Selasa, 10 April 2012

Cinta Itu Pengorbanan (By: Muhamad Agus Syafi'i)

By: Muhamad Agus Syafii

Semakin besar luka dan perih dihati maka semakin besar pula pengorbanan yang dibutuhkan. Cinta selalu membutuhkan pengorbanan untuk menerima, memaafkan dan mengembalikan pada posisi semula, menerima orang yang gagal seperti tidak pernah gagal sebelumnya. Cerita itu berawal dari seorang ibu yang menerima telpon dari seorang perempuan dengan mengatakan bahwa dirinya tidak lagi berhak atas suaminya. Setelah merebut suaminya bahkan menteror dan menghancurkan hatinya. Kehancuran hatinya justru bertekad untuk mempertahankan rumah tangga, suami dan anak-anaknya. Sebagai seorang ibu dan istri seolah mendapatkan kekuatan yang begitu besar untuk tetap menjaga dan merawat anak-anaknya. Meski hatinya pilu dan tercabik-cabik, ia tak ingin orang tuanya tahu apa yang sedang terjadi di dalam rumah tangganya. Ditengah kesibukan mencari nafkah dengan bekerja keras demi keberlangsungan hidup, ditengah kesendirian dan perjuangan membesar anak-anaknya tidak membuat dirinya menjauh dari Allah malah semakin mendekat diri kepada Allah memohon agar mendapatkan kekuatan, kesabaran dan pertolonganNya.

Keyakinan akan kekuatan doa itulah yang menyebabkan dirinya berkenan untuk hadir ke Rumah Amalia. Tekadnya untuk mempertahankan rumah tangga, suami dan anak-anaknya merupakan impian indah yang sangat menjadi harapan, dengan sedikit menyisihkan rizkinya untuk bershodaqoh berharap untuk mengharap keridhaan Allah agar menjaga keutuhan rumah tangganya. Perih luka dan pilu dihatinya tidak lagi bisa ditutupinya. Air matanya yang bening mengalir. Anak-anaknya berlarian tak mengerti kegalauan hatinya. Hatinya telah berserah sepenuhnya kepada Allah, apapun yang telah menjadi ketetapan Allah, dirinya menerima dengan penuh syukur. 'Apapun yang Allah telah tetapkan pada kami, ujian, cobaan adalah wujud kasih sayang Allah kepada kami.' tutur beliau. 'Saya bersyukur dengan ujian dan cobaan ini membuat saya dan anak-anak semakin mendekatkan diri kepada Allah.' lanjutnya.

Sampai pada suatu hari, ditengah kesibukannya menyelesaikan tugas kantornya tiba-tiba ada satu peristiwa yang tidak pernah diduganya sama sekali, dering hapenya berbunyi. Terdengar suara yang membuatnya terkejut tak percaya. 'Mah, maafin aku ya..aku khilaf, sudah menyakiti hatimu.' Langsung saja mematikan hapenya. Bagai tersambar petir disiang bolong, hati dan pikirannya kacau, suara itu adalah suara suaminya yang sudah setahun telah meninggalkan dirinya dan anak-anaknya. Beberapa menit kemudian hapenya berdering kembali, mengenali betul bahwa itu adalah nomor yang sama, sampai dering bunyi hapenya mati dengan sendirinya. Air matanya mengalir. Hatinya dikuatkan ketika hapenya berbunyi kembali, dengan bercampur baur semua perasaan ditumpahkan. 'Sebenarnya ayah mau apa? Setahun sudah ayah terlantarkan istri dan anak-anakmu? Minta maafmu tidak bisa menghilangkan rasa perih dihatiku dan derita anak-anakmu? Kamu kejam Mas, Kejam!' Suara itu terdengar penuh dengan isak dan tangis. Terdengar suara parau laki-laki menjawab. 'Mama, aku memang salah. aku bertaubat mah. Aku menyesal. Beri kesempatan untuk memperbaiki kesalahan menjadi ayah dan suami yang baik.' Dihatinya perih terluka, tidak ada sedikitpun tersimpan kebencian pada laki-laki yang telah menjadi suami dan ayah bagi anak-anak sekalipun telah disakiti hatinya. Lama terdiam, akhirnya dia menjawab, 'Mas, pulanglah..aku dan anak-anak merindukanmu.'

Malam itu juga suaminya pulang ke rumah. melihat ayahnya yang berpeluh air mata. Ketiga anak-anaknya segera mendekat dan tanpa disuruh mereka berpelukan dengan ayahnya, menangis sejadi-jadinya. Ayahnya meminta kepada anak-anak dan istrinya agar memaafkan dirinya. Dirinya berjanji akan lebih menyayangi keluarga dan tidak akan pergi meninggalkan rumah lagi. Pernyataan sang ayah begitu sangat tulus disambut dengan ledakan tangis ketiga anak-anaknya dan isak tangis istrinya. Malam pun berlalu dengan rentetan permintaan maaf dan peluk cium, yang saling mengasihi dan penuh kasih sayang. Begitu indahnya, mereka tentang keluarga bahagia karena cinta selalu membutuhkan pengorbanan.

'Ujian yang menimpa seseorang pada keluarga, harta, jiwa, anak dan tetangganya bisa dihilangkan dengan puasa, sholat, sedekah dan amar ma'ruf nahi mungkar.' (HR. Bukhari & Muslim)

0 komentar:

Posting Komentar