanan disamping
faktor keturunan. Beberapa ahli dalam penelitiannya menemukan bahwa
pada otot rahim yang berubah menjadi mioma ditemukan reseptor estrogen yang
lebih banyak daripada otot rahim normal (Anonim, 2004).
Lebih
lanjut Vivi Juanita S. (2007) menyebutkan bahwa asal
mulanya penyakit mioma uteri berasal dari otot polos rahim dimana beberapa
teori menyebutkan pertumbuhan tumor ini disebabkan rangsangan hormon estrogen
karena:
1.
Mioma uteri ini sering kali tumbuh lebih cepat pada
kehamilan.
2.
Biasanya berkurang ukurannya sesudah menopause.
C. Histopatogenesis Mioma Uteri
Mioma
memiliki reseptor estrogen yang lebih banyak dibanding miometrium normal.
Menurut letaknya, mioma terdiri dari mioma submukosum, intramural dan
subserosum. Mioma uteri lebih sering ditemukan pada nulipara, faktor keturunan juga
berperan. Mioma uteri terdiri dari otot polos dan jaringan ikat yang tersusun
seperti konde diliputi pseudokapsul. Perubahan sekunder pada mioma uteri
sebagian besar bersifat degeneratif karena berkurangnya aliran darah ke mioma
uteri. Perubahan sekunder meliputi atrofi, degenerasi hialin, degenerasi
kistik, degenerasi membatu, degenerasi merah dan degenerasi lemak (Arif
Mansjoer, dkk, 2000):
1. Atrofi: sesudah menopause ataupun sesudah kehamilan mioma
uteri menjadi kecil.
2. Degenerasi hialin: perubahan ini sering
terjadi terutama pada penderita berusia lanjut. Tumor kehilangan struktur
aslinya menjadi homogen. Dapat meliputi sebagian besar atau hanya sebagian
kecil daripadanya, seolah-olah memisahkan satu kelompok serabut otot dari
kelompok lainnya.
3. Degenerasi kistik: dapat meliputi daerah
kecil maupun luas, dimana sebagian dari mioma menjadi cair, sehingga terbentuk
ruangan-ruangan yang tidak teratur berisi seperti agar-agar, dapat juga terjadi
pembengkakan yang luas dan bendungan limfe sehingga menyerupai limfangioma.
Dengan konsistensi yang lunak ini tumor sukar dibedakan dari kistoma ovarium
atau suatu kehamilan.
4. Degenerasi membatu (calcireous degeneration):
terutama terjadi pada wanita berusia lanjut oleh karena adanya gangguan dalam
sirkulasi. Dengan adanya pengendapan garam kapur pada sarang mioma maka mioma
menjadi keras dan memberikan bayangan pada foto Rontgen.
5. Degenerasi merah (carneous degeneration):
perubahan ini biasanya terjadi pada kehamilan dan nifas. Patogenesis:
diperkirakan karena suatu nekrosis subakut sebagai gangguan vaskularisasi. Pada
pembelahan dapat dilihat sarang mioma seperti daging mentah berwarna merah
disebabkan oleh pigmen hemosiderin dan hemofusin. Degenerasi merah tampak khas
apabila terjadi pada kehamilan muda disertai emesis, haus, sedikit demam,
kesakitan, tumor pada uterus membesar dan nyeri pada perabaan. Penampilan
klinik ini seperti pada putaran tangkai tumor ovarium atau mioma bertangkai.
6.
Degenerasi lemak: jarang terjadi, merupakan kelanjutan degenerasi hialin.
D. Klasifikasi Mioma Uteri
Sarang
mioma di uterus berasal dari korpus uterus dan serviks uterus. Menurut
letaknya, mioma dapat kita dapati sebagai (Sutoto, 1994 dan Vivi Juanita S.,
2007):
1. Mioma Submukosum: mioma berada di bawah endometrium dan
menonjol ke dalam rongga uterus.
2. Mioma Intramural: mioma terdapat di dinding
uterus di antara serabut miometrium.
3. Mioma Subserosum: mioma yang tumbuh keluar dinding uterus
sehingga menonjol pada permukaan uterus, diliputi oleh serosa.
Mioma
submukosum dapat tumbuh bertangkai menjadi polip, kemudian dilahirkan melalui
saluran servik (mioma geburt). Mioma subserosum dapat tumbuh di antara kedua
lapisan ligamentum latum menjadi mioma intra ligamenter. Mioma subserosum dapat
pula tumbuh menempel pada jaringan lain misalnya ke ligamentum atau omentum dan
kemudian membebaskan diri dari uterus, sehingga disebut wandering/parasitic
fibroid. Jarang
sekali ditemukan satu macam mioma saja dalam satu uterus. Mioma pada servik
dapat menonjol ke dalam saluran servik sehingga ostium uteri eksternum
berbentuk bulan sabit. Apabila mioma dibelah maka tampak bahwa mioma terdiri
dari berkas otot polos dan jaringan ikat yang tersusun seperti konde/pusaran
air (whorl like pattern), dengan pseudocapsule yang terdiri dari jaringan ikat
longgar yang terdesak karena pertumbuhan sarang mioma ini. Pernah ditemukan 200
sarang mioma dalam satu uterus, namun biasanya hanya 5-20 sarang saja. Dengan
pertumbuhan mioma dapat mencapai berat lebih dari 5 kg. jarang sekali mioma
ditemukan pada wanita berumur 20 tahun, paling banyak pada umur 35-45 tahun
(kurang lebih 25%). Pertumbuhan mioma diperkirakan memerlukan waktu 3 tahun
agar dapat mencapai ukuran sebesar tinju, akan tetapi beberapa kasus ternyata
tumbuh cepat. Setelah menopause banyak mioma menjadi lisut, hanya 10% saja yang
masih dapat tumbuh lebih lanjut.
Mioma
uteri ini lebih sering didapati pada wanita nullipara atau yang kurang subur.
Faktor keturunan juga memegang peran. Perubahan sekunder pada mioma uteri yang terjadi sebagian besar bersifat degenerasi. Hal ini oleh
karena berkurangnya pemberian darah pada sarang mioma.
E. Gejala atau Tanda Mioma Uteri
Menurut
Arif Mansjoer, dkk (2000) gejala atau tanda klinik tergantung
letak mioma, besarnya, perubahan sekunder dan komplikasi serta
hanya terdapat pada 35-50% penderita. Manifestasi klinis digolongkan menjadi:
1.
Perdarahan abnormal, yaitu dismenore, menoragi,
metroragi.
2. Rasa nyeri.
3. Gejala dan tanda penekanan, seperti retensio
urin, hidronefrosis, hidroureter.
4. Abortus spontan.
5.
Infertilitas.
Penderita
datang dengan keluhan ada benjolan di perut bagian bawah, rasa berat,
pendarahan abnormal, retensio urin, dll. Pada pemeriksaan fisik seperti
pemeriksaan bimanual didapatkan tumor pada uterus yang sering teraba berbenjol
atau bertangkai. Dengan sonde didapatkan kavum uteri lebih luas.
Sedangkan
menurut Sutoto (1994) Hampir separuh kasus mioma uteri ditemukan secara
kebetulan pada pemeriksaan ginekologik karena tumor ini tidak mengganggu.
Gejala yang dikeluhkan sangat tergantung pada tempat sarang mioma ini berada
(servik, intramural, submukus, subserus), besarnya tumor, perubahan dan
komplikasi yang terjadi. Keluhan yang dirasakan penderita Mioma Uteri sebagai
keluhan utama pada umumnya adalah :
1.
Perdarahan abnormal
Pada banyak kasus, perdarahan pervaginam yang
abnormal sering menjadi keluhan utama penderita mioma uteri. Gangguan
perdarahan yang terjadi umumnya adalah hipermenore, menoraghi dan dapat juga
terjadi metroragia.Hal ini sering menyebabkan penderita juga mengalami anemia
dari perdarahan yang terus-menerus. Mekanisme terjadinya perdarahan abnormal ini
sampai saat ini masih menjadi perdebatan. Beberapa pendapat menjelaskan bahwa
terjadinya perdarahan abnormal ini disebabkan oleh abnormalitas dari
endometrium. Tetapi saat ini pendapat yang dianut adalah bahwa perdarahan
abnormal ini disebabkan karena:
o Pengaruh ovarium sehingga terjadilah
hiperplasia endometrium sampai adenokarsinoma.
o Permukaan endometrium yang lebih luas.
o Atrofi endometrium di atas mioma submukosum.
o Miometrium tidak dapat berkontraksi optimal
karena adanya sarang miomadiantara serabut miometrium.
o Pada Mioma Uteri submukosum diduga terjadinya perdarahan
karenakongesti, nekrosis, dan ulserasi pada permukaan endometrium
2. Nyeri
Rasa nyeri bukanlah gejala yang khas tetapi
dapat timbul karena gangguan sirkulasi darah pada sarang mioma. Pada
pengeluaran mioma submukosum yang akan dilahirkan, pula pertumbuhannya yang
menyempitkan kanalis servikalis dapat menyebabkan juga dismenore. Selain hal diatas,
penyebab timbulnya nyeri pada kasus mioma uteri adalah karena proses
degenerasi. Selain itu penekanan pada visera oleh ukuran mioma uteri yang
membesar juga bisa menimbulkan keluhan nyeri. Dengan bertambahnya ukuran dan
proses inflamasi juga menimbulkan rasa yang tidak nyaman pada regio pelvis.
3. Efek penekanan
Gangguan ini tergantung dari besar dan tempat
mioma uteri. Penekanan oleh mioma uteri pada vesiko urinaria menimbulkan
keluhan-keluhan pada traktus urinarius, seperti perubahan frekuensi miksi
sampai dengan keluhan retensio urin hingga dapat menyebabkan hidroureter dan
hidronefrosis. Konstipasi dan tenesmia juga merupakan
keluhan pada penderita mioma uteri yang menekan rektum. Dengan ukuran yang
besar berakibat penekanan pada vena-vena di regio pelvis yang bisa menimbulkan
edema tungkai
F. Diagnosis Mioma Uteri
Seringkali
penderita sendiri mengeluh akan rasa berat dan adanya benjolan pada perut
bagian bawah. Pemeriksaan bimanual akan mengungkapkan tumor padat uterus, yang
umumnya terletak di garis tengah ataupun agak ke samping, seringkali teraba
berbenjol-benjol. Mioma subserosum dapat mempunyai tangkai yang berhubungan
dengan uterus.
Mioma intramural akan menyebabkan kavum uteri menjadi luas, yang ditegakkan dengan pemeriksaan dengan uterus sonde. Mioma submukosum kadangkala dapat teraba dengan jari yang masuk ke dalam kanalis servikalis dan terasanya benjolan pada permukaan kavum uteri.
Mioma intramural akan menyebabkan kavum uteri menjadi luas, yang ditegakkan dengan pemeriksaan dengan uterus sonde. Mioma submukosum kadangkala dapat teraba dengan jari yang masuk ke dalam kanalis servikalis dan terasanya benjolan pada permukaan kavum uteri.
Diagnosis
banding yang perlu kita pikirkan tumor abdomen di bagian bawah atau panggul
ialah mioma subserosum dan kehamilan; mioma submukosum yang dilahirkan harus
dibedakan dengan inversio uteri; mioma intramural harus dibedakan dengan suatu
adenomiosis, khoriokarsinoma, karsinoma korporis uteri atau suatu sarkoma
uteri. USG abdominal dan transvaginal dapat membantu dan menegakkan dugaan
klinis.
G. Pemeriksaan Penunjang Mioma Uteri
Pemeriksaan
penunjang yang dilakukan untuk menegakkan diagnosa mioma uteri menurut Arif
Mansjoer, dkk (2000) diantaranya adalah:
1.
USG abdominal dan transvaginal
2.
Laparoskopi
H. Komplikasi Mioma Uteri
Komplikasi yang dapat timbul pada mioma uteri
menurut Sutoto (1994):
1. Degenerasi ganas
Mioma uteri yang menjadi leimiosarkoma
ditemukan hanya 0,32-0,6% dari seluruh kasus mioma uteri serta merupakan 50-75%
dari semua sarkoma uterus. Keganasan umumnya baru ditemukan pada pemeriksaan
histologi uterus yang telah diangkat. Komplikasi ini dicurigai jika ada keluhan
nyeri atau ukuran tumor yang semakin bertambah besar terutama jika dijumpai
pada penderita yang sudah menopause.
2. Anemia.
Anemia timbul karena seringkali penderita
mioma uteri mengalami perdarahan pervaginam yang abnormal. Perdarahan abnormal
pada kasus mioma uteri akan mengakibatkan anemia defisiensi besi.
3. Torsi
Sarang mioma yang bertangkai dapat mengalami torsi, timbul gangguan sirkulasi akut sehingga mengalami nekrosis. Dengan demikian timbul sindroma abdomen akut, mual, muntah dan shock.
Sarang mioma yang bertangkai dapat mengalami torsi, timbul gangguan sirkulasi akut sehingga mengalami nekrosis. Dengan demikian timbul sindroma abdomen akut, mual, muntah dan shock.
4. Infertilitas
Infertilitas dapat terjadi apabila sarang mioma menutup atau menekan pars interstisialis tuba, sedangkan mioma uteri submukosum juga memudahkan terjadinya abortus oleh karena distorsi rongga uterus. Penegakkan diagnosis infertilitas yang dicurigai penyebabnya adalah mioma uteri maka penyebab lain harus disingkirkan.
Infertilitas dapat terjadi apabila sarang mioma menutup atau menekan pars interstisialis tuba, sedangkan mioma uteri submukosum juga memudahkan terjadinya abortus oleh karena distorsi rongga uterus. Penegakkan diagnosis infertilitas yang dicurigai penyebabnya adalah mioma uteri maka penyebab lain harus disingkirkan.
I. Penatalaksanaan Mioma Uteri
Penatalaksanaan mioma uteri menurut Arif
Mansjoer, dkk (2000) adalah sbb:
1. Pada mioma kecil dan tidak menimbulkan keluhan, tidak
diberikan terapi, hanya diobsevasi setiap 3-6 bulan untuk menilai
pembesarannya. Mioma akan mengecil setelah menopause.
2. Pemberian GnRH agonis selama 6 minggu.
3. Miomektomi dengan atau tanpa histerektomi
bila besar uterus melebihi seperti kehamilan 12-14 minggu.
4. Radioterapi.
5.
Estrogen untuk pasien setelah menopause dan observasi
setiap 6 bulan.
Rekursi setelah miomektomi terdapat pada
15-40% penderita dan 2/3nya memerlukan pembedahan lagi. Lebih
lanjut, Sutoto (1994) menjelaskan tentang penatalaksanaan atau penanganan mioma
uteri adalah sbb:
Pemilihan
penanganan dari mioma uteri tergantung pada usia penderita, paritas, status
kehamilan, ukuran tumor, lokasi dan derajat keluhan. Tidak
semua mioma uteri memerlukan terapi pembedahan. Kurang lebih 55% dari semua
kasus mioma uteri tidak membutuhkan suatu pengobatan apapun, apalagi jika
ukuran mioma uteri masih kecil dan tidak menimbulkan keluhan. Tetapi walaupun demikian pada
penderita-penderita ini tetap memerlukan pengawasan yang ketat sampai 3-6
bulan. Dalam menopause dapat terhenti pertumbuhannya atau menjadi lisut. Apabila
terlihat adanya suatu perubahan yang berbahaya dapat terdeteksi dengan cepat
agar dapat diadakan tindakan segera. Dalam dekade terakhir ini ada usaha
mengobati mioma uterus dengan GnRH agonist (GnRHa). Hal ini didasarkan atas
pemikiran leiomioma uterus terdiri atas sel-sel otot yang diperkirakan
dipengaruhi oleh estrogen. GnRHa yang mengatur reseptor gonadotropin di
hipofifis akan mengurangi sekresi gonadotropin yang mempengaruhi leiomioma.
Pemberian
GnRHa (buseriline acetate) selama 16 minggu pada mioma uteri menghasilkan
degenerasi hialin di miometrium hingga uterus dalam keseluruhannya menjadi
lebih kecil. Akan tetapi setelah pemberian GnRHa dihentikan, leiomioma yang
lisut itu tumbuh kembali di bawah pengaruh estrogen oleh karena mioma itu masih
mengandung reseptor estrogen dalam konsentrasi yang tinggi. Perlu diingat bahwa
penderita mioma uteri sering mengalami menopause yang terlambat.
Terapi pembedahan dilakukan dengan indikasi:
1. Perdarahan pervaginam abnormal yang memberat
2.
Ukuran tumor yang besar
3. Ada kecurigaan perubahan ke arah keganasan terutama jika
pertambahan ukuran tumor setelah menopause
4. Retensio urin
5. Tumor yang menghalangi proses persalinan
6.
Adanya torsi.
Miomektomi
adalah pengambilan sarang mioma saja tanpa pengangkutan uterus, miomektomi
dilakukan dengan pertimbangan jika diharapkan pada proses selanjutnya penderita masih menginginkan keturunan.
Apabila miomektomi dikerjakan karena alasan keinginan memperoleh keturunan,
maka kemungkinan akan terjadinya kehamilan setelah miomektomi berkisar ± 30%
sampai 50%. Selain alasan tersebut, miomektomi juga dilakukan pada kasus mioma
yang mengganggu proses persalinan. Metode lain dari miomektomi adalah dengan
ekstirpasi yang dilanjutkan dengan curetage. Metode ini dilakukan pada kasus
mioma geburt dengan melakukan ekstirpasi lewat vagina.
Histerektomi
adalah pengangkatan uterus, yang umumnya merupakan tindakan terpilih. Histerektomi dikerjakan pada pasien dengan gejala dan
keluhan yang jelas mengganggu. Histerektomi bisa dilakukan pervaginam pada
ukuran tumor yang kecil. Tetapi pada umumnya histerektomi dilakukan perabdomial
karena lebih mudah dan pengangkatan sarang mioma dapat dilakukan lebih bersih
dan teliti.
Radioterapi
bertujuan agar ovarium tidak berfungsi lagi sehingga penderita mengalami menopause. Radioterapi ini umumnya hanya dikerjakan
kalau terdapat kontraindikasi untuk tindakan operatif. Akhir-akhir ini
kontraindikasi tersebut makin berkurang. Radioterapi hendaknya hanya dikerjakan
apabila tidak ada keganasan pada uterus.
0 komentar:
Posting Komentar