Minggu, 29 April 2012

Mioma Uteri


A.    Definisi Mioma Uteri
Mioma Uteri adalah neoplasma jinak yang berasal dari otot uterus dan jaringan ikat sehingga dalam kepustakaan disebut juga leiomioma, fibromioma atau fibroid. Penyebab pembesaran uterus tersering disamping kehamilan adalah mioma uteri. Mioma uteri adalah tumor jinak yang terutama terdiri dari sel-sel otot polos, tetapi juga jaringan ikat. Sel-sel ini tersusun dalam bentuk gulungan, yang bila membesar akan menekan otot uterus normal (Arif Mansjoer, dkk, 2000).
Di Indonesia, Mioma Uteri ditemukan 2,30–11,7% pada semua penderita ginekologi yang dirawat. Mioma Uteri merupakan tumor pada pelvis yang paling sering dijumpai. Diperkirakan 1 dibanding 4 atau 5 wanita yang berumur lebih dari 35 tahun terdapat mioma uteri. Meskipun umumnya mioma tidak menunjukkan gejala, diperkirakan 60% dari laparotomi pelvis pada wanita dikerjakan dengan alasan Mioma Uteri. Lesi ini sering ditemukan pada dekade 4 atau 5. Umumnya Mioma Uteri tidak akan terdeteksi sebelum masa pubertas dan tumbuh selama masa reproduksi. Jarang sekali Mioma Uteri ditemukan pada wanita berumur 20 tahun atau kurang, paling banyak pada umur 35 – 45 tahun yaitu kurang dari 25 %. Dan setelah menopause banyak mioma menjadi lisut, hanya 10% saja yang masih dapat tumbuh lebih lanjut. Mioma uteri lebih sering dijumpai pada wanita nullipara atau yang kurang subur (Sutoto, 1994).

B.     Etiologi Mioma Uteri
Menurut Arif Mansjoer, dkk (2000), Nada (2007) etiologi dari mioma uteri belum diketahui secara pasti, namun diduga hormon estrogen yang berperanan disamping faktor keturunan. Beberapa ahli dalam penelitiannya menemukan bahwa pada otot rahim yang berubah menjadi mioma ditemukan reseptor estrogen yang lebih banyak daripada otot rahim normal (Anonim, 2004).
Lebih lanjut Vivi Juanita S. (2007) menyebutkan bahwa asal mulanya penyakit mioma uteri berasal dari otot polos rahim dimana beberapa teori menyebutkan pertumbuhan tumor ini disebabkan rangsangan hormon estrogen karena:
1.      Mioma uteri ini sering kali tumbuh lebih cepat pada kehamilan.
2.      Biasanya berkurang ukurannya sesudah menopause.

C.    Histopatogenesis Mioma Uteri
Mioma memiliki reseptor estrogen yang lebih banyak dibanding miometrium normal. Menurut letaknya, mioma terdiri dari mioma submukosum, intramural dan subserosum. Mioma uteri lebih sering ditemukan pada nulipara, faktor keturunan juga berperan. Mioma uteri terdiri dari otot polos dan jaringan ikat yang tersusun seperti konde diliputi pseudokapsul. Perubahan sekunder pada mioma uteri sebagian besar bersifat degeneratif karena berkurangnya aliran darah ke mioma uteri. Perubahan sekunder meliputi atrofi, degenerasi hialin, degenerasi kistik, degenerasi membatu, degenerasi merah dan degenerasi lemak (Arif Mansjoer, dkk, 2000):
1.   Atrofi: sesudah menopause ataupun sesudah kehamilan mioma uteri menjadi kecil.
2.  Degenerasi hialin: perubahan ini sering terjadi terutama pada penderita berusia lanjut. Tumor kehilangan struktur aslinya menjadi homogen. Dapat meliputi sebagian besar atau hanya sebagian kecil daripadanya, seolah-olah memisahkan satu kelompok serabut otot dari kelompok lainnya.
3. Degenerasi kistik: dapat meliputi daerah kecil maupun luas, dimana sebagian dari mioma menjadi cair, sehingga terbentuk ruangan-ruangan yang tidak teratur berisi seperti agar-agar, dapat juga terjadi pembengkakan yang luas dan bendungan limfe sehingga menyerupai limfangioma. Dengan konsistensi yang lunak ini tumor sukar dibedakan dari kistoma ovarium atau suatu kehamilan.
4.   Degenerasi membatu (calcireous degeneration): terutama terjadi pada wanita berusia lanjut oleh karena adanya gangguan dalam sirkulasi. Dengan adanya pengendapan garam kapur pada sarang mioma maka mioma menjadi keras dan memberikan bayangan pada foto Rontgen.
5.  Degenerasi merah (carneous degeneration): perubahan ini biasanya terjadi pada kehamilan dan nifas. Patogenesis: diperkirakan karena suatu nekrosis subakut sebagai gangguan vaskularisasi. Pada pembelahan dapat dilihat sarang mioma seperti daging mentah berwarna merah disebabkan oleh pigmen hemosiderin dan hemofusin. Degenerasi merah tampak khas apabila terjadi pada kehamilan muda disertai emesis, haus, sedikit demam, kesakitan, tumor pada uterus membesar dan nyeri pada perabaan. Penampilan klinik ini seperti pada putaran tangkai tumor ovarium atau mioma bertangkai.
6.      Degenerasi lemak: jarang terjadi, merupakan kelanjutan degenerasi hialin.
D.    Klasifikasi Mioma Uteri
Sarang mioma di uterus berasal dari korpus uterus dan serviks uterus. Menurut letaknya, mioma dapat kita dapati sebagai (Sutoto, 1994 dan Vivi Juanita S., 2007):
1.    Mioma Submukosum: mioma berada di bawah endometrium dan menonjol ke dalam rongga uterus.
2. Mioma Intramural: mioma terdapat di dinding uterus di antara serabut miometrium.
3.  Mioma Subserosum: mioma yang tumbuh keluar dinding uterus sehingga menonjol pada permukaan uterus, diliputi oleh serosa.
Mioma submukosum dapat tumbuh bertangkai menjadi polip, kemudian dilahirkan melalui saluran servik (mioma geburt). Mioma subserosum dapat tumbuh di antara kedua lapisan ligamentum latum menjadi mioma intra ligamenter. Mioma subserosum dapat pula tumbuh menempel pada jaringan lain misalnya ke ligamentum atau omentum dan kemudian membebaskan diri dari uterus, sehingga disebut wandering/parasitic fibroid. Jarang sekali ditemukan satu macam mioma saja dalam satu uterus. Mioma pada servik dapat menonjol ke dalam saluran servik sehingga ostium uteri eksternum berbentuk bulan sabit. Apabila mioma dibelah maka tampak bahwa mioma terdiri dari berkas otot polos dan jaringan ikat yang tersusun seperti konde/pusaran air (whorl like pattern), dengan pseudocapsule yang terdiri dari jaringan ikat longgar yang terdesak karena pertumbuhan sarang mioma ini. Pernah ditemukan 200 sarang mioma dalam satu uterus, namun biasanya hanya 5-20 sarang saja. Dengan pertumbuhan mioma dapat mencapai berat lebih dari 5 kg. jarang sekali mioma ditemukan pada wanita berumur 20 tahun, paling banyak pada umur 35-45 tahun (kurang lebih 25%). Pertumbuhan mioma diperkirakan memerlukan waktu 3 tahun agar dapat mencapai ukuran sebesar tinju, akan tetapi beberapa kasus ternyata tumbuh cepat. Setelah menopause banyak mioma menjadi lisut, hanya 10% saja yang masih dapat tumbuh lebih lanjut.
Mioma uteri ini lebih sering didapati pada wanita nullipara atau yang kurang subur. Faktor keturunan juga memegang peran. Perubahan sekunder pada mioma uteri yang terjadi sebagian besar bersifat degenerasi. Hal ini oleh karena berkurangnya pemberian darah pada sarang mioma.

E.     Gejala atau Tanda Mioma Uteri
Menurut Arif Mansjoer, dkk (2000) gejala atau tanda klinik tergantung letak mioma, besarnya, perubahan sekunder dan komplikasi serta hanya terdapat pada 35-50% penderita. Manifestasi klinis digolongkan menjadi:
1.      Perdarahan abnormal, yaitu dismenore, menoragi, metroragi.
2.      Rasa nyeri.
3.      Gejala dan tanda penekanan, seperti retensio urin, hidronefrosis, hidroureter.
4.      Abortus spontan.
5.      Infertilitas.
Penderita datang dengan keluhan ada benjolan di perut bagian bawah, rasa berat, pendarahan abnormal, retensio urin, dll. Pada pemeriksaan fisik seperti pemeriksaan bimanual didapatkan tumor pada uterus yang sering teraba berbenjol atau bertangkai. Dengan sonde didapatkan kavum uteri lebih luas.
Sedangkan menurut Sutoto (1994) Hampir separuh kasus mioma uteri ditemukan secara kebetulan pada pemeriksaan ginekologik karena tumor ini tidak mengganggu. Gejala yang dikeluhkan sangat tergantung pada tempat sarang mioma ini berada (servik, intramural, submukus, subserus), besarnya tumor, perubahan dan komplikasi yang terjadi. Keluhan yang dirasakan penderita Mioma Uteri sebagai keluhan utama pada umumnya adalah :
1.      Perdarahan abnormal
Pada banyak kasus, perdarahan pervaginam yang abnormal sering menjadi keluhan utama penderita mioma uteri. Gangguan perdarahan yang terjadi umumnya adalah hipermenore, menoraghi dan dapat juga terjadi metroragia.Hal ini sering menyebabkan penderita juga mengalami anemia dari perdarahan yang terus-menerus. Mekanisme terjadinya perdarahan abnormal ini sampai saat ini masih menjadi perdebatan. Beberapa pendapat menjelaskan bahwa terjadinya perdarahan abnormal ini disebabkan oleh abnormalitas dari endometrium. Tetapi saat ini pendapat yang dianut adalah bahwa perdarahan abnormal ini disebabkan karena:
o   Pengaruh ovarium sehingga terjadilah hiperplasia endometrium sampai adenokarsinoma.
o       Permukaan endometrium yang lebih luas.
o       Atrofi endometrium di atas mioma submukosum.
o  Miometrium tidak dapat berkontraksi optimal karena adanya sarang miomadiantara serabut miometrium.
o Pada Mioma Uteri submukosum diduga terjadinya perdarahan karenakongesti, nekrosis, dan ulserasi pada permukaan endometrium
2.    Nyeri
Rasa nyeri bukanlah gejala yang khas tetapi dapat timbul karena gangguan sirkulasi darah pada sarang mioma. Pada pengeluaran mioma submukosum yang akan dilahirkan, pula pertumbuhannya yang menyempitkan kanalis servikalis dapat menyebabkan juga dismenore. Selain hal diatas, penyebab timbulnya nyeri pada kasus mioma uteri adalah karena proses degenerasi. Selain itu penekanan pada visera oleh ukuran mioma uteri yang membesar juga bisa menimbulkan keluhan nyeri. Dengan bertambahnya ukuran dan proses inflamasi juga menimbulkan rasa yang tidak nyaman pada regio pelvis.
3. Efek penekanan
Gangguan ini tergantung dari besar dan tempat mioma uteri. Penekanan oleh mioma uteri pada vesiko urinaria menimbulkan keluhan-keluhan pada traktus urinarius, seperti perubahan frekuensi miksi sampai dengan keluhan retensio urin hingga dapat menyebabkan hidroureter dan hidronefrosis. Konstipasi dan tenesmia juga merupakan keluhan pada penderita mioma uteri yang menekan rektum. Dengan ukuran yang besar berakibat penekanan pada vena-vena di regio pelvis yang bisa menimbulkan edema tungkai
F.      Diagnosis Mioma Uteri
Seringkali penderita sendiri mengeluh akan rasa berat dan adanya benjolan pada perut bagian bawah. Pemeriksaan bimanual akan mengungkapkan tumor padat uterus, yang umumnya terletak di garis tengah ataupun agak ke samping, seringkali teraba berbenjol-benjol. Mioma subserosum dapat mempunyai tangkai yang berhubungan dengan uterus.
Mioma intramural akan menyebabkan kavum uteri menjadi luas, yang ditegakkan dengan pemeriksaan dengan uterus sonde. Mioma submukosum kadangkala dapat teraba dengan jari yang masuk ke dalam kanalis servikalis dan terasanya benjolan pada permukaan kavum uteri.
Diagnosis banding yang perlu kita pikirkan tumor abdomen di bagian bawah atau panggul ialah mioma subserosum dan kehamilan; mioma submukosum yang dilahirkan harus dibedakan dengan inversio uteri; mioma intramural harus dibedakan dengan suatu adenomiosis, khoriokarsinoma, karsinoma korporis uteri atau suatu sarkoma uteri. USG abdominal dan transvaginal dapat membantu dan menegakkan dugaan klinis.

G.    Pemeriksaan Penunjang Mioma Uteri
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan untuk menegakkan diagnosa mioma uteri menurut Arif Mansjoer, dkk (2000) diantaranya adalah:
1.      USG abdominal dan transvaginal
2.      Laparoskopi

H.    Komplikasi Mioma Uteri
Komplikasi yang dapat timbul pada mioma uteri menurut Sutoto (1994):
1.    Degenerasi ganas
Mioma uteri yang menjadi leimiosarkoma ditemukan hanya 0,32-0,6% dari seluruh kasus mioma uteri serta merupakan 50-75% dari semua sarkoma uterus. Keganasan umumnya baru ditemukan pada pemeriksaan histologi uterus yang telah diangkat. Komplikasi ini dicurigai jika ada keluhan nyeri atau ukuran tumor yang semakin bertambah besar terutama jika dijumpai pada penderita yang sudah menopause.
2.    Anemia.
Anemia timbul karena seringkali penderita mioma uteri mengalami perdarahan pervaginam yang abnormal. Perdarahan abnormal pada kasus mioma uteri akan mengakibatkan anemia defisiensi besi.
3.    Torsi
Sarang mioma yang bertangkai dapat mengalami torsi, timbul gangguan sirkulasi akut sehingga mengalami nekrosis. Dengan demikian timbul sindroma abdomen akut, mual, muntah dan shock.
4.    Infertilitas
Infertilitas dapat terjadi apabila sarang mioma menutup atau menekan pars interstisialis tuba, sedangkan mioma uteri submukosum juga memudahkan terjadinya abortus oleh karena distorsi rongga uterus. Penegakkan diagnosis infertilitas yang dicurigai penyebabnya adalah mioma uteri maka penyebab lain harus disingkirkan.

I.       Penatalaksanaan Mioma Uteri
Penatalaksanaan mioma uteri menurut Arif Mansjoer, dkk (2000) adalah sbb:
1.   Pada mioma kecil dan tidak menimbulkan keluhan, tidak diberikan terapi, hanya diobsevasi setiap 3-6 bulan untuk menilai pembesarannya. Mioma akan mengecil setelah menopause.
2.      Pemberian GnRH agonis selama 6 minggu.
3.  Miomektomi dengan atau tanpa histerektomi bila besar uterus melebihi seperti kehamilan 12-14 minggu.
4.      Radioterapi.
5.      Estrogen untuk pasien setelah menopause dan observasi setiap 6 bulan.
Rekursi setelah miomektomi terdapat pada 15-40% penderita dan 2/3nya memerlukan pembedahan lagi. Lebih lanjut, Sutoto (1994) menjelaskan tentang penatalaksanaan atau penanganan mioma uteri adalah sbb:
Pemilihan penanganan dari mioma uteri tergantung pada usia penderita, paritas, status kehamilan, ukuran tumor, lokasi dan derajat keluhan. Tidak semua mioma uteri memerlukan terapi pembedahan. Kurang lebih 55% dari semua kasus mioma uteri tidak membutuhkan suatu pengobatan apapun, apalagi jika ukuran mioma uteri masih kecil dan tidak menimbulkan keluhan. Tetapi walaupun demikian pada penderita-penderita ini tetap memerlukan pengawasan yang ketat sampai 3-6 bulan. Dalam menopause dapat terhenti pertumbuhannya atau menjadi lisut. Apabila terlihat adanya suatu perubahan yang berbahaya dapat terdeteksi dengan cepat agar dapat diadakan tindakan segera. Dalam dekade terakhir ini ada usaha mengobati mioma uterus dengan GnRH agonist (GnRHa). Hal ini didasarkan atas pemikiran leiomioma uterus terdiri atas sel-sel otot yang diperkirakan dipengaruhi oleh estrogen. GnRHa yang mengatur reseptor gonadotropin di hipofifis akan mengurangi sekresi gonadotropin yang mempengaruhi leiomioma.
Pemberian GnRHa (buseriline acetate) selama 16 minggu pada mioma uteri menghasilkan degenerasi hialin di miometrium hingga uterus dalam keseluruhannya menjadi lebih kecil. Akan tetapi setelah pemberian GnRHa dihentikan, leiomioma yang lisut itu tumbuh kembali di bawah pengaruh estrogen oleh karena mioma itu masih mengandung reseptor estrogen dalam konsentrasi yang tinggi. Perlu diingat bahwa penderita mioma uteri sering mengalami menopause yang terlambat.
Terapi pembedahan dilakukan dengan indikasi:
1.      Perdarahan pervaginam abnormal yang memberat
2.      Ukuran tumor yang besar
3.  Ada kecurigaan perubahan ke arah keganasan terutama jika pertambahan ukuran tumor setelah menopause
4.      Retensio urin
5.      Tumor yang menghalangi proses persalinan
6.      Adanya torsi.
Miomektomi adalah pengambilan sarang mioma saja tanpa pengangkutan uterus, miomektomi dilakukan dengan pertimbangan jika diharapkan pada proses selanjutnya penderita masih menginginkan keturunan. Apabila miomektomi dikerjakan karena alasan keinginan memperoleh keturunan, maka kemungkinan akan terjadinya kehamilan setelah miomektomi berkisar ± 30% sampai 50%. Selain alasan tersebut, miomektomi juga dilakukan pada kasus mioma yang mengganggu proses persalinan. Metode lain dari miomektomi adalah dengan ekstirpasi yang dilanjutkan dengan curetage. Metode ini dilakukan pada kasus mioma geburt dengan melakukan ekstirpasi lewat vagina.
Histerektomi adalah pengangkatan uterus, yang umumnya merupakan tindakan terpilih. Histerektomi dikerjakan pada pasien dengan gejala dan keluhan yang jelas mengganggu. Histerektomi bisa dilakukan pervaginam pada ukuran tumor yang kecil. Tetapi pada umumnya histerektomi dilakukan perabdomial karena lebih mudah dan pengangkatan sarang mioma dapat dilakukan lebih bersih dan teliti.
Radioterapi bertujuan agar ovarium tidak berfungsi lagi sehingga penderita mengalami menopause. Radioterapi ini umumnya hanya dikerjakan kalau terdapat kontraindikasi untuk tindakan operatif. Akhir-akhir ini kontraindikasi tersebut makin berkurang. Radioterapi hendaknya hanya dikerjakan apabila tidak ada keganasan pada uterus.

0 komentar:

Posting Komentar